Mengapa tulisan
pertama saya yang berjudul “belajar dari panelis senior” itu saya buat?
Tulisan itu saya
buat sebagai tanggapan atas berita yang muncul sebelumnya. Anda tahu lah berita
yang mana. Berita itu terlalu menggiring pembaca untuk tidak memilih capres-cawapres
kita bersama, karena –menurut pesan tersirat dari berita itu-, berdasarkan
debat kemarin, pasangan capres-cawapres itu
terlihat sebagai calon yang tidak layak untuk dipilih. Terbukti dari
jawaban yang “tidak keren” atas “pertanyaan keren” yang diajukan salah satu
panelis.
Boleh nggak
berita kayak gitu? Ya itu mah terserah yang menulis, kan? Semua orang mempunyai
hak untuk ber-opini dan menggiring orang untuk mengamini opininya. Maka sekali
lagi, itu urusan mereka.
Nah sama juga,
tulisan itu saya buat sebagai penyeimbang. Agar pembaca menyadari, bahwa
poin-poin yang digunakan dalam berita tersebut untuk menggiring pembacanya agar
tidak memilih, sebenarnya tidak layak kita amini bersama-sama. Ada beberapa
potongan berita yang sengaja tidak dimasukkan kedalamnya, sehingga berita menjadi
tidak lengkap, dan imajinasi publik juga ikut-ikutan terkorup. Dan itulah cara
untuk menggiring opini para pembaca, dengan berita yang tidak penuh serta terpotong-potong.
Lalu kenapa di
tulisan pertama saya, saya juga tidak melengkapi kontennya? Diawal tulisan
tersebut saya sudah mengatakan bahwa, tulisan itu dibuat sebagai respon atas
berita yang muncul sebelumnya. Maka, saya hanya membahas hal-hal yang juga dibahas
di berita sebelumnya. Lebih tepatnya, membandingkan. Agar pembaca mempunyai
sudut pandang yang lebih luas,
dan
tidak serta merta mengamini apa yang ditulis si pembuat berita.
Dan di tulisan
ini, saya akan melengkapinya. Singkat saja. Tapi ini penting.
Setelah
“menghajar” habis-habisan sang capres-cawapres dengan pertanyaan unik dan
mematikan, mas bowo, sang panelis
senior yang menjadi aktor di perbincangan kita, memberikan
konklusi yang membuat panggung debat riuh dengan tepuk tangan. Beliau mengatakan:
“dari sekian
banyak yang nonton, yang punya nyali, yang siap dan berani ya kedua
capres-cawapres yang di depan.”
Di akhir debat
itu beliau juga menyadarkan
kepada kita pentingnya memilih. Terlepas dari apa yang beliau sampaikan
sebelumnya bahwa andai beliau jadi mahasiswa UNS beliau tidak akan memilih –ini
yang dijadikan jurus bagi si
penulis berita agar kita tidak memilih-, beliau tetap mengajak kepada kita
untuk menghormati keberanian empat rekan kita yang mau memperjuangkan nasib
kita bersama. Caranya? Ya dengan memilih mereka! Hebat!
Jadi inti dari
tiga tulisan yang saya sampaikan selama hiruk pikuk pemira kali ini adalah:
Mereka berempat itu adalah orang yang dengan rela mewakafkan diri mereka, waktu
mereka, harta mereka dan bahkan mungkin jiwa mereka untuk kebaikan kita
bersama, dan untuk
kebaikan UNS kita tercinta. Maka hargailah mereka, dengan mendukung mereka
disaat ini (pemira) dan mengawal kerja-kerja mereka disaat nanti (setelah
terpilih). Yok, kalau semua urusan digarap bareng-bareng, kan dadi gayeng to
cah? Hehe.
Selamat mencoblos ya.. Ingat, 17-18
desember 2014. #rockyourvote
Muhammad Syukri
Kurnia Rahman
*Tulisan
pertama saya: https://www.facebook.com/notes/mohammad-syukri/belajar-dari-panelis-senior/910984905579026
*Tulisan
ketiga saya: Ya yang
kita baca ini. Hehe
0 komentar:
Posting Komentar