Nilailah kualitas seseorang dari masalah
yang pernah dia hadapi dan yang berhasil dia selesaikan.
Orang-orang yang hadir dalam
kehidupan kita bukanlah sebuah kebetulan. Mereka mempunyai peran masing-masing
untuk mengajari kita banyak hal. Jika terkadang sahabat kita tampak begitu
menyeballkan, sesungguhnya dia sedang mengajari kita tentang makna sebuah
kesabaran. Sepakat?
Lalu kenapa alloh menghadirkan
mereka? Karena Alloh tahu, untuk membuat kita kuat, kita perlu sesuatu yang
melemahkan kita.
Saat kita ingin menjadi pribadi
penyabar, seringnya alloh justru hadirkan sosok-sosok yang membuat pintu kemarahan
kita terbuka lebar.
Namun disinilah poinnya. Jika kita
mampu menahan kemarahan itu untuk tidak keluar meski pintunya sudah terbuka
lebar, kita baru bisa disebut penyabar. Lha kalau pintu belum kebuka, namanya
bukan sabar. Karena orang sabar itu bukanlah dia yang tidak punya amarah, tapi
dia yang bisa menahannya disaat sebenarnya dia bisa mengeluarkannya.
Kita kuat bukan karena kita tidak
punya kelemahan. Kita kuat karena kita mampu mengatasi kelemahan kita.
Sudah. Cukup. Saatnya bercerita. Hehe.
Ceritanya. Ada seseorang. Orang
ini sudah lama jadi pengangguran. Mau tidak mau dia harus bekerja. Apapun. Asal
dia bisa makan dan dia menikmati pekerjaannya. Untuk syarat pertama mungkin
gampang. Giliran syarat kedua, ini yang susah.
Selama ini, dia tidak benar-benar
bisa menikmati pekerjaannya. Ada saja alasan yang membuat dia mundur dari
pekerjaannya. Dan yang paling sering: “saya tidak nyaman”. Nah, repot kan.
Tapi sekarang masalahnya berbeda.
Ini urusan perut. Kalau dia tidak bekerja, ya selamat tinggal kebahagiaan
perut. Mau tidak mau, bisa tidak bisa, dia harus bekerja secepatnya. Jalan terakhir
yang dia tempuh adalah, berdoa. Itu saja.
Dan benar, Alloh memang tidak
pernah tidur. Nggak bakalan mungkin dia membiarkan hambaNya kelaparan. Yang
tidak punya iman saja diizinkan berkenyang-kenyang, masak iya yang beriman mati
kelaparan? Andaipun ada, tak lain itu memang kehendak Alloh untuk mengujinya
dan memberikan kemuliaan selepas ujian itu. Nah orang ini, akhirnya dia dapet kerjaan
baru. Tapi sekali lagi, alloh memang hebat. Dia berikan pekerjaan kepadanya, tepat
di bidang yang tidak dia kuasai.
Dia selalu gugup bila bertemu
orang baru. Dia tidak bisa menjaga obrolan dalam waktu yang cukup lama. Dia
tidak mengerti bagaimana memulai percakapan dan kapan saat yang tepat untuk
mengakhirinya. Dia benar-benar tidak mengerti bagaimana membuat orang lain
tertarik dengan apa yang dia bawa. Dengan segala kelemahan itu, alloh berika
dia pekerjaan: sales susu kedelai! Susu kedelai sachet!
Tepat! Ini jelas bukan
pekerjaannya. Dia tidak mungkin bertahan di tempat ini. Tapi sampai kapan lagi
perutnya dibiarkan kosong tanpa penghuni?
Akhirnya dia coba. Dengan penuh
rasa terpaksa. Bukan karena mau. Tapi, mau tidak mau. Hehe.
Hari pertama. Pukul 6 pagi. Dia
susuri jalanan. Jalan kaki sendirian. Dia beranikan masuk sebuah kampung. Ini tempat
asing dengan orang-orang yang benar-benar asing. Dia dekati rumah pertama.
Masih sepi. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Setengah jam dia menunggu di luar.
Bukan untuk menunggu sang penghuni keluar, tapi hanya untuk menjawab pertanyaannya
sendiri: jadi jualan nggak ya?
Setengah jam berlalu. Setelah
menimang-nimang segala kemungkinan, ditambah keadaan perut yang semakin
keroncongan, dia kumpulkan seluruh kebaranian. Oke, dia putuskan untuk berjuang.
Dia masuk, bertemu si empunya rumah, berbasa-basi sebisanya, menawarkan
dagangannya dengan gaya paling kaku sedunia, dan setelah itu, dagangannya
terjual! Hebat! Walau hanya 3 sachet. Walau yang beli bilang “iya deh mas, saya
coba aja nggak papa”.
Tapi ini hebat. Di hari
pertamanya bekerja pada tempat yang sama sekali tidak dia minati, dia berhasil
mengukir prestasi. Hehe.
Semangatnya meninggi. Sekarang
dia yakin dengan kemampuan yang selama ini tersembunyi dalam dirinya. Dengan
langkah kaki mantap, dia yakin bisa menaklukkan seisi kampung! Waktunya pembalasan!
Dua jam berlalu. Dia sudah berada
di kampung berikutnya. Tapi eh tapi, setelah rumah pertama tadi, dia tidak
berhasil menjual se-sachet pun! Persis dua jam berlalu, dia tidak menemukan
pelanggan lagi.
Hampir putus asa, dia putuskan
istirahat. Karena haus, dia jajal sendiri dagangannya. Ternyata enak! Dia jajal
lagi dan jajal lagi sampai tiga kali. Jadi di pukul delapan pagi, dia berhasil “menghabiskan”
6 sachet. Tiga diujual, tiga diminum sendiri.
Dia menyadari satu hal. Produk
yang dia jual ini berkualitas. Maka kalau nggak laku, berarti bukan salah
produknya. Iya kan? Salah dia sendiri berarti. Makin putus asa lah dia.
Sebenarnya dia mau pulang, karena instruksi dari atasan, tidak usah terlalu
lama berada di jalanan. Tapi dengan dagangan yang baru laku tiga, masak iya dia
berani pulang?
Dia putuskan berjalan lagi. Sampai
jam sepuluh. Lebih dari empat kampung dia satroni. Selama dua jam tambahan itu,
dia berhasil mengahabiskan 5 sachet. Dengan rincian: terjual dua, diminum
sendiri tiga. Sehingga total hari itu, dia “menghabiskan” 11 sachet. Yang lima
terjual, yang enam masuk perutnya sendiri. Karena sudah siang, sang atasan menyuruhnya
untuk segera pulang. Kata dia, wajar, masih hari pertama.
Jadilah di hari pertama dia
kerja, acaranya adalah blusukan.
Hari kedua, dia memantapkan hati
untuk berhenti. Tapi dia pakewuh. Kontrak yang dia terima adalah, tidak
berhenti dulu jika belum tiga hari.
Oke. Karena sungkan, dia berangkat
lagi. Dan dia tahu konsekuensi apa yang akan dia terima. Dia harus kembali blusukan
selama empat jam tanpa hasil. Yawislah, orapopo. Dengan modal pasrah dan
bismillah, dia berangkat. Hari ini dia tidak punya beban, karena dia sadar akan
apa yang akan dia alami. Dia pikirkan strategi sederhana dan memasrahkan apa
yang akan terjadi setelahnya.
Dan anda tahu apa yang terjadi di
hari kedua? Selama dua jam dia berjualan, mulai jam 6 sampai jam 8, seluruh
dagangannya habis terjual. Benar-benar terjual. Bukan disikat sendiri kayak
kemarin. Hehe.
Kuncinya apa? Kata dia, dia
membuat peta kampung yang akan dia kunjungi. Jadi nggak asal masuk ke kampung.
Itu pertama. Kedua, sebenarnya dia masih takut bertemu orang lain. Tapi “trial”
empat jam di hari pertama itu membuat kepasarahnnya mengalahkan ketakutannya.
Dia tampil tanpa beban. Dia masih takut, tapi tertutupi dengan kepasrahannya.
Dan di hari-hari setelah itu,
pekerjaannya semakin baik dan semakin baik. Penjualannya semakin meningkat dan
meningkat. Dalam sehari dia hanya perlu dua jam untuk mendapatkan penghasilan
yang cukup besar. Karena pekerjaan yang cemerlang ini, dia naik pangkat. Tapi
tahun lalu, karena alasan sekolah, dia keluar.
Yang menarik adalah, saat dia bercerita
tentang “kesuksesannya” ini ke rekan-rekannya, banyak yang tertarik untuk
bergabung. Ada sekitar 4 orang yang akhirnya ikut bergabung. Tentu karirnya
dimulai dengan berjalan kaki seperti apa yang dulu dia lakukan. Dan hebatnya,
rekan-rekan yang dia ajak ini, mereka bisa menjual rata-rata 25 sampai 30
sachet di hari pertama mereka. Bandingkan dengan dia yang hanya bisa menula 11
sachet. Itu saja yang 6 sachet dia makan sendiri. Hehe.
Dia memprediksi bahwa pencapaian
rekan-rekannya akan melebihi pencapaiannya dulu. Tapi ternyata dia salah.
Justru semakin hari, penjualan mereka semakin menurun, menurun, dan akhirnya
mereka berhenti.
Dimana kesalahannya? “mungkin
mereka terlalu mudah mendapat keberhasilan, mas.” Itu kata dia. Dan mungkin
itulah pelajarannya yang paling berharga.
Berapa banyak tokoh hebat yang
terlahir dari Rahim keterbatasan dan kegagalan. Yusuf Mansur yang berangkat
dari balik jeruji besi karena lilitan utang, kini justru sukses luar biasa.
Abraham Lincoln yang harus 12 kali merasakan kegagalan sebelum menjadi
presiden, kini namanya menjadi legenda kebijaksanaan dunia. Rosulullah yang
harus rela dilempari batu sampai berdarah-darah di thaif, yang harus rela
meninggalkan kampung halamannya demi sebuah kebenaran, yang dicaci maki dengan
cacian tak manusiawi, kini justru disanjung oleh penduduk langit dan bumi. Bahkan hingga yaumul
akhir nanti.
Mereka, orang-orang hebat itu,
mereka berangkat dari kegagalan. Dan mereka besar karena itu.
Memang benar, kita tidak harus gagal
dulu untuk merasakan sukses. Maka bersyukurlah jika anda memang seperti itu. Tapi
setiap orang punya jalan ceritanya masing-masing. Dan selalu berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Maka kalau anda saat ini merasa gagal, yakinlah, satu
langkah lagi. Paksakan kaki untuk membuat satu langkah lagi. Jangan berhenti
dengan alasan apapun. Lalu saksikanlah, satu langkah itulah yang akan menjawab
segalanya.
Masalah tidak datang sendirinya. Ada
Alloh yang menghadirkannya untuk kita. Maka saat kita menemui masalah besar,
itu artinya Alloh memilih kita untuk menjadi solusi atas permasalahan itu dan Dia
ingin kita mengukirnya diatas prasasti sejarah.
Dan jika orang lain membutuhkan
solusi atas masalah yang sama, mereka hanya tinggal melihat apa yang telah kita
ukir sebelumnya. Hebat, bukan?
Sesungguhnya bersama dengan kesulitan ada kemudahan.. bersama dengan
kesulitan ada kemudahan.. (Al-Insyirah : 6-7)
The best way to escape from a
problem is by solve it