“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati,
teguhkan hati kami di atas agama-Mu.”
Jantung ibarat sebuah alaram yang
selalu memberi tahu kondisi tubuh secara realtime. Ketika tubuh ini merasa emosional
(takut, gelisah, panik, ataupun terancam),
aktivasi saraf simpatis langsung mendominasi jantung. Hal ini berakibat pada
jantung yang menjadi berdebar-debar. Hal ini juga berlaku pada tindakan yang
berpotensi menyebabkan diri ini terancam
di kemudian hari. Misalnya saat kita mencontek atau mencuri. Hayo, jantung
berdetak kencang g? Upss. . Akan tetapi ada kalanya ketika tubuh mengalami kondisi
terancam tersebut, jantung ini biasa
saja. Dia tidak menampakkan tanda alaram tubuh berupa detak kencangnya. Kenapa bisa
demikian? Sebelum kita urai, ada baiknya kita memaknai kata indah berikut ini
“Hati
(jantung) selalu berkata yang benar, tetapi kata hati lambat laun tidak terdengar
oleh tubuh karena tertutup oleh dosa dan pembiasaan.”
Saat otak menangkap sinyal kalau
tubuh sedang mangalami fase emosional dan cenderung mengarah ke kondisi terancam (sebagai contohnya adalah
mencontek), serabut saraf simpatif langsung mempersarafi organ-organ dalam tubuh.
Serabut post ganglioner saraf simpatis (yang dekat dengan organ) dipenuhi oleh
neurotransmitter noradrenalin / norepinephrin. Zat inilah yang menstimulasi
berbagai organ untuk menuju fase pertahanan diri. Sebagai contoh, berkurangnya
produksi air ludah, hipomotilitas usus, relaksasi otot kandung kemih, vasodilatasi
arteria coronaria, dan yang paling terlihat jelas adalah jantung yang berdetak
kencang.
Tetapi, saat mencontek itu menjadi
kebiasan. Jantung seakan tak memberi alaram pertahanan. Kenapa? Karena pembiasan
akan dosa-dosa tersebut seakan menutupi jantung. Sehingga jantung menjadi tidak
peka lagi terhadap rangsangan simpatis. Kita ambil contoh, jika dalam kondisi
normal 1 saraf simpatis bisa membuat
jantung kita berdetak kencang. Tetapi saat kondisi tersebut telah menjadi
kebiasaan, dibutuhkan lebih dari 1 saraf simpatis. Padahal tubuh telah tersetting
untuk menangapi kondisi terancam sesuai porsi normal. Sehingga bukan suatu
keanehan jika orang yang biasa mencontek dan mencuri tidak merasa aneh dalam
tubuhnya. Menganggap hal buruk tersebut sebagai kebiasaan yang tak akan memicu
jantung untuk berdetak kencang.
Tetapi diluar semua proses mekanisme
“pertahanan” tubuh kita tersebut, terdapat sebuah kekuatan abadi yang bisa
mengatur jantung untuk jadi apapun yang Ia mau. Kenapa bisa begitu? Karena di
jemariNya lah hati (jantung) kita ini berada. Tetap menajadi yang Ia suka agar
qolbun ini selalu menuntun tuk jadi pribadi yang lebih baik. Sebagai contoh,
saat kita mendengar firmanNya dibacakan, hati ini sudah bergetar belum? Getaran
ini bukanlah suatu fase emosianal pertahanan. Getaran ini lebih tepat disebut
sebagai fase emosional rasa syukur seorang hamba. Bagaimana caranya
menggetarkan hati sebagai wujud syukur? Cukup dengan melakukan perintahNya dan
menjauhi laranganNya.
“Tidak ada satu hati pun kecuali ia berada di antara dua jari dari
Jari-Jemari Rabb semesta alam.”
yah wajar di Indonesia, penggunaan kata 'hati' lebih lazim daripada 'jantung' sih hehe
BalasHapusente pengguna apa gan?? haha
Hapus