Tampilkan postingan dengan label Negarawan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Negarawan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 30 Juli 2014

Menteri Pendidikan Yang Baru Harus Bisa Mendidik Moral!

      Sudah hampir 69 tahun negeri ini merdeka, namun nyatanya bangsa yang besar ini belum mampu mendidik anak bangsanya secara paripurna. Sistem pendidikan yang terus berubah-ubah seenak jidatnya, maupun para pendidiknya yang masih kurang terdidik untuk mendidik. Semakin getir rasanya saat sekolah sudah tak bisa lagi dipercaya seutuhnya untuk mendidik anak-anak kita, baik mendidik secara intelektual, moral, dan spiritual. Rasa-rasanya semakin jauh sekolah untuk bisa melakukan itu semua. Bahkan diperpahit dengan fakta-fakta sekolah menjadi tempat kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan berbagai macam penyimpangan-penyimpangan moral.


      Mengutip perkataan salah seorang pemuda yang telah membuat perubahan besar pada masanya,“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Rasa-rasanya itu semua hanya menjadi sebuah omong kosong warisan zaman belaka, bukan masalah pada redakturnya, tapi coba lihat realitanya saat ini. Saya yakin kalau Bung Karno masih hidup pada zaman ini, pasti beliau hanya bisa menangis pilu melihat pemuda bangsanya yang semakin hitam pekat. Apa mungkin bisa 10 pemuda yang cangkruk di angkringan warung kopi itu mengguncangkan dunia dengan obrolan-obrolan payah? Apa mungkin bisa 10 pemuda geng motor itu mengguncangkan dunia dengan suara derum knalpot yang bikin pekak telinga? Apa mungkin bisa 10 pemuda yang tawuran itu mengguncangkan dunia dengan batu-batu dan pentungan kayunya? Apa mungkin bisa 10 pemuda pemakai narkoba mengguncangkan dunia dengan jarum suntik dan penghisap ganja? Apa mungkin bisa 10 pemuda-pemudi yang genap 5 pasang itu sedang pacaran di sudut hotel melati mengguncangkan dunia dengan melahirkan bayi-bayi penggedor bangsa yang orang tuanya saja tak menginginkannya? Maaf kalau pikiran saya terlalu terbelenggu dengan apa yang membungkam panca indera pribadi, tapi inilah realitanya. Mana mungkin ada 10 pemuda yang bisa mengguncangkan dunia kalau moral saja mereka tak punya? Jangankan pemuda, bocah-bocah kecil bangsa ini sudah banyak juga yang seperti itu, Miris!
      Apa yang salah sehingga semua ini bisa terjadi? Mental! Mental bangsa kita yang sudah rusak. Keadaan ini diperparah dengan sistem pendidikan yang semakin acuh bersinggungan dengan masalah agama dan etika. Pendidikan kita sat ini hanya mulai bergesr orientasinya hanya berkutat masalah pengetahuan dan bagaimana menciptakan manusia-manusia pintar dan terdidik, tapi lupa bagaimana menciptakan manusia bermoral. Disadari maupun tidak, sistem pendidikan Indonesia yang seperti ini hanya akan menciptakan generasi robot yang hanya siap berpikir dan bekerja, bahkan bangga bisa bekerja menjadi karyawan peruasahaan luar negeri, yang  notabene mereka sebenarnya menjadi kacung-kacung di negeri sendiri. Mereka bukan manusia seutuhnya, karena manusia seharusnya punya etika dan perasaan. Masihkah kita sistem yang seperti ini akan bisa mengubah masa depan bangsa kita?
      Sempat saya berpikir bagaimana sebenarnya sistem pendidikan kita ketika zaman orde baru, mungkin memang masa pemerintahan Soeharto dulu banyak cacat demokrasi. Tapi lihat, para peserta didiknya -mahasiswa- kala itu adalah orang-orang terpelajar yang peduli nasib rakyatnya, punya rasa empati tinggi terhadap masyarakat, dan mereka mau bergerak dan berkorban untuk kepentingan masyarakat menengah kebawah, meskipun terkadang terlalu reaktif dengan sistem pemerintahan. Setidaknya mahasiswa Indonesia kala itu dididik untuk peka dengan lingkungan sekitar. Tidak seperti sekarang yang menciptakan generasi mahasiswa-mahasiswa individualistis yang hanya peduli masa depan pribadinya saja.
      Tidak bisa kita bohongi bahwa kita butuh sistem pendidikan baru yang mengedepankan agama, moral, dan etika. Apalah arti pintar jika tak punya hati. Siapapun  Menteri Pendidikan kabinet baru 2014-2019, saya cuma berharap kita bisa menciptakan manusia-manusia terdidik, tak hanya otaknya yang terdidik tapi juga hati, pikiran, dan perasaannya. Kalau masalah fundamental seperti moral saja kita tak punya, bagaimana kita bisa jadi bangsa besar yang bermoral? Nampaknya itu hanya impian kalau kita tak mau segera realisasikan dalam kerja nyata.

Pak Menteri Pendidikan yang baru, saya cuma berharap anda bisa menciptakan sistem pendidikan baru yang lebih mengedepankan moral. Terima kasih Pak!

Selasa, 29 Juli 2014

Memaknai Lebaran Idul Fitri dan Silaturrahmi ala Orang Indonesia

Budaya mudik dan berlebaran sambil bermaaf-maafan memang sudah mendarah daging di Indonesia. Idul Fitri memang seakan sangat ditunggu-tunggu kehadirannya. Ini di Indonesia. Kalau boleh saya ungkap di negara Timur Tengah termasuk Arab Saudi, momen Idul Fitri bukanlah sesuatu yang terlalu besar. Setelah melakukan Sholat Ied bersama masyarakat Timur Tengah kembali ke rutinitas dan pekerjaan masing-masing kembali. Namun ketika Idul Adha mereka merayakannya justru dengan suka cita dan begitu meriah, bahkan masyarakat Timur Tengah mengatakan Idul Adha sebagai Idul Akbar (Hari Raya Besar). Well, tak masalah menurut saya “lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”.


Anda bisa bayangkan sendiri berapa besar perputaran manusia dan uang di Indonesia ketika Hari Raya Idul Fitri tiba, bahkan manusia sudah tak mengenal nilai uang ketika lebaran Idul Fitri. Berapapun uang dan risiko yang dikeluarkan demi bisa berkumpul dan bersilaturahmi kepada keluarga mereka rela dan ikhlas melakukannya. Ini positifnya, Lebaran Idul Fitri di Indonesia merupakan suatu simbol Silaturrahmi yang sangat universal, bukan hanya umat muslim saja bahkan yang tidak beragama Islam banyak juga yang turut merasakan gegap gempita Lebaran.
Sebelum saya mencoba membahas  lebih jauh tentang silaturrahmi dari segi ilmiah saya akan bahas terlebih dahulu tentang ucapan-ucapan ketika Idul Fitri. Apa yang harus kita ucapkan ketika kita bersilaturrahmi ketika hari raya Ied? Banyak hadits dan ulama mengatakan bahwa yang diucapkan adalah “Taqobbalallahu minna wa minka/minkum” yang berarti “Semoga Allah menerima amalku dan amal amalmu/kalian”, minka untuk kamu (tunggal), dan minkum untuk kalian (jamak), kemudian yang diberi ucapan menjawab “Taqobbal ya kariim” yang berarti “Semoga diterima olah Allah yang Maha Mulia”. Disini saya mau meyebut bahwa itu adalah doa, doa yang diberikan setiap orang muslim kepada saudaranya ketika bertemu pada 1 Syawal, apa yang diterima? Tentu saja ibadah ketika bulan Ramadhan. Untuk haditsnya silahkan googling sendiri, sengaja tidak saya tuliskan.
Lalu kalau Indonesia ditambah “Minal ‘aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin” apakah boleh? Menurut saya boleh-boleh saja, namanya doa asalkan baik tak masalah. Di Indonesia Idul Fitri dimaknai sebagai hari dimana kita telah disucikan setelah melewati bulan Ramadhan, sehingga banyak orang yang menambahkan kata “Minal ‘aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin”. Yang perlu digaris bawahi adalah arti “Minal ‘aidin wal faizin” bukanlah mohon maaf lahir dan batin. Ini yang banyak orang salah kaprah. “Minal ‘aidin wal faizin” berarti “Kita kembali (fitrah) dan meraih kemenangan”. Serta penulisannya yang benar adalah MINAL ‘AIDIN WAL FAIZIN, tolong diperhatikan ya karena salah penulisan akan berbeda makna. Saya melihat orang Indonesia banyak yang salah tulis untuk ini. Jadi yang dimaksudkan doa tersebut adalah bahwa ketika hari Idul Fitri kita berharap telah kembali menjadi orang yang suci dan bersama-sama pada hari Idul Fitri meraih kemenangan setelah berjuang melewati Ramadhan. Terus kalau ada yang mengatakan ucapan yang orang Indonesia lakukan ini bid’ah? Monggo, memang ini bid’ah dan tidak ada di zaman Rosul Muhammad tapi menurut saya tak ada masalah dengan bid’ah hasanah (baik), toh ini juga doa yang baik.
Kemudian saya akan membahas sedikit tentang mengapa silaturrahmi bisa memperpanjang usia, artikel populer-ilmiah ini saya temukan di buku “Dalam Dekapan Ukhuwah” karya Ust. Salim A. Fillah yang telah diringkas dan disimpulkan sebagai berikut

Myriam Horsten adalah seorang dokter yang menekuni bidang khusus kesehatan jantung. Ada yang menarik perhatiannya di situ, daya tahan terhadap serangan jantung ternyata tidak berhubungan langsung dengan pola makan, gaya hidup, dan bahkan tingkat tekanan ketika mreka menghadapi persolan dalam kehidupan bermasyarakat.
             Aneh, justru orang-orang yang lebih lemah daya tahan jantungnya ini adalah orang-orang yang tinggal menyendiri dgn tenteram, jarang menghadapi persoalan pelik kehidupan, dan mereka menjalani hari-harinya dalam kemapanan, nyaris gejolak dan tantangan. ritme kehidupan mereka linier datar.
              Penelitian dilakukan selama bertahun-tahun. Dan akhirnya didapat kesimpulan. Orang-orang yang aktif dan banyak terhubung dengan sesama manusia dalam sehari mengalami berbagai guncangan emosi, mereka tertawa, bersemangat, bergairah, dan juga marah. Mereka frustasi, berelaksasi, bersedih, tegang, tersenyum, takut, cemas, optimis, tercerahkan. ksemua hal yang sangat emosional dan dipicu dari hubungan-hubungan dgn sesama ini mempengaruhi berbagai hormon, utamanya adrenalin yang turut serta mengatur ritme kerja jantung.
          "Jantung dalam kondisi semacam itu," kata Myriam Horsten, "adalah jantung yang berolahraga. Jantung ini menjadi terlatih dan kuat. Jantung ini adalah jantung yang sangat sehat." Dan sebaliknya, jantung orang yang kehidupannya datar-datar saja, tenteram-tenteram, dan lebih-lebih sangat kurang interaksi sosialnya memiliki variabilitas detak yang sangat kecil.
       Jadi bagaimana caranya menguatkan jantung kita? "Gampang," kata Myriam Horsten. "perbanyaklah hubungan dengan sesama"

Oke, semoga dengan artikel ini kita semakin tercerahkan ya tentang bagaimana Idul Fitri di negara kita tercinta ini dan bagaimana memaknainya dengan bersilaturrahmi. Semoga bermanfaat, salam Dokter Berpeci.

Minggu, 20 April 2014

Elektabilitas : Pertaruhan Antara Kredibilitas dan Popularitas

      Menjelang pemilu tahun 2014 ini nampaknya internet menjadi salah satu senjata ampuh yang digunakan untuk perang media. Perkembangan teknologi komunikasi makin tahun dirasakan semakin pesat. Terutama  dengan  munculnya  media  sosial  yang memfasilitasi  masyarakat  dalam  mengakses informasi dan jejaring sosial. Jejaring sosial inilah yang  kemudian  dimanfaatkan oleh  para kandidat politik  untuk  mendapatkan  dukungan  dari masyarakat  yang  sudah  melek  media  dan  sering bersikap kritis terhadap sebuah permasalahan. Pada praktiknya hal tersebut tidak akan mudah karena muncul isu ataupun wacana baru yang lebih dikenal dengan seduksi politik yakni kecenderungan politik di dunia virtual
      Akhir-akhir ini kita melihat banyak sekali rilis tentang data indeks korupsi partai peserta pemilu yang bertujuan memberikan gambaran profil partai kepada masyarakat luas melalui media online. Salah satu lembaga yang melakukan kajian dan rilis data yang paling sering muncul adalah @KPKwatch_RI. Lembaga ini memaparkan indekskorupsi partai mulai tahun 2002-2014 yang datanya diperoleh dari Indonesia Corruption Watch (ICW) melalui website antikorupsi.org, serta beberapa website online lain seperti, polri.go.id, mahkamahagung.go.id, inokorupsi.com, kpk.go.id, korupedia.org, dan kejaksaan.go.id. Beberapa kali rilis data yang dilakukan @KPKwatch_RI mencantumkan logo ICW, tentu saja ini menimbulkan banyak sekali pertentangan. Bahkan ICW sendiri melalui akun twitternya @SahabatICW membantah rilis berita itu dilakukan oleh ICW, namun ternyata memang itu adalah data-data yang dikumpulkan @KPKwatch_RI dan dibuat hasil analisis, etika yang kurang pas adalah ketika @KPKwatch_RI mencantumkan logo ICW yang otomotis menimbulkan banyak opini publik. Masyarakat menilai bahwa data tersebut dikaji dan dirilis oleh ICW, namun ternyata ICW hanya menjadi rujukan data mentah yang digunakan @KPKwatch_RI. Setelah klarifikasi ulang ternyata @KPKwatch_RI melakukan kajian data dengan cara seperti ini:
  1. Buka website ICW antikorupsi.org, di situ ada “Search” dan “Dokumen”.
  2. Kemudian Download data ICW yang ada di menu “Dokumen”.
  3. Ada menu “Search” yang bisa kita isi dengan 2 suku kata, maka siapkan kata pencarian 2 suku kata tersebut untuk mencari kasus korupsi pada periode tersebut. Contoh: kita search dengan kata “Bupati Korupsi”, maka akan didapat puluhan berita bupati korupsi. Coba search dengan kata “Korupsi APBD” akan muncul puluhan link berita korupsi.
  4. Kemudian catat Nama, Jabatan, Kerugian negara, Kasus, Partai, Status yang ada di link hasil pencarian tersebut.
  5. Kemudian pisahkan berdasarkan partai, sehingga jelas hasilnya, seperti grafik dan tabel di sini.
  6. Ricek kembali nama-nama tersebut di website berita online lain untuk keakuratan data.
  7. Dari ribuan berita kasus korupsi, di dapatkan 300an nama kader parpol tersangkut. Setelah dipisahkan didapatkan hasilnya seperti ini.
  8. Selanjutnya dikembangkan dalam bentuk tabel atau grafik.
  9. Kelemahan, ada sekitar 1-2% data yang mungkin tidak masuk, atau seharusnya tidak masuk. Sangat mungkin ada nama misal: A mendapat vonis/status tersangka. Dalam prosesnya dibebaskan hakim, namun tidak diberitakan media. Jika terjadi hal demikian, mereka segera melakukan klarifikasi pemulihan.
      Demikianlah cara @KPKwatch_RI melakukan kajian data dan rilis kepada publik mengenai indeks korupsi partai. Saya belum tahu pasti siapa pemilik akun @KPKwatch_RI tersebut. Yang pasti itu bukan lembaga pemerintah resmi dan juga bukan lembaga nirlaba yang memang diakui kredibilitasnya seperti ICW.
Beberapa opini publik mengatakan bahwa @KPKwatch_RI adalah akun komersil buatan salah satu partai tertentu yang bertujuan mendongkrak nama baik partai-partai tertentu dan menjatuhkan nama baik beberapa partai yang lain
      Opini publik yang lain memaparkan mungkin hasil rilis data tersebut memang hampir mirip dengan fakta dilapangan. Karena memang secara logika awam cara kajian yang dilakukan oleh @KPKwatch_RI bisa dipertanggungjawabkan prosedurnya, namun untuk validitas data saya rasa kita belum bisa mempercayai sepenuhnya. Kalaupun memang data-data tersebut otentik dan valid tentu saja itu menjadi salah satu cara mencerdaskan masyarakat untuk menentukan pilihan pada pemilu 2014 melalui media masa online.
      Permasalahan yang perlu dijawab selanjutnya, andaikan memang data-data tersebut valid mengapa bisa terjadi partai-partai dengan indeks korupsi tinggi tetap memiliki tingkat elektabilitas tinggi di mata calon pemilih. Bukan malah turun elektabilitasnya, bahkan beberapa partai malah naik prosentase elektabilitasnya. Kira-faktor apa saja yang mempengaruhi tinggi elektabilitas partai, mungkin akan saya coba bahas beberapa.
Penyebab yang pertama adalah prosentase jumlah kader partai yang duduk di kursi wakil rakyat linear dengan jumlah kader yang terlibat korupsi. Itulah yang menyebabkan partai-partai besar jauh lebih banyak terlibat kasus korupsi. Kader-kader partai besar banyak sekali yang duduk di kursi DPR, DPD, dan DPR-D. Bahkan terkadang partai besar bias menguasai kurang lebih 15-20% kursi wakil rakyat, bahkan kadang lebih dari 20% kursi, otomatis dengan jumlah yang besar probabilitas kasus korupsinya pun juga meningkat. Begitu juga sebaliknya, apabila sebuah partai kecil dimana hanya sedikit kader partai yang duduk di kursi wakil rakyat otomatis probabilitas kejadian korupsinya juga makin kecil. Tentunya ini juga menjadi tanggungjawab partai besar untuk tidak hanya bersaing dalam perebutan kursi namun juga harus bersaing dalam tanggungjawab moral kader partainya.
      Penyebab yang kedua adalah, bahwa ternyata elektabilitas tidak berkorelasi dengan kredibilitas, dan malah justru jauh terpengaruh oleh popularitas. Iklan politik melalui televise sebagai sarana untuk mempromosikan figure dan performa baik partai politik maupun capres/cawapres. Partai dengan capres/cawapres populis cenderung memiliki elektabilitas tinggi. Secara tidak langsung menawarkan program kerja, misi, visi, dan janji politik lainnya yang berimbas pada perbaikan citra, popularitas, dan elektabilitas. Hal ini merupakan bagian dinamika politik yang layak untuk dibahas/dikaji. Hasilnya, menunjukkan bahwa iklan politik bias berdampak positif atau negative terhadap masyarakat,  tergantung dari frekuensi penayangan atau terpaan medianya, kualitas dan kuantitas iklan dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya,  serta sikap dan apresiasi politik.  Iklan politik berpengaruh terhadap efek kognitif.  Jika popularitas bias diraih lewat iklan politik,  maka dengan bermodalkan popularitas akan memperoleh elektabilitas, anggapan seperti ini dapat dibenarkan karena memang peluangnya besar tapi tidak mutlak.
       Penyebab yang ketiga menurut saya adalah masalah kekuatan partai yang dipengaruhi oleh sokongan dana. Semakin besar modal partai mereka jadi lebih bias membeli media dan menanamkan opini positif tentang partainya. Saat ini partai politik melalui media  massa dalam menghadapi Pemilu telah melakukan berbagai kegiatan baik secara terselubung atau terang-terangan.  Pesan politik dikemas dan ditayangkan dalam berbagai  media elektronik seperti di televise baik berupa iklan atau acara talk  show,  yang  dipandu langsung oleh host/penyiar dari stasiun televise penyelenggara. Penayangan iklan dan acara  talk show di televisi dianggap lebih efektif oleh partai politik dalam menyebarkan pesan kemasyarakat. Selain itu beberapa partai politik usut punya usut juga aktif memberdayakan simpatisan partainya untuk mendapatkan survey elektabilitas yang juga nanti berimbas untuk membentuk opini masyarakat. Dengan kata lain survey elektabilitas disini juga bias dibeli dengan tujuan mengarahkan opini publik untuk memilih partainya yang punya elektabilitas tinggi.
      Dan semua terjawab dengan hasil quick count pasca pemilu legislatif 9 April 2014 kemarin, dengan beragam "EFFECT" yang dibuat partai politik melalui figur populis ternyata terbukti sangat efektif meningkatkan perolehan suara. Dan sekali lagi terbukti bahwa popularitas bertengger lebih tinggi diatas kredibilitas untuk menuai elektabilitas.

Jumat, 28 Maret 2014

Mengembalikan Fungsi Pasar Sebagai Pusat Kegiatan Rakyat

Pasar Sebagai Pusat Keramaian
      Tidak hanya pergerakan nasional saja yang bermula dari pasar, sejarah besar kerajaan-kerajaan nusantara juga tak pernah lepas dari peran para pedagang pasar. Mulai dari kerajaan Hindu-Budha yang diprakarsai oleh Kutai, hingga kerajaan Islam Samudra Pasai, semua datang dari para pedagang pasar. Pasar sebagai pusat keramaian menjadikannya tempat strategis untuk terjadinya siklus perputaran. Tak hanya siklus perputaran uang, namun juga siklus perputaran informasi, ini yang paling penting.
      Peran pasar yang amat sentral sebagai pusat keramaian orang membuat tuntutan para manusia-manusianya membuat sebuah sistem agar segala sesuatu yang terjadi di dalam pasar teratur dan terus berkembang, hingga menciptakan sebuah sistem pemerintahan yang mengatur banyak orang, dan lebih berkembang lagi menjadi sebuah sistem ketatanegaraan. Dari sistem tatanegara yang dimanifestasikan melalui kerajaan-kerajaan itulah, saat ini negara kita bisa berdiri tegak.
      Pasar yang dipenuhi dengan profesi kalangan menengah ke bawah sekelas pedagang kecil, buruh/kuli angkut, tukang becak, kusir delman, dan profesi-profesi lain menunjukkan bahwa pasar adalah simbol ekonomi kerakyatan, dimana banyak rakyat kecil yang menggantungkan hidupnya pada pasar tradisional.
      Tahu kenapa menjelang pemilihan presiden dan anggota legislatif pasar selalu ramai dikunjungi para calon-calon manusia terpilih negara ini sebagai tempat untuk pencitraan? Karena hampir semua kalangan mulai anak kecil, anak muda, orang tua dengan status kaya maupun miskin, dengan tingkat intelektual rendah maupun tinggi, semua berkumpul disini untuk berjual beli. Sehingga bisa kita lihat pasar adalah tempat paling heterogen. Ini adalah sesuatu yang sangat potensial untuk menjadikan pasar sebagai pusat pergerakan.
Mengembalikan Fungsi Pasar Sebagai Pusat Kegiatan Rakyat
      Pasar di masa kekinian semakin tersaingi dengan adanya masa modernisasi yang memunculkan supermarket ataupun pusat perbelanjaan yang juga menyediakan bahan makanan pokok yang biasanya kita temui di pasar. Tidak bisa dipungkiri masyarakat Indonesia saat ini jauh lebih kritis dan lebih cerdas dalam menentukan pilihan. Keadaan pasar tradisional yang identik dengan image kotor, panas, sesak, dan tidak nyaman memberikan masyarakat pilihan lain untuk berbelanja beras, sayur-mayur, daging, dan kebutuhan pokok di supermarket yang bersih dan nyaman serta memiliki barang dagangan yang higienis, yang rela mereka tebus dengan harga lebih mahal.
      Padahal kalau boleh kita cermati, barang dagangan di pasar tradisional jauh lebih variatif dan murah. Sayur-mayur dan daging di pasar tradisional pun juga jauh lebih segar daripada di supermarket yang biasanya sudah beberapa hari diletakkan di lemari pendingin. Kegiatan interaksi sosial antara pedagang dan pembeli tentunya menawarkan suasana berbeda yang tidak ditemukan di supermarket.
      Tentunya hal paling mendasar yang perlu dibenahi sebelum kita bicara bagaimana agar pasar kembali dikunjungi adalah struktur fisik pasar yang terkesan tua dan usang perlu diremajakan serta direnovasi senyaman mungkin. Mungkin dengan memasang atap yang kokoh dan lantai kedap air sehingga ketika hujan tidak bocor dan menyebabkan genangan air dimana-mana. Kemudian kita berikan space yang lebih luas untuk tempat parkir, jalanan pasar, dan juga memperbaiki toilet umum yang ada di pasar sehingga dengan keadaan pasar yang lebih baik, tentunya pembeli juga akan lebih nyaman dan mau berlama-lama berada disana.
      Yang kedua, kita berikan pelatihan untuk para pedagang tentang menjaga kebersihan pasar, mulai dari kebersihan tempat berdagang hingga kebersihan barang dagangannya. Untuk para pedagang perabot rumah tangga dan baju, ajarkan bagaimana agar barang dagangan mereka tidak mudah berdebu, semisal menggunakan plastik penutup atau apa saja yang membuat barang dagangan mereka lebih awet. Untuk para pedagang daging dan ikan, ajarkan pada mereka tentang bagaimana memilih daging yang mereka ambil dari produsen, kemudian ajarkan juga bagaimana agar daging tidak mudah busuk dan mengemas daging menggunakan plastik sehingga tetap higienis. Untuk para pedagang sayur, ajarkan pula bagaimana memilih sayur-mayur yang segar ketika baru tiba dari produsen dan bagaimana cara menjaga kesegarannya agar tidak layu. Berikan pengetahuan pula bagaimana menyimpan dan mengemas sayur menggunakan plastik agar tetap higienis. Untuk para pedagang makanan dan jajanan pasar, berikan pengetahuan mereka agar tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya dalam mengolah makanan, serta ajarkan mereka bagaimana cara menjaga kebersihan makanan yang mereka jual sehingga tidak merugikan konsumen. Semua itu demi menjaga kualitas barang dagangan pedagang itu sendiri serta meningkatkan kepuasan konsumen.
      Yang ketiga, kita lakukan kerjasama dengan pemerintah kota/kabupaten dan dinas-dinas terkait untuk menjadikan pasar tempat yang menarik untuk dikunjungi. Semisal kita bekerjasama dengan dinas pariwisata untuk mengadakan festival makanan tradisional atau festival jajanan pasar dengan harga yang lebih murah, yang tentunya acara ini berusaha mengajak masyarakat untuk datang ke pasar. Tentu ini sangat efektif melihat mayoritas warga Kota Solo yang suka dengan acara festival dan tontonan. Melihat potensi pasar sebagai pusat keramaian kita bisa bekerjasama dengan dinas terkait untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Semisal mengadakan kerjasama dengan dinas kesehatan untuk melakukan bakti sosial kesehatan dan sosialisasi program-program pemerintah seperti BPJS yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2014 kemarin. Tentunya masyarakat akan lebih sering datang ke pasar, karena di pasar mereka tidak hanya mendapatkan barang-barang yang mereka butuhkan namun juga informasi yang bermanfaat.
      Yang tidak kalah penting kita juga harus dekat dengan pedagang dan masyarakat agar mereka mau bergerak untuk tujuan besar kita bersama, bagaimana caranya? Tentunya kawan-kawan di  sini sudah jauh memulai ini semua, beberapa langkah awal yang sudah ditempuh dengan mengadakan silaturrahmi, pengajian bersama, dan bakti sosial dengan para pedagang yang tentunya itu akan lebih mendekatkan kita dengan para pedagang. Semua tugas-tugas besar tadi bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, namun di sini kita sebagai kaum muda tentunya juga memiliki tanggung jawab yang besar untuk ambil bagian menggerakkan dan mengajak masyarakat untuk kembali memakmurkan pasar, utamanya para kaum muda yang lain, yang mulai jarang terlihat di pasar karena gengsi dan sudah terlalu nyaman dengan suasana pusat perbelanjaan.
      Dengan mencoba menarik waktu jauh ke belakang dan mencoba memahami keadaan di masa kekinian, semoga artikel ini bisa menjadi perenungan bersama betapa sangat berartinya pasar tradisional. Ayo bersama kita lestarikan kembali pasar tradisional sebagai cagar budaya warisan nenek moyang kita dulu dan menjadikannya pusat kegiatan rakyat. Hidup Mahasiswa!!! Hidup Mahasiswa!!! Hidup Rakyat Indonesia!!!

Pasar Tradisional di Solo: Awal Mula Pergerakan Nasional

      Tak banyak orang tahu bahwa sejarah panjang bangsa ini tak lepas dari sejarah para pedagang, para pedagang yang menghabiskan hampir seluruh masa hidupnya di dalam pasar tradisional. Ijinkan saya sedikit bercerita dan membuka pikiran tentang seluk beluk bangsa ini, tentang para pedagang, tentang pasar tradisional, tentang pasar sebagai pusat keramaian, tentang awal mula pergerakan, tentang pemicu pergerakan nasional, dan tentang pasar di negeri ini di masa kekinian. Semoga bisa menjadi perenungan.
(Pasar Gede Hardjonagoro)
Lewat Pasar di Surakarta, Sejarah Bangsa Ini Berkembang
      Kita sebagai kaum muda layaknya sudah banyak tahu tentang awal mula pergerakan pemuda oleh Budi Oetomo yang digagas Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 1908. Tapi pergerakan kaum muda itu bukanlah pergerakan yang pertama, 3 tahun sebelum Budi Oetomo terbentuk ada sebuah organisasi besar yang dimotori pedagang yang terlebih dahulu menanamkan fondasi berpikir tentang pergerakan nasional. Kita sebagai masyarakat kota Solo, kota yang dijuluki Spirit of Java layaknya juga harus tahu mengapa kota ini disebut sebagai pusat semangat di Pulau Jawa, tak lain dan tak bukan karena kota inilah yang memicu pergerakan nasional untuk yang pertama kali.
      Cerita ini bermula ketika Belanda sudah menginjakkan kakinya di tanah ini, utamanya di Kota Surakarta selama kurang lebih 3 abad. Di awal tahun 1900-an keadaan pedagang-pedagang pribumi semakin terpojokkan dengan kebijakan-kebijakan monopoli perdagangan semisal Poenale Sanctie dan Koelie Ordonantie yang digagas pemerintah Belanda, dimana kebijakan-kebijakan ini lebih menguntungkan pedagang-pedagang Tionghoa yang bermigrasi dari negaranya ke tanah air kita. Titik pusat perdagangan Kota Surakarta kala itu yang sekarang ini kita kenal dengan Pasar Gede Hardjonegoro, pasar tradisional terbesar di Kota Surakarta yang didirikan di atas lahan seluas 6.120 m2. Lokasinya yang strategis, di persimpangan jalan kantor gubernur yang kini beralih fungsi menjadi Balaikota Surakarta, dan tidak jauh pula dari pintu gerbang Keraton Kasunanan Surakarta, menjadikannya sebagai salah satu pusat monopoli perdagangan terbesar di Pulau Jawa. Arus perdagangan yang melaju cepat di sini menjadikan para kolonial Belanda dan golongan pedagang Cina Tionghoa di Surakarta usahanya menjadi berkembang pesat dan semakin maju. Dominasi besar pedagang Cina saat itu masih bisa dibuktikan hingga saat ini dimana kawasan Pasar Gede masih didominasi pedagang etnis Tionghoa dan menjadi pusat perayaan Imlek tahunan di Kota Surakarta. Dan bisa kita lihat pula di seberang Pasar Gede berdiri apik Vihara Avalokiteswara Tien Kok Sie.
      Tidak jauh dari Pasar Gede tepatnya di daerah Laweyan, pada tanggal 16 Oktober 1905 para pedagang pribumi yang mayoritas beragama Islam, dimana kian lama nasibnya semakin tak menentu akibat kebijakan pemerintah Belanda, mulai bergerak dan menghimpun diri. Dimotori oleh Haji Samanhudi, mereka mendirikan sebuah organisasi dagang yang diberi nama Sarikat Dagang Islam (SDI). Kesamaan nasib dan semangat kaum proletar yang tertindas menjadikan SDI ini berkembang pesat, mereka yang bergerak di dalam organisasi ini membawa semangat para pedagang pasar tradisional pribumi untuk senantiasa berjuang. Perkumpulan ini menjadi salah satu perkumpulan yang berpengaruh. Pada tahun 1909 R.M. Tirtoadisurjo mendirikan Sarikat Dagang Islam Batavia. Kemudian di tahun 1910, R.M. Tirtoadisurjo mendirikan organisasi semacam itu di Buitenzorg. Tidak ketinggalan pula di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa, dan disusul di berbagai tempat lainnya di Pulau Jawa.
      Pada tahun 1912 H.O.S. Tjokroaminoto diangkat menjadi ketua Sarikat Dagang Islam (SDI), kemudian beliau dan beberapa rekannya seperti Abdul Muis dan H. Agus Salim pada tanggal 18 September 1912 mengganti nama SDI menjadi Sarikat Islam (SI) dengan tujuan memperluas arah gerak SI, tidak hanya dibidang ekonomi, namun juga lebih berkembang dibidang politik. Selain itu dengan menghilangkan kata dagang, keanggotaan SI jauh lebih terbuka untuk semua kalangan, tidak hanya berfokus pada profesi pedagang saja. Tentu saja hal ini semakin membuka peluang SI untuk jauh lebih berkembang lagi kedepannya. Menurut anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:
1.      Mengembangkan jiwa dagang
2.      Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha (semacam koperasi)
3.      Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat
4.      Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam
5.      Mengajarkan hidup bermasyarakat sesuai tuntunan agama
      Dapat disimpulkan bahwa SI bergerak dengan berasaskan agama, sosial-ekonomi, dan kerakyatan.
Namun seiring berjalannya waktu ternyata keanggotaan SI yang besar menimbulkan banyak sekali pemikiran. Pemikiran SI sendiri banyak berkembang tak lepas dari beberapa murid-murid binaan H.O.S. Tjokroaminoto sendiri, seperti Semaoen, Alimin, Tan Malaka, dan Darsono. Golongan muda SI inilah yang mulai disusupi paham sosialis-komunis oleh Belanda. Sehingga pada akhirnya SI pecah menjadi “SI Putih” yang berhaluan kanan dipimpin oleh H.O.S. Tjokroaminoto berpusat di Jogjakarta, yang pada akhirnya nanti berkembang menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) dan bergabung dengan Muhammadiyah dan “SI Merah” dipimpin Semaoen yang berhaluan kiri dan berpusat di Semarang, yang bersekongkol dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
      H.O.S. Tjokroaminoto sendiri juga masih mempunyai murid-murid besar yang lain, seperti Kartosuwiryo yang pada akhirnya keluar dari SI Putih dan memiliki cita-cita sendiri untuk mewujudkan Negara Islam Indonesia (NII) dan juga sang Putra Fajar Soekarno yang berpaham nasionalis. Dari sinilah pergerakan-pergerakan nasional bangsa kita mulai berkembang hingga saat ini, semua tak lepas dari kiprah-kiprah para pedagang pasar tradisional.

Selasa, 24 Desember 2013

Pemimpin Dalam Sudut Pandang Pemimpin

      Beberapa minggu lalu saya mendapat undangan dialog bersama tokoh-tokoh nasional, oke saya akan sedikit bercerita tentang hasil dialog tersebut dan cara pandang saya terhadap para pembiacara yang notabene para pemimpin di Negara ini, pun mungkin tak menutup peluang beliau-beliau ini yang akan menjadi orang nomor satu di negeri ini. Dialog Kebangsaan ini adalah salah satu event yang digagas oleh Pol-Tracking Institute yang diketuai oleh bapak Hanta Yuda MA dan bekerja sama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (BEM UNS), yang pada kali ini juga menjadi moderator pada Dialog Kebangsaan hari ini.


      Bicara masalah dialog kita pasti bertanya siapa pembicaranya. Pembicara pertama adalah mantan sempalan salah satu pentolan partai kuning yang kini Menjadi Ketua Umum partai Hanura, mantan Menko Polkam tahun 1999-2003. Seorang Jenderal Besar yang mendampingi runtuhnya orde Baru era Soeharto, dan juga orang yang turut serta membangun orde Reformasi di zaman Habibie dan Abdurrahman Wahid, tak lain dan tak bukan adalah Jenderal purnawirawan Dr. Wiranto, SH., MH.
      Pembicara kedua adalah salah satu dari tiga kepala daerah teladan, dimana dua diantaranya  adalah Gubernur Jakarta Joko Widodo dan Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Beliau juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia periode 2010-2015, dan saat ini juga menjabat di periode keduanya sebagai Gubernur Sulawesi Selatan dengan segudang prestasi yang telah disematkan padanya. Doktor yang menempun semua jenjang pendidikan tingginya di Universitas Hasanuddin ini adalah Dr. Syahrul Yasin Limpo, SH., Msi., MH. Dan pembicara ketiga adalah mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ke-2 yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) menggantikan Amien Rais di tahun 2004. Pria kelahiran Klaten 8 April 1960 ini adalah Dr. Hidayat Nur Wahid, MA.

      Entah apa yang mendasari Pol-Tracking Institute mengundang ketiga pembicara tersebut, namun logika dangkal saya mengatakan cepat atau lambat orang-orang ini yang juga akan masuk bursa calon manusia nomor satu di negara ini untuk beberapa tahun kedepan.
      Oke setelah ini saya akan cantumkan beberapa poin yang saya catat dari ketiga pembicara tersebut. Yang pertama bapak Wiranto beliau pada awal presentasinya membahas tentang makna perubahan dari berbagai versi mulai definisi menurut beiau sendiri dan menurut buku-buku yang beliau rujuk, nah suatu kebanggan probadi ketika beliau menyebutkan beberapa buku karya Rhenal Kasali PhD, karena 2 diantaranya adalah buka yang saat ini sedang saya baca, yakni Change! dan DNA Recode. Beliau juga merujuk salah satu ayat Quran, surat Ar-Ra’d ayat 11 yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka”. Kemudian beliau memaknai bahwa perubahan itu adalah sebuah keniscahyaan dari Tuhan yang pasti akan selalu ada, namun Tuhan pun tak akan melakukan perubahan karena Dia hanya berlaku sebagai wasit atau penengah, dan yang bertindak mengubah ini semua tak lain dan tak bukan adalah manusianya sendiri. Perubahan adalah keadaan berbeda dengan yang ada saat ini, entah itu lebih baik ataupun lebih buruk, tentunya kita selalu menginginkan perubahan yang lebih baik. Kita tak bisa terus-menerus mengandalkan aset negara yang bisa habis, yang perlu diperbaiki dan diandalkan adalah manusia-manusianya. Yang diubah bukan sistem, tapi manusianya. Negara ini butuh orang yang punya integritas, kompetensi, moralitas, pengetahuan dan, spiritual yang baik untuk menciptakan manusia-manusia luar biasa tersebut. Satu hal terpenting yang harus dikuasai seorang pemimpin adalah berpikir dengan cepat, dan memutuskan dengan tepat.
      Yang kedua saya juga mengutip beberapa kata-kata dari Bapak Gubernur Sulawesi Selatan saat ini, Bapak Syarul Yasin Limpo. Beliau berbicara bahwa tak ada seorangpun yang bisa menjamin perubahan di tahun-tahun mendatang, tapi setiap rakyat harus bisa membawa eksistensi negara ini, bukan hanya presiden tapi semua pihak bertanggung jawab atas kemajuan negara ini. Presiden harus cerdas, tidak spekulati dalam mengambil keputusan dan kapabilitasnya harus sudah teruji serta punya pengalaman memerintah yang baik. Dia harus tau konflik di tataran pemerintahan yang lebih rendah, bukan hanya di tingkat negara.
      Kemudian di paragraf ini saya akan menuliskan beberapa kutipan dari Bapak Hidayat Nurwahid. Beliau berbicara bahwa pemimpin itu bukan tiban, bukan orang yang tiba-tiba jatuh dari langit, tapi pemimpin adalah orang yang benar-benar dicetak, digembleng, dididik puluhan tahun sehingga benar-benar teruji pengalamnnya. Sejarah selalu memberikan bukti bahwa kita berjuang untuk negara ini sendirian, banyak pahlawan-pahlawan yang telah gugur mendahului kita, dan sudah sepantasnya kita melanjutkan semangatnya dalam bentuk perbuatan. Siapapun yang akan memimpin negeri ini demokrasi akan tetap terus berjalan, tapi rakyat juga harus punya visi untuk negara ini, jadi jangan hanya salahkan pemimpin kalau negara ini tak maju. Oleh karena itu kita semua punya kesempatan emas untuk menentukan pemimpin yang lebih baik. Oh ya satu hal lagi pesan beliau yang masih terngiang di benak saya,”Kalau mau jadi pemimpin besar, nikah sama orang Solo seperti Pak Amien Rais, Pak Akbar Tandjung, Pak Tifatul Sembiring, Presiden Soeharto, dan masih banyak lagi yang lain.” Benar-benar ini lelucon sesat yang merasuki pikiran saya.
      Siapapun mereka, apapun yang mereka katakan, setiap dari kita bertanggungjawab untuk menyajikan keadaan negara yang lebih baik. Mari kita bergerak serentak dan mengepakkan sayap Garuda agar ia mampu terbang tinggi kembali!!! Hidup Mahasiswa!!!

Kamis, 14 November 2013

Kriteria Seorang Pemimpin Yang Layak Dipilih

      Pemilu maupun musyawarah untuk menentukan pemimpin bukanlah lagi hal yang jarang kita temui di era demokrasi seperti sekarang ini, termasuk kemarin ketika kita harus menetukan pilihan untuk Presiden BEM UNS, kemudian Presiden BEM FK UNS, dan tentunya Presiden RI april tahun depan. Terlepas dari masalah kepresidenan nampaknya pemilihan ketua organisasi mahasiswa juga akan santer isunya di beberapa hari kedepan di Fakultas Kedokteran UNS tercinta ini. Masyarakat maupun mahasiswa luas diberikan kesempatan untuk menilai siapa diantara mereka yang paling wajar dipilih. Al-Quran memberi petunjuk dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam upaya menjawab “Siapakah yang layak kita pilih?”


     Dari celah-celah ayat Al-Quran ditemukan paling sedikit dua sifat pokok yang harus disandang oleh seorang yang memikul suatu jabatan yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat. Kedua hal itu hendaknya diperhatikan dalam menentukan pilihan.
      “Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja, ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”, demikian ucapan putri Nabi Syu’aib yang dibenarkan dan diabadikan dalam Al-Quran surah Al-Qashash ayat 26.
      Konsideran pengangkatan Yusuf sebagai Kepala Badan Logistik Kerajaan Mesir yang disampaikan oleh rajanya dan diabadikan pula oleh Al-Quran adalah: “Sesungguhnya kamu mulai hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami” (Yusuf:54)
      Ketika Abu Bakar r.a. menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai Ketua Panitia Pengumpulan Mushaf alasannya pun tidak jauh berbeda: “Engkau seorang pemuda (kuat lagi bersemangat) dan telah dipercaya oleh Rasul menulis wahyu”. Bahkan Allah SWT memilih Jibril sebagai pembawa wahyunya, antara lain, karena malaikat ini memiliki sifat kuat lagi terpercaya. “Sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy, yang ditaati disana (di alam malaikat) lagi dipercaya”. (At-Takwir:19-21)
      Salah satu arti amanat menurut Rasulullah adalah kemampuan atau keahlian dalam jabatan yang akan dipangku: “Amanat terabaikan dan kehancuran akan tiba, bila jabatan diserahkan pada yang tidak mampu”, demikian lebih kurang sabda Nabi. Sahabat Abu Dzar, pernah dinasihati oleh Nabi SAW: “Wahai Abu Dzar, aku melihat engkau lemah. Aku suka untukmu apa aku suka untuk diriku. Karena itu, jangan memimpin (walau) dua orang dan jangan pula menjadi wali bagi harta anak yatim”.
      “Apabila amanat diabaikan, maka nantikanlah kiamat (kehancuran). Mengabaikannya adalah menyerahkan tanggung jawab kepada seseorang yang tidak wajar memikulnya”, demikian salah satu jabaran arti amanat.
      Tidak mudah terhimpun dalam diri seseorang kedua sifat tersebut secara sempurna, tetapi kalaupun harus memilih, maka pilihlah yang paling sedikit kekurangannya, dan lakukan pilihan setelah upaya bersungguh-sungguh untuk mendapatkan yang terbaik. Ketika Imam Ahmad bin Hanbal ditanya tentang dua orang yang dicalonkan untuk memimpin satu pasukan –yang pertama kuat tapi bergelimang dalam dosa dan yang kedua baik keberagamaannya namun lemah– beliau menjawab: “Orang pertama, dosanya dipilkunya sendiri sedangkan kekuatannya mendukung kepentingan umat, dan orang kedua keberagamaannya untuk dirinya, sedangkan kelemahannya menjadi petaka bagi yang dimimpin”. Inilah pertimbangan dalam menetapkan pilihan.
      Anda boleh menetapkan pertimbangan Anda, tapi ingatlah selalu sabda Rasul: “Siapa yang mengangkat seseorang untuk satu jabatan yang berkaitan dengan urusan masyarakat sedangkan ia mengetahui ada yang lebih tepat, maka sesungguhnyaia telah mengkhianati Allah, Rasul, dan kaum Muslim”