Artikel ini adalah artikel lanjutan dari "Apakah Pendidikan Afektif Memang Sudah Tak Lagi Penting?", yang belum baca silahkan klik disini
Kenapa saya membuat artikel lanjutannya? Karena disini saya tak hanya memaparkan masalah, namun juga menawarkan solusi agar mahasiswa juga turut peran serta mengubahnya. Solusi yang memang benar-benar saya lakukan dan bukan sebuah ide belaka.
Nurani Yang Terketuk
Kalau
ditanya solusi apa untuk sistem pendidikan yang ideal untuk menciptakan sumber
daya manusia tak hanya pintar dan terampil bekerja namun juga bermoral dan
beretika, tentunya kementrian pendidikan lebih meningkatkan upaya perbaikan
moral melalui pendidikan formal. Konkretnya seperti apa saya yakin para
profesor, pakar, dan ahli di kementrian pendidikan sudah digaji oleh negara
memakai uang rakyat untuk memikirkan sistem yang paling pas nantinya. Tugas mahasiswa
cuma bisa mengingatakan. Semoga kajian kurikulum yang senantiasa burubah-ubah
saat ini adalah bagian proses untuk menuju sistem yang ideal tersebut. Tapi apa
saya tinggal diam dengan sistem yang ada sekarang ini? Tentu tidak. Karena saya
juga punya porsi untuk andil dalam perubahan ini.
Karena
saya cuma mahasiswa dan bukan profesor, maka porsi yang bisa saya ubah pun tak
sebesar para profesor, pakar, dan ahli di kementrian pendidikan. Berbekal
nurani yang terketuk melihat demoralisasi para pemuda negeri ini saya mau tak
mau juga harus turut serta dalam merubah ini semua, tentu saja sesua porsi dan
kemampuan saya.
Lingkaran Kos Binaan
Kos
Binaan atau yang lebih sering disebut “Kosbin” adalah salah satu program Intelectual Moslem Community (IMC) yang
dimanajerisasi oleh Nurul Huda Islamic
Center UNS. Sistem ini
menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membentuk karakter mahasiswa. Jadi
didalam Kosbin ini ada dua tingkatan mahasiswa yang terlibat, kakak pembina dan
adik binaan. Kakak pembina disini memiliki otonomi dan bertanggung jawab
terhadap keadaan Kosbin, mulai dari menciptakan sistem didalam Kosbin, menjaga
kekeluargaan antar penghuninya, membentuk karakter yang bermoral, membimbing
agar adik-adik memiliki academic power
yang mumpuni, dan menyiapkan generasi pemimpin dari adik binaannya.
Disinilah
nurani saya yang merasa gelisah turut andil untuk mengelola Kosbin, karena
sebelumnya saya juga hasil didikan Kosbin. Bermodal soft skills sebagai Presiden BEM FK UNS saya mengajak sejawat saya
yang juga Ketua UKM CIMSA UNS untuk menyewa sebuah rumah dengan 11 kamar
didalamnya, 2 untuk kami sebagai pembina dan 9 kamar lain untuk adik-adik
binaan kami. Khusus untuk kos kami ini hanya diperuntukkan bagi mahasiswa
kedokteran bergender laki-laki. Untuk
yang perempuan juga ada pengelolanya sendiri, pun untuk tiap fakultas juga
memiliki Kosbin masing-masing.
Di lingkaran
Kosbin ini pendidikan afektif kami tularkan untuk adik-adik melalui kegiatan
kerohanian sehari-hari, mulai dari sholat 5 waktu berjamaah, sholat tahajud,
sholat dhuha, mengaji bersama, puasa sunnah, kajian ilmu islam, dan berbagai
macam kegiatan rohani lainnya. Selain itu pendidikan afektif tentang manajemen
perasaan juga kami tularkan lewat diskusi dan obrolan ringan sehari-hari,
menularkan bagaimana bersikap dan beretika, menularkan bagaimana manajemen diri dan emosi, dan bagaimana cara
bermasyarakat yang baik. Tak lupa juga kami juga menularkan soft skills untuk
bekal kehidupan mereka sehari-hari mulai dari time management, academic
power, team building, leadership, dan berbagai macam bekal
lain yang tak mereka dapat di bangku kuliah. Pada dasarnya kami mengkompensasi
sistem pendidikan afektif yang tak mereka dapat dari pendidikan formal di
kampus melalui pendidikan informal di lingkungan Kosbin. Sayangnya Kosbin
seperti ini tak banyak, semoga dalam waktu dekat ini akan lebih banyak
mahasiswa-mahasiswa super yang terinspirasi untuk mengelola Kosbin-kosbin yang
lain.
Lingkaran Mentoring
Selain
memfasilitasi pendidikan afektif adik-adik melalui Kosbin, saya juga berusaha
mengkompensasi kebutuhan afektif mereka melalui mentoring. Sistem mentoring yang
saya lakukan ini ada dua macam, yang dikelola oleh Biro Asistensi Agama Islam
(AAI) UNS dan yang saya kelola dengan inisiatif sendiri dalam bentuk grup
diskusi kecil. Mungkin program mentoring ini sudah sering kita temui dibanyak
tempat, namun sangat disayangkan kalau mentoring ini hanya sebagai sarana
transfer ilmu satu arah dari mentor ke binaannya. Justru mentoring ini apabila
dikelola dengan benar bisa menjadi diskusi banyak arah dan sebagai sarana “percepatan
kedewasaan”. Kedewasaan ini, sangatlah luas, bisa jadi, kedewasaan dalam keyakinan
beragama, kedewasaan dalam berorganisasi dan bermasyarakat, kedewasaan dalam
berilmu sesuai pilihan kompetensinya, kedewasaan dalam menyikapi masalah,
kedewasaan dalam mengambil keputusan, bahkan kedewasaan dalam bergaul dan mengenal
karakter manusia. Disinilah kita bisa mengkompensasi kerongkongan pemuda negeri
ini yang haus akan pendidikan afektif.
Didalam
lingkaran ini patutnya seorang mentor tak hanya mengajarkan kedewasaan dalam
berislam saja, namun juga kedewasaan-kedawasaan lain seperti yang telah saya
sebutkan sebelumnya diatas. Saya coba pahami satu-persatu karakter adik-adik
binaan saya, dan mencoba mengembangkan sesuai minat, bakat, dan potensi mereka.
Yang memiliki potensi belajar Islam kita
arahkan untuk mengikuti Lembaga Dakwah Kampus (LDK), yang cakap berorganisasi
kita arahkan terjun di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), yang meiliki bakat
menulis kita arakan ke UKM kepenulisan dan peneltian, dll. Namun untuk menjadi
mentor yang ideal juga tidaklah mudah, kita sebagai mentor juga harus
senantiasa mengupgrade ilmu kita
sendiri, tapi yang pasti kita sebagai mahasiswa tak boleh hanya diam dan
menunggu perubahan, harus ada peran serta untuk mendidik negeri ini.
Indonesia Masa Depan
Terkadang
timbul sedikit penyesalan ketika saya hanya menjadi bagian dari sebuah sistem kecil
ini, tapi saya percaya suatu saat nanti saya ataupun adik-adik binaan saya akan
punya kesempatan untuk ikut andil dalam perubahan sistem yang lebih besar unuk
mewujudkan mimpi besar mebangkitkan gairah negeri ini. Saya terus berharap dan
masih yakin bahwa negeri ini tak lama lagi akan bangkit. Tak lain dan tak bukan
bangkit karena pemuda-pemudanya yang luar biasa. Pemuda-pemuda yang tak hanya memiliki
otak yang cemerlang dan memiliki etos kerja nyata yang baik, namun juga
pemuda-pemuda yang berbudi pekerti luhur, bermoral tinggi, berperangai santun,
lagi beretika mulia.
Jika
Soekarno punya mimpi untuk mengguncangkan dunia dengan 10 pemuda, saya juga
punya satu hal yang terus saya tanamkan pada adik-adik ketika kami duduk
melingkar bersama “Lingkaran kecil yang
kita buat saat ini suatu saat akan melingkari dunia, kita adalah pemuda dan
kitalah pemilik masa depan dunia”.
saya suka statement terakhir kamu.
BalasHapuskita adalah pemuda dan kitalah pemilik masa depan dunia.
Matur nuwun, semangat pemuda!
Hapus