Tampilkan postingan dengan label Filsafat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Filsafat. Tampilkan semua postingan

Rabu, 24 Juli 2013

Usaha untuk Meraih Cinta, Sejatinya Beda dengan Usaha untuk Meraih Harta atau Ilmu

Sudah menjadi suatu ketetapan, siapa yang berusaha pasti akan mendapatkan. Usaha dan apa yang kita dapat nantinya, jika digambar pada diagram cartesius, andaikan usaha adalah x dan hal yang kita dapat nantinya itu dimisalkan y, maka akan membentuk suatu grafik yang linear.
Demikian pula dengan cinta. Jika kau ingin mendapatkan cinta sejati dari seseorang, cinta yang karena Allah dan dari Allah, kau juga harus berusaha. Tapi beda loo, usaha untuk meraih cinta dengan usaha untuk meraih harta atau cita-citaa. Di sinilah letak perbedaannya:
-          Jika kau kau ingin mendapat ilmu, usaha paling gampang adalah dengan belajar keras.
-          Jika kau ingin mendapat harta, usaha paling gampang adalah dengan bekerja keras
Ya, sama intinya, usaha yang paling real untuk meraih harta dan ilmu adalah dengan “mendekatinya”. Mengerahkan seluruh jiwa raga untuk mendekat pada harta dan ilmu dengan mengupayakannya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Pertanyaannya adalah, Bagaimana dengan usaha untuk cinta? Cinta yang karena Allah, dari Allah, cinta yang diridloi Allah.
Sebelumnya, kita kupas dulu. Apa itu cinta dari Allah dan  karena Allah? Perlu ditekankan, bukan cinta namanya jika kita terpacu untuk merayunya saat belum halal. Bukan cinta namanya jika kita terpacu untuk memegangnya saat  belum halal. Tapi itu semua adalah nafsu. Mirip memang, tapi sejatinya beda. Setan, dosa, dan kebiasaan lah yang membuat orang menjadi buta dalam membedakan cinta dan nafsu. Cinta itu membangun, tapi nafsu itu merusak. Dan karena kebutaan membedakan cinta dan nafsu inilah yang membuat sebagian orang salah dalam berusaha untuk mendapatkannya.
Dalam usaha untuk meraih cinta, justru ada dua hal yang harus dilewati, menjauh lalu mendekat. Ya, ada kalanya, dalam suatu kondisi, usaha yang benar untuk mendapatkan cinta adalah justru “menjauhi” nya. Mengapa justru menjauhinya? Begini. Karena dalam kondisi yang terlalu dini, mendekati sejatinya justru menyakiti. Apa kamu tega membiarkan orang yang kamu cintai justru lebih menghabiskan malam untuk memikirkanmu daripada memikirkan Allah? Apa kamu tega membuat dia galau dan menangis hanya karena sedetik tak ada kabar darimu? Apa kamu tega menumbuhkan harapan yang belum tentu akan menjadi nyata nantinya? Dengan kata lain jika kau mendekatinya, kau melubangi hijab yang dia tegakkan.

“Kadang kau harus meneladani matahari. Ia cinta pada bumi; tapi ia mengerti; mendekat pada sang kekasih justru membinasakan.” 
 
Salim A. Fillah

Dan juga, prinsip “menjauhi cinta untuk mendapatkan cinta” perlu ditata dengan benar. Menjauhi di sini dengan arti kita tak mengusiknya. Kalau mendoakan? Boleh sekali, jodoh itu memang pilihan Allah, tapi kita boleh memintanya, sebut nama boleh lo. Tapi, jika nanti ternyata Allah tak memberikan cinta seperti pada doa kita, itu karena Allah Maha Tahu. Karena Allah lebih memberikan apa yang kita butuhkan, bukan melulu apa yang kita inginkan.  Dan hal yang tak kalah penting adalah, perbaiki dirimu. Inilah point-nya. Ya, usahamu yang paling real untuk mendapatkan cinta bukan mengsms nya tiap bangun pagi, tapi adalah memperbaiki diri. Di sinilah tampak bagaimana kamu serius atau tidak dalam memperjuangkan cinta Allah dari dirinya. Keistiqomahan untuk terus memperbaiki diri inilah yang akan menjadi ujian bagi kita. Karena pastinya kita punya mimpi, nantinya kita dipertemukan dengan jodoh yang sekufu. Jadi, andaikan kita nanti dipertemukan dengan dia, kita ketemu dalam keadaan yang sudah sama-sama baik.
                                       “Perbaiki diri dulu, biar Allah melihat usahamu”

~ditulis oleh pemuda dengan ujung baju lengan panjang yang selalu tertekuk.

Selasa, 16 Juli 2013

Biarkan Hati (Jantung) Berkata


“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.”

Qolbun, yang dalam bahasa Indonesia berarti hati. Harus disebut qolbun, bukan kalbun. Karena kalbun berarti *maaf anjing. Jadi kalau ada orang bergumam rintihan kalbu, berarti yang merintih siapa? Hehe. Sebenarnya ada kesenjangan asosiasi qolbun dengan hati. Qolbun dalam bahasa Inggris bermakna heart. Heart = hati. Padahal qolbun atau heart merujuk ke sebuah organ yang paling peka terhadap perubahan emosional si empunya. Organ tersebut ialah jantung, bukan hati. Secara medis, hati adalah organ yang berfungsi sebagai tempat penetralisir racun. Selain itu, jika ada remaja *ababil* bilang sakit hati, yang dia pegang bagian dada kiri atau pinggang kanan? Dada kiri kan. Karena disana adalah letak jantung. Sedangkan hati berada di pinggang  kanan. Kan ya lucu juga kalau ada remaja ababil bilang sakit hati sambil berkacak pinggang.
Jantung ibarat sebuah alaram yang selalu memberi tahu kondisi tubuh secara realtime. Ketika tubuh ini merasa emosional (takut, gelisah, panik, ataupun terancam), aktivasi saraf simpatis langsung mendominasi jantung. Hal ini berakibat pada jantung yang menjadi berdebar-debar. Hal ini juga berlaku pada tindakan yang berpotensi menyebabkan diri ini terancam di kemudian hari. Misalnya saat kita mencontek atau mencuri. Hayo, jantung berdetak kencang g? Upss. . Akan tetapi ada kalanya ketika tubuh mengalami kondisi terancam  tersebut, jantung ini biasa saja. Dia tidak menampakkan tanda alaram tubuh berupa detak kencangnya. Kenapa bisa demikian? Sebelum kita urai, ada baiknya kita memaknai kata indah berikut ini
“Hati (jantung) selalu berkata yang benar, tetapi kata hati lambat laun tidak terdengar oleh tubuh karena tertutup oleh dosa dan pembiasaan.”
Saat otak menangkap sinyal kalau tubuh sedang mangalami fase emosional dan cenderung mengarah ke kondisi terancam (sebagai contohnya adalah mencontek), serabut saraf simpatif langsung mempersarafi organ-organ dalam tubuh. Serabut post ganglioner saraf simpatis (yang dekat dengan organ) dipenuhi oleh neurotransmitter noradrenalin / norepinephrin. Zat inilah yang menstimulasi berbagai organ untuk menuju fase pertahanan diri. Sebagai contoh, berkurangnya produksi air ludah, hipomotilitas usus, relaksasi otot kandung kemih, vasodilatasi arteria coronaria, dan yang paling terlihat jelas adalah jantung yang berdetak kencang.
Tetapi, saat mencontek itu menjadi kebiasan. Jantung seakan tak memberi alaram pertahanan. Kenapa? Karena pembiasan akan dosa-dosa tersebut seakan menutupi jantung. Sehingga jantung menjadi tidak peka lagi terhadap rangsangan simpatis. Kita ambil contoh, jika dalam kondisi normal 1  saraf simpatis bisa membuat jantung kita berdetak kencang. Tetapi saat kondisi tersebut telah menjadi kebiasaan, dibutuhkan lebih dari 1 saraf simpatis. Padahal tubuh telah tersetting untuk menangapi kondisi terancam sesuai porsi normal. Sehingga bukan suatu keanehan jika orang yang biasa mencontek dan mencuri tidak merasa aneh dalam tubuhnya. Menganggap hal buruk tersebut sebagai kebiasaan yang tak akan memicu jantung untuk berdetak kencang.
Tetapi diluar semua proses mekanisme “pertahanan” tubuh kita tersebut, terdapat sebuah kekuatan abadi yang bisa mengatur jantung untuk jadi apapun yang Ia mau. Kenapa bisa begitu? Karena di jemariNya lah hati (jantung) kita ini berada. Tetap menajadi yang Ia suka agar qolbun ini selalu menuntun tuk jadi pribadi yang lebih baik. Sebagai contoh, saat kita mendengar firmanNya dibacakan, hati ini sudah bergetar belum? Getaran ini bukanlah suatu fase emosianal pertahanan. Getaran ini lebih tepat disebut sebagai fase emosional rasa syukur seorang hamba. Bagaimana caranya menggetarkan hati sebagai wujud syukur? Cukup dengan melakukan perintahNya dan menjauhi laranganNya.


“Tidak ada satu hati pun kecuali ia berada di antara dua jari dari Jari-Jemari Rabb semesta alam.”

Sabtu, 01 Juni 2013

Filsafat : Sebuah Seni Melihat Kehidupan Secara Lebih

Sebuah hasil renungan penulis yang telah cukup lama tersimpan
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.

Sabtu, 11 Mei 2013

SEMAR in LOVE

Kita beruntung. Orang lain jatuh cinta karena tahu kelebihan masing-masing. Kita jatuh cinta justru karena tahu kekurangan masing-masing.


Pada suatu ketika Bambang Manumayasa, pertapa sakti nan ganteng kaget atas kedatangan manusia yang aneh. Dia tampak sebagai lelaki tetapi berpayudara besar, tua berjenggot tapi berkuncung bagai anak-anak, gemuk, dan pantatnya subur semlohai. Ia datang terengah-engah karena dikejar oleh 2 ekor harimau kumbang. Manumayasa seger mengambil busurnya dan membentangkan anak panahnya. Anak panah melesat sekaligus  menembus kepala kedua harimau tersebut. Merekapun mati.  Tanpa diduga, harimau tersebut badar (berubah) menjadi wujud aslinya sebagai bidadari yang amat cantik jelita.

Rabu, 20 Maret 2013

Hastabrata : Hendaknya Pemimpin Bangsa Memahaminya


"dene wajibe nata, berbudi bawa leksana"
(sedangkan kewajiban seorang raja, memiliki akhlak yang disebut berbudi bawa leksana)
Sebagai seorang Top Level Manager, tak jarang ditemui kejadian yang membutuhkan perhatian khusus dan membingungkan. Begitu pula seorang pemimpin dalam sebuah organisasi yang selalu dituntut untuk bersikap bijak dan adil dalam menghadapi berbagai permasalahan. Jika pemimpin itu tak punya pegangan yang kuat, dia bersama organisasi yang dipimpinnya cepat atau lambat pasti akan menemui kehancuran. Oleh karena itu, hampir semua pemimpin berbondong-bondong mencari teori kepemimpinan yang paling baik dan tepat untuk diterapkan.