Senin, 01 Juli 2013

Membangun Negeri, Tak Bisa Selesai Hari Ini

Guru saya pernah memberi tahu saya sebuah hal..“Negeri ini punya simpanan harta yang takkan pernah habis. Harta simpanan Negara itu adalah peninggalan kerajaan-kerajaan terdahulu. Dan saat ini, harta itu dipegang oleh orang-orang tertentu dan tak seorang pun diluar mereka yang mengetahuinya. Orang-orang itu akan memberi tahu dimana harta negara itu berada. Namun bukan hari ini. Karena saat ini, mereka sedang menunggu hadirnya pemimpin yang pantas untuk mengetahuinya. Dan mereka yakin bahwa dia akan tampil. Membawa negeri ini pada keadaan dimana seharusnya dia mendapatkannya. Kemakmuran.”


Ada sebuah hal menarik yang saya amati dari pola pendidikan dasar di negeri ini. Yang pertama kita tahu dan kita sepakati adalah bahwa kreativitas masyarakat kita kurang terasah karena (salah satunya) guru-guru di pendidikan dasar kita selalu memberikan “doktrin” bahwa gambar pemandangan itu adalah dua buah gunung (berupa 2 bulatan), lalu ada sawah dengan rumput-rumputnya (berupa tanda contreng) dan dua ekor burung diatasnya. Jangan lupa ditambahi matahari diantara dua bulatan itu. Kalau mau modifikasi, taruh matahari diatasnya, di ujung kanan atas.  Adakah yang salah? Mungkin tidak. Namun akan timbul masalah jika pola ini berlanjut, mendarah daging dan pada akhirnya menutup pintu-pintu lain yang seharusnya terbuka untuk mereka. Kreativitas. Akankah mereka menggambar kebun teh, jika kita tak pernah memberi tahu mereka bahwa kebun teh itu ada? Akankah jari-jari mereka menggambar ulat yang sedang memakan daun, jika mereka tak pernah diajarkan bahwa pemandangan itu tak hanya berupa gunung?
“Tapi itu kan susah. Nggak semua bisa nggambar yang rumit-rumit”. Iya, saya akui tidak semua orang diberi kemampuan menggambar dan melukis. Tapi bukan disana titik tekannya. Mereka tak pernah diajarkan untuk berfikir out of the box. Selalu sama tanpa ada yang berbeda. Itu yang gawat. Padahal negeri ini akan melalui masa-masa yang selalu menghadirkan masalah yang berbeda. Pun dengan solusinya. Negeri ini tak bisa berkembang hanya dengan sebuah solusi yang sama ditiap masanya. Kita perlu orang-orang yang mampu berfikir berbeda. Sesuai permasalahan zamannya.

“Toh pada akhirnya, mereka akan tahu itu semua. Mereka akan tahu kebun teh. Mereka akan melihat ulat yang memakan daun. Sama saja kan?” Tidak, saya fikir. Dan inilah yang membuat pencapaian negeri ini tak sebesar ekspektasi orang-orang terhadapnya. Anak-anak kita “baru tahu” kebun teh setelah usia mereka 7 tahun. Bayangkan jika kita memperkenalkan mereka sejak usia 5 tahun. Potensi mereka tak akan “sia-sia” dengan hanya disuruh untuk mengenal kebun teh. Padahal di tempat lain, di usia yang sama, anak-anak mereka telah diperkenalkan teknologi. Sedangkan anak kita, baru tahu bahwa pemandangan itu tak hanya berupa gunung. Sayang, kan? Sekali lagi, tidak semua seperti itu. Masih tetap banyak anak-anak hebat dengan pola pendidikan yang tepat. Namun saya fikir, kita sepakat untuk sama-sama membangun negerin ini menjadi negeri yang kuat. Bagaimana mungkin negeri sebesar ini bisa menjadi hebat, jika hanya segelintir orang yang berhasil menjadi hebat? Kita banyak mempunyai orang-orang hebat. Banyak anak-anak berbakat yang terlahir dari rahim negeri ini. But we need more!

Sebenarnya, saya sendiri agak tidak enak hati untuk mengatakan hal ini. Maka saya ingin memastikan bahwa apa yang saya tulis bukan untuk mencerca, namun hanyalah sebuah apresiasi. Justru saat tidak ada yang berani mengkritisi suatu hal, berarti hal itu tak pernah diperhatikan. Saya berharap anda sepakat. Hhe. Apresiasi kedua saya tujukan untuk si kancil. Kancil nyolong timun. Lagu yang ringan dan sangat cocok untuk melatih kemampuan verbal anak-anak kita. Tapi lihatlah kontennya. Akankah anak-anak kita sama sekali tidak memproses apa yang kita ajarkan pada mereka? Dan ironisnya, kita mengulang-ulang kata “mencuri” diawal-awal proses pembentukan karakter mereka. Maka lihatlah kondisi negeri kita saat ini. Banyak orang hebat berdasi di megahnya gedung-gedung DPR itu. Banyak orang cerdik yang duduk di kursi-kursi hangat pemerintahan bangsa ini. Namun justru masalah di negeri ini timbul karena pemimpin-pemimpin itu begitu cerdik dalam mengambil uang rakyat. Persis seperti dia, si kancil.

Negeri ini memang tak bisa hebat hanya dengan sekali perubahan. Apalagi mengharap ia besar dengan kekuatan satu tangan. Kita perlu semakin banyak “rijal-rijal” yang tumbuh dengan keistimewaan mereka. Dan mendidik mereka bukanlah hal mudah. Namun yang tak mudah bukan berarti mustahil. Yang sulit bukan berarti tak mungkin. Akan selalu ada kemungkinan, selama kita yakin akan hal itu. Karena sebenarnya, tak perlu banyak formula untuk mendidik mereka menjadi orang hebat. Kenalkan saja mereka pada tuhan mereka, sedini mungkin. Secepat mungkin. Dan sekuat mungkin. Agar saat mereka berkenalan dengan apapun terkait dunia, dunia itu tak mampu membeli dirinya. Lihatlah generasi terbaik umat ini. Mereka bisa begitu hebat karena rosul memang telah melekatkan karakter Robbani dalam pendidikan dasar mereka. Buktinya? Beliau membangun masjid diawal hijrahnya ke yatsrib, dan memulai kedigdayaan islam darisana. Kenapa masjid? Karena beliau ingin membangun karakter umat ini dengan hal itu. Beliau tidak mengembangkan pasar terlebih dulu untuk menumbuhkan saudagar-saudagar muslim. Beliau tidak mengembangkan tempat pelatihan perang terlebih dulu untuk memunculkan panglima-panglima tangguh. Namun beliau memilih masjid. Dan pada akhirnya, siapa yang tak kenal dengan ketangguhan pasukan muslim? Siapa yang tak iri dengan kekayaan umat muslim saat itu? Maka sekali lagi lihatlah mereka, potensi mereka berkembang dibawah bimbingan tuhan mereka. Allah lah yang akan melejitkan potensi potensi yang sudah ada pada diri mereka. Dan saat “tangan-tangan” Allah itu menggerakkan mereka, mereka pasti mampu melakukan sesuatu yang bahkan tidak sempat difikirkan oleh manusia lain. Mereka punya pandangan kuat, langkah yang tegap dan visi yang jauh melesat. Kita menyebutnya sebagai Bashiroh. Itulah yang tidak dimiliki orang-orang pada umumnya, yang tak pernah menghadirkan tuhan mereka dalam sisi kehidupannya.

Terkait negeri ini, jika memang orang-orang tua di pemerintahan itu tak mampu lagi kita andalkan, ya sudah. Kita jangan terlalu ambil pusing dengan mereka. Toh apapun yang mereka lakukan, itu urusan mereka. Sekarang yang menjadi tugas besar kita adalah, apa yang mampu kita lakukan untuk membungkan mulut-mulut besar itu. Dan mengajari mereka tentang sebuah hal, kerja keras. Daripada tenaga kita terbuang untuk mengurus kelakuan mereka, lebih baik kita bekerja. Saya yakin Allah tidak tidur. Akan ada masanya bahwa kerja-kerja besar kita dalam mempersiapkan panglima-panglima baru negeri ini benar-benar membuahkan hasil. Dan kita akan merasakannya. Mungkin, kita tak mampu lagi untuk melihatnya. Namun saya yakin. Disana, di tempat dimana kita terbaring tak berdaya, para malaikat akan mengabarkan tentang apa yang telah kita lakukan. Dan kita tersenyum, dengan senyuman kebanggaan.

Dan berhubung saya muslim, saya ingin mengatakan pada mereka yang tak peduli dengan perkembangan bangsa ini. Pada mereka yang hanya peduli dengan pencapaian-pencapaian ibadah pribadi mereka. Perlu njenengan tahu bahwa pada akhirnya, anda pun juga akan ikut senang jika negeri ini berkembang kearah kebaikan. Ya kan? Maka jangan munafik. Jika anda ingin berdakwah ke seluruh dunia, saya ajarkan pada anda sebuah hal sederhana. Kita punya negeri besar, dengan segala potensi yang luar biasa. Dan negeri ini dihuni oleh mayoritas muslim. Maka kalau negeri ini akan semakin terpuruk, orang-orang diluar sana hanya akan memincingkan mata dan mengatakan “lihatlah  mereka. Ternyata islam belum mampu menjadi solusi untuk permasalahan negaranya. Negaranya tak mampu berkembang meskipun banyak muslim tinggal disana.” Maka tugas kita saat ini adalah memantaskan diri kita untuk berkata “Lihatlah negeri kami. Negeri kami bisa sebesar ini, karena banyak muslim yang tinggal disini. Kalau negeri anda sendiri, seperti apa?”

“Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka...(an-Nisa’: 9)

1 komentar:

  1. Membuat perubahan tak cukup satu hari. Merealisasikan kemenangan tak cukup hanya dengan satu hati. Semoga semangat jihad yang selalu membara akan terus terpatri dan semakin banyak yang berebut untuk menjadi satu pemuda dari 10 pemuda untuk mengguncangkan dunia! :)

    BalasHapus