Bidadari bisa
cemburu, bukan hanya karena elok paras dan perangaimu, namun mungkin juga
karena pangeran disandingmu.
Selamat malam
Dinda, rembulan malam hari ini tetap seperti biasa. Muncul malu-malu dari balik
gerombolan awan yang berarak-arak hitam ditutupi kelam. Cahayanya sayup-sayup
lembut menerpa wajahku dengan sinar yang menenteramkan, aku yakin sinarmu kelak
jauh lebih lembut daripada sinar Rembulan malam ini Dinda. Tak ayal jika nanti
Rembulan dan gemintang mencemburui sinarmu yang elok nan syahdu menerpa rona
wajahku yang sedang duduk di punggung bumi sambil membasahkan ayat-ayat yang
merdu untuk-Nya dan untukmu.
Tahukah engkau
Dinda, setiap masa demi masa penduduk bumi senantiasa menambahkan jumlahnya
satu persatu, hingga saat ini sekitar 7,1 milyar orang menginjakkan kakinya di
kulit bumi yang usianya makin usang. Jumlah lelakinya tak kurang dari 3,5 milyar,
dan diantara lelaki-lelaki itu ada aku. Lebih mengerucut di negeri dengan
populasi terbesar nomor 4 ini dengan jumlah populasinya yang mencapai 251 juta,
dan lihatlah diantara 120-an juta pria didaamnya ada aku pula. Begitu banyak
pria-pria di muka bumi ini, tapi saksikanlah Dinda bahwa aku adalah satu dari
sekian wajah-wajah yang terus menyebutmu dalam doa disepertiga malamku.
Lihatlah Dinda,
dari banyak pria-pria itu tentulah mereka semua tak sama, mereka pasti berbeda,
begitupun aku. Pun aku juga memahamimu, tak ada wanita yang serupa dengamu, tak
ada yang menyamaimu, dan pasti kau berbeda dengan yang lain. Tapi kita disini “sama”
Dinda, aku dan kau berdiri pada kufu
dan maqom yang sama sepertimu. Hanya
tinggal menunggu waktu saja atas penantian kita yang berseru dan menderu malu
pada diam. Aku akan menemukanmu, dan engkau akan menemukanku. Janji Allah
disuratnya yang “Bercahaya” di ayat ke-26 itu akan berdiri kokoh tanpa gentar
mempertahankan “kesamaan” kita, bukan begitu?
Tak ada yang
perlu kau risaukan saat ini dinda, tak usah kau bingung pria seperti apa yang
akan membantu menopang seluruh kesedihanmu, yang mengasihimu dalam buaian
syahdu, yang menemani siang dan malammu, yang bersedia mencicipi masakanmu
tanpa rasa kelu, yang menjagamu beserta anak-anakmu, yang bersanding tawa
kebahagiaan disampingmu atau bahkan yang akan bersedia menahan seluruh beban
hidupmu dengan kaki-kakinya. Karena itu adalah aku. Aku yang akan menjaminkan
semua itu untukmu Dinda. Tak perlu ada kekhawatiran apapun bagimu bukan? Karena
aku telah bersedia mengorbankan segenap nyawaku untukmu kelak.
Dinda, apa kau
pernah mendengar nama ‘Abdurrahman Ibn ‘Auf? Dia adalah salah satu dari sekian
orang terkaya di zaman Rasulullah dulu. Hartanya ta terkira, sedekahnya luar
biasa. Kisaran sedekahnya bisa mencapai 40.000 dinar sekali bagi. Dan apabila
coba dirupiahkan bisa mencapai 42,5 milyar, jumlah yang lumayan fantastis bukan
untuk sekali sedekah. Bahkan apabila halal 1000 istri baginya, tak akan
berkurang harta-hartanya. Tapi aku tak sekaya dia Dinda, dan cukuplah memiliki
satu istri seperti dirimu telah mengayakan hatiku. Aku mungkin tak akan pernah
bisa memanjakanmu dengan harta yang menjulang dan melimpah bak gunung uhud.
Bukankah lebih dari cukup ketika nanti hartaku sudah telah menutup untuk
memberikan kehidupan sederhana namun mengayakan akhirat kita kelak. Akan aku
jaminkan bahwa kau akan merasa kaya karena telah memilikiku Dinda.
Kemudian aku
ingin berkisah pula padamu Dinda tentang seorang pemuda asal persia,
Salman Al-Farisi namanya. Sejak kecil ilmu tentang teknik dan perang sudah ia
telan. Siapa yang tak kenal kecerdasannya dalam strategi perang? Siapa yang
paling tak bisa lepas dari cerita perang khandak? Tentulah dia, Salman pemuda
yang amat sangat cerdas dengan idenya menggali parit di sekitaran daerah
terbuka yang mengelilingi Madinah. Rasulullah pun mengakui tingkat pemikiran
pintarnya. Mungkin aku tak sejenius dan secerdik Salman sehingga ia mendapa
tempat disanding Rasulllah untuk menyiarkan agama-Nya. Namun bekal otak yang
melekat dikepalaku ini rasa-rasanya cukup untuk bersanding denganmu Dinda, dan
kemudian kita berdua bersama-sama melangkah pasti menyebarkan “amar ma’ruf nahi mungkar” sesuai
tuntunan-Nya. Keindahan yang sederhana bukan untuk sekelas pemikiran pria
sepertiku. Aku yang akan menjaminkan ilmuku ini cukup untuk kehidupan kita
berdua kelak Dinda, di dunia maupun akhiratmu.
Lalu aku akan akan
sedikit berkisah tentang pria yang kuat lagi pemberani, apa Dinda sudah pernah
mendengar tentang putra Walid Ibn Al-Mughirah yang bernama, Khalid Ibn
Al-Walid? Siapa yang tak kenal tentang kekuatannya, musuh-musuh Rasulullah pun
kelu lidahnya menyebut nama Khalid. Bahkan tak berlebihan apabila ia dijuluki
Syaifullah Al-Maslul yang berarti “Pedang Allah yang terhunus” karena prestasinya dalam
menakhlukkan timur tengah dan sekitarnya dalam naungan Islam. Tapi apakah aku
sekuat itu Dinda? Tentu tak mungkin. Namun sudah cukup bukan ketika aku berdiri
digarda depan untuk untuk senantiasa menjadi pedang yang terhunus menjaga
kehormatanmu Dinda. Mempertaruhkan nyawa untuk menjaga setiap jengkal kemuliaan
keluarga kita.
Ya itulah diriku Dinda, diriku yang apa adanya.
Tak sekaya 'Abdurrahman Ibn 'Auf, tak sepintar Salman Al-Farisi, tak sekuat Khalid
Ibn Al-Walid. Tapi aku disini dengan keluarbiasaanku, dengan keistimewaanku,
dan dengan segenap potensiku mengabdikan hatiku untuk-Nya dan untukmu Dinda.
Kau akan melihat ribuan atah bahkan jutaan bidadari surga yang turun dari
nirwana hanya untuk mencemburuimu, mencemburui karena kau yang memilikiku,
mencemburui karena kau berhasil menawanku, mencemburui kebersamaan kita. Jadi
tak perlu kau khawatirkan siapa pendampingmu kelak, karena itu aku. Dan aku
yang kelak pasti akan jauh lebih luar biasa dari pada aku yang sekarang. Dan
petemuan kita nanti yang akan mempertemukanmu dengan aku yang paling luar
biasa. Nantikan aku Adindaku, karena Bidadari langit akan cemburu padamu.
Aku bermimpi
melihatmu menari dalam tidur
Engkau dibawa
malaikat melesat dari langit lapis tujuh
Dengan tabir
sepotong kain sutera membalut kecantikanmu
Lalu malaikat
berkata padaku,”Ini istrimu!”
Secepat kilat
malaikat kepakkan sayap kembali ke langit.
Lalu kubuka
tabir itu, tampakalah wajah merah dan sorot lembut matamu
Dan ternyata itu adalah engkau Dinda
0 komentar:
Posting Komentar