Semua orang memiliki
waktu yang sama 24 jam sehari, 168 jam seminggu, 672 jam sebulan, dan seterusnya.
Namun setiap orang memanfaatkan waktunya dengan cara yang berbeda-beda, entah
itu untuk hal yang bermanfaat maupun yang tak bermanfaat. Mereka semua punya
caranya masing-masing, begitu pula aktivis, orang-orang yang punya waktu lebih
untuk bermanfaat untuk orang lain, mengabdi untuk negaranya, dan mempersembahkan
yang terbaik untuk agamanya. Entah ia berkecimpung dalam aktivitas politik,
dakwah, pengabdian masyarakat, dan apapun itu yang pasti aktivis selalu mencoba
melakukan yang terbaik dalam hal baik serta berusaha bermanfaat untuk semuanya,
begitupun aku.
Terlepas dari kegiatan
akademis di Fakultas Kedokteran yang sudah sangat cukup melelahkan, rasanya tubuh
ini tak patut berdiam dan termangu menatapi segala carut-marut masalah kampus
yang tak akan pernah selesai tanpa suatu pemikiran dan tindakan. Problem yang
di hadapi pergerakan mahasiswa Fakultas Kedokteran setiap tahun selalu sama,
sedikit orang yang mau mencucurkan keringatnya untuk suatu perubahan yang bisa
dinikmati bersama, dan banyak orang yang rela pikirannya dibebani hanya untuk
hal-hal akademis tanpa mau berpikir kemaslahatan umat.
Miris sekali melihat
ketimpangan ini, malu rasanya kalau-kalu di akhirat nanti ketemu Mas Elang
Mulia Lesmana dkk. yang tak hanya berkorban keringat, tapi hingga nyawa. Malu
nggak sih kalau Mas Elang nanya ke kita, “Aku dulu tak pernah berniat mati
dalam aksi, tapi Tuhan menakdirkan nyawaku menjadi bukti keberanian dan
loyalitas mahasiswa untuk negeri ini. Tak adakah sesuatu yang bisa kau lakukan
selain diam mendengar sejarah tentang namaku dan kawan-kawanku?”.
Seketika itulah aku
terbangun dari mimpi semu tentang kemajuan tanpa adanya usaha, aku hanya mahasiswa tingkat 2 yang belum mengerti carut-marut
birokrasi kampus, usiaku masih terlalu muda untuk mengerti dan memahami semua
itu. Tak terbersit keinginan sedikit pun untuk menjadi mahasiswa aktivis FK, dan aku ingin pemilu benar-benar menjadi salah satu tonggak demokrasi di fakultasku agar semua berjalan sebagaimana
mestinya, aku tak mau aklamasi calon tunggal terjadi yang imbasnya tak ada
pemilihan umum dan apatisnya mahasiswa FK akan menjadi semakin apatis. Tapi
nampaknya Tuhan berkehendak lain, nampaknya memang benar apa kata salah satu kawanku, “Amanah adalah urusan antara kita dengan Allah, bukan apakah
kita pantas atau tidak karena sepantas apapun
engkau mengemban amanah tersebut, apabila Allah tidak berkehendak, maka Dia
tidak akan memberikaannya”. Namaku keluar dari hasil pemilu, apakah aku bangga? Tentu saja tidak, karena pasti banyak sekali
tanggung jawab yang harus aku pegang kedepannya, aku di akselerasikan, dan aku
dituntut lebih dari apa yang aku rencanakan sebelumnya. Shock therapy untuk seluruh civitas akademika, mereka berpikir
bahwa ini semua di luar skenario, tapi aku percaya bahwa ini semua telah
dibingkai indah dalam skenario-Nya yang tak berjudul.
Kini
hari-hariku berubah, mau tak mau aku harus mencurahkan pikiran, tenaga, dan
segala yang aku miliki untuk organisasiku tercinta, BEM FK. Aku selalu
percaya bahwa malaikat di pundak kananku mencatat semua
kebaikan dalam setiap tetes keringatku, setiap hembusan nafasku, dan setiap
degup jantungku. Dan Dia yang memberiku amanah ini pasti tak akan tinggal diam
ketika aku terseok-seok atau terkapar dalam lautan permasalahan.
Banyak orang yang
menyorotiku dari segi usia dan kematangan berpikir, kebanyakan berpikir bahwa
aku hanyalah anak ingusan kemarin sore yang sok ingin jadi pahlawan kesiangan. Kawan,
negara ini memang negara demokratis, ratusan atau bahkan ribuan mahasiswa FK
yang menyuarakan aspirasinya tersebuat tak sebanding dengan kekuasaan Tuhan
ketika Dia sudah mengangkat suara dan menentukan “kun fayakun”, manusia tak
bisa apa-apa. Seberapapun orang yang mau menghujatku tak akan pernah bisa
ketika Tuhan memang menakdirkanku berdiri dalam posisi ini, Dia yang meneguhkan
kedudukanku dan Dia pula yang akan menjatuhkanku ketika aku tak bisa
menjalankan amanahku dengan baik. Kini aku wajib menjawab semua hujatan dan
tantangan tersebut, aku memang anak kecil tapi aku berhak berpikir dan bersuara
layaknya orang-orang dewasa dengan kematangan organisasi yang aku miliki.
Duniaku sebagai seorang aktivis kampus aku mulai disini.
Banyak hal yang perlu
aku evaluasi, banyak hal yang perlu aku perbaiki, dan banyak hal pula yang
menunggu aksiku. Aku memang hanya manusia udik yang mencoba merubah segala hal
layaknya orang yang punya kuasa, tapi seberapa burukpun orang memandang, itu
hanyalah kerikil kecil yang tak terlalu penting untuk digubris, yang paling
penting disini adalah aku harus bisa menyingkirkan batu karang yang menghalangi
setiap orang menjadi aktivis, agar lebih banyak lagi orang yang mampu
meringankan bebanku. Bayangkan jika semua mahasiswa mau mencoba membuka
pikirannya untuk saling bermanfaat satu sama lain, berinisiatif untuk
perubahan, dan punya rasa empati yang besar untuk bangsa ini. Tak akan ada
cerita aktivis itu kerjanya berat dan kurang kerjaan, aktivis itu mereka yg
bisanya cuma demo, aktivis itu mereka yang sering bolos kegiatan akademik, tau
nggak sih para aktivis melakukan itu semua untuk kalian para orang-orang
apatis??? Coba kau bayangkan kawan ketika semua orang apatis seperti dirimu dan
tak ada mahasiswa yang mau berkorban nyawa seperti Mas Elang, apa mungkin
negeri ini bisa keluar dari diktatorisme pemerintahan orde baru?
Ayolah kawan, seberapa
tak mampunya dirimu mengalahkan pemikiranmu sendiri untuk tak apatis, pasti kau
mampu melakukan hal kecil untuk negeri ini. Kalau kata Aa’ Gym, “Perubahan itu
dimulai dari diri kita sendiri, mulai dari sekarang, dan mulai dari hal-hal
yang kecil”. Ayo kita bersama-sama mulai peka dan mengktifkan diri kita
masing-masing, aktivis itu bukan orang yang suka demo, bolos kuliah, dan
membuang waktu dengan percuma, tapi lebih ke orang-orang yang punya inisiatif
untuk perubahan lebih baik. Kalau kau tak suka cara-cara tadi dan tak mampu
bersuara, kau mungkin bisa menyampaikannya lewat tulisan tanganmu, lewat
perhatianmu, atau bahkan lewat doa-doamu untuk kawan-kawanmu yang berjuang
untuk bangsa ini.
Aku ingin 1 tahun
kedepan, atu mungkin 5 tahun kedepan, kalau masih tak bisa ya 10 tahun kedepan
lah, atau bahkan seratus tahun lagi, semua orang bisa menjadi aktivis. Dalam
hal apapun itu, dan dengan jalan apapun ia menempuhnya yang pasti aku ingin
semua orang bisa jadi aktivis, seberapapun kecil hal yang ia lakukan paling tidak
itu meringankan kinerja aktivis-aktivis yang sekarang ini masih dirasa terlalu
berat.
̴
Aku masih ingin bermimpi seandainya semua orang mau jadi aktivis ̴
“Sesungguhnya di tangan para pemudalah
urusan-urusan umat, dan di derap langkah kakinya lah hidupnya umat”
0 komentar:
Posting Komentar