----Tapi itulah mereka. Mereka
tergerakkan oleh ruh. Mereka bekerja dengan ruh-ruh di dalam jasadnya.
Kegagahan mereka bukan karena bidangnya dada yang mereka punya. Kerja-kerja
besarnya tak pernah tersandarkan pada kuatnya fisik mereka. Maka selemah apapun
mereka di mata manusia, dunia akan tetap menuliskan namanya diantara jajaran
orang hebat. Karena dunia hanya melihat kerja besar yang dia selesaiakn, bukan
dengan apa dia melakukannya.----
Inilah kehebatan
tuhan kita. Dia pasti selalu mempunyai cara sendiri untuk mengatakan bahwa
memang hanya Dia lah tuhan yang berhak disembah. Maka kemudian Dia tiupkan ruh
ke dalam jasad kita. Ruh yang -sebenarnya- adalah milik kita, namun pada
akhirnya kita sadari bahwa kita tak kuasa mengendalikannya. Ruh yang –kata
sebagian orang sok tahu- adalah sesuatu yang bisa kita atur seenak jidat kita,
lalu mereka namakan sebagai the power of mind.
Padahal harusnya ketika dia
telah mengatakan hal itu, kematian pun bukanlah hal yang sulit untuk mereka
undurkan. Tapi nyatanya, they cant.
Maka islam
hadir. Di tengah-tengah rumitnya kehidupan manusia. Menawarkan sebuah kearifan.
Menawarrkan sebuah kerendahan hati. Apa
yang salah dengan cara para motivator-motivator itu, yang mengatakan “jika anda
menginginkan mobil mewah, cari gambar mobil yang anda idamkan. Lalu tempel
gambar itu di tempat yang selalu anda lihat. Maka fikiran anda akan mengarahkan
anda pada pancapaian itu. Dan kurang dari satu tahun, saya yakin, anda akan
menjadi pemilik mobil itu. Itulah kekuatan fikiran! Kita harus yakin, inilah
hidup kita! Dan kita berhak mengaturnya sendiri!”. Well, ada yang salah? I
think no. Its fine to do. Tapi coba bandingkan dengan ini.
“Ketika anda
menginginkan sesuatu, fikirkan hal itu. Fikirkan. Bertekadlah untuk
mendapatkannya, dengan tekad sekuat-kuatnya. Lalu bawa keinginan itu kehadapan
Tuhan anda. Letakkan impian anda diatas sajadah anda. Didalam sujud panjang
anda. Didalam syahdunya doa-doa anda. Maka anda akan lihat bahwa Dia yang
menguasai dunia dan seisinya, akan berada disamping anda dan mengiringi
langkah-langkah anda. Percayalah, karena orang yang mencari tanpa menghadirkan
Allah saja, dia mampu mendapatkannya. Apalagi anda!”
Bicara tentang
keyakinan, motivator-motivator itu mengajarkan pada kita untuk mencapai level
keyakinan tertinggi dari yang kita bisa. Kita dilatih untuk mengerdilkan image
looser kita, lalu menghadirkan jiwa pemenang dalam diri kita. Mereka mengajari
kita sebuah keyakinan yang harus kita optimalkan. Dan itu bagus. Tapi coba
sejenak kita bandingkan dengan statement kedua. Islam memperkenalkan kita pada
keyakinan yang lebih tinggi. Yakin pada keinginan kita, dan yakin pada Allah
yang memberikan keinginan itu. Ada dua keyakinan yang berpadu disana. Dan kalau
anda saja percaya bahwa sebuah keyakinan kuat mampu mewujudkan impian anda,
lalu bagaimana dengan dua keyakinan?
Sepakat atau
tidak, orang-orang besar yang pernah terlahirkan adalah orang-orang yang
menempatkan keyakinan diawal kerja-kerja mereka. Dan inilah yang membedakan
mereka dengan orang-orang biasa. Orang-orang biasa tak pernah berhasil melewati
titik ini, saat mereka diharuskan yakin pada keberhasilan mereka, sedangkan
mereka belum mengambil sebuah langkah pun. Steve jobs. Saat Apple.inc masih dia
rintis dari sebuah garasi mobil milik mertuanya, dengan modal keyakinan ia jual
mobil satu-satunya. Sore itu dia jalan-jalan dengan mobilnya, lalu pulang tanpa
mobil, namun dengan tentengan mesin-mesin untuk keperluan tokonya. Dan itu
terjadi begitu cepat. Dia berhasil melewati keadaan dimana keyakinan
mengharuskannya melakukan keputusan besar diawal kerja-kerjanya, sebelum
segalanya dia mulai.
Thariq bin
ziyad. Bahkan kedua pasukan itu belum pernah bertemu. Dan dia belum tahu apakah
kekuatan yang dimiliki pasukan muslim dibawah komandonya mampu mengalahkan
sekian banyak pasukan Andalusia. Tapi dengan gagahnya, di selat Gibraltar itu
dia bakar semua kapal perangnya. Selat itulah yang menjadi saksi betapa thariq
berhasil melewati titik itu dengan cemerlang. Sebuah titik yang menjadi bukti
bahwa dirinya pantas disebut sebagai panglima. Sebuah titik, dimana keyakinan
memaksanya menjadi seorang pemenang bahkan sebelum perang digaungkan.
Lihatlah mereka. Bukankah sebuah kewajaran, jika
thariq bin ziyad mengurungkan niatnya dan mengatakan bahwa keputusan itu
diambil untuk keselamatan pasukannya? Dan saya yakin orang-orang disekitarnya
pasti akan memakluminya. Tapi dia memilih ketidakpastian. Dia berani mengambil
resiko atas keputusannya. Dia biarkan
keyakinannya menembus segala batas-batas yang menghalanginya untuk bertindak.
Maka dia mendapatkannya. Andalusia dihadiahkan Allah kepada orang-orang muslim
melalui kepemimpinannya. Melalui keyakinan yang dia tancapkan, bahkan sebelum
kerja besar itu dia lakukan.
Dan di contoh
ketiga, saya memilih orang yang paling pantas menjadi guru kita dalam memahami
teori ini. Lihatlah di sudut kota itu. Kota yang tak lama lagi dikepung oleh
pasukan gabungan, yang memang bersatu untuk meluluhlantakkan Muhammad beserta
ajaran yang dibawanya, serta menguasai kota yang semakin hari semakin
menunjukkan kekuatan di segala sektor peradaban. Yatsrib. Maka rosul dan para
sahabat memilih bertahan, dengan membuat parit lebar yang mengitari seluruh
kota madinah. Karena dengan parit itu pasukan musuh dipaksa untuk berhadapan
dengan dua kondisi. Pertama, mereka tidak mungkin bisa masuk ke madinah dengan
parit yang begitu lebar untuk dilalui. Kedua, jika mereka memaksa melewatinya,
pasukan muslim telah menanti diatas sana untuk menghujani mereka dengan anak
panah. Sungguh ide yang cerdas dari sahabat cerdas bernama salaman al-farisi.
Namun sejarah tidak hanya mencatat hal itu. Ada hal lain yang tidak boleh lepas
dari rangkaian preistiwa besar ini.
Ketika proses
penggalian parit, di tengah teriknya matahari madinah dan dibarengi minimnya
pasokan makanan untuk tenaga para sahabat, ada sebuah batu besar yang tak mampu
dihancurkan seorang sahabt pun. Dan rosulullah tampil. Dengan peluh bercucuran
di pipinya, beliau hantam batu besar itu. Dengan perkasanya, beliau bungkam mulut-mulut
munafiqin yang dengan sinis mengatakan “jangankan menaklukan romawi, melawan
musuh saja harus berlindung di madinah”. “Bismillah…” dipukulnya batu itu oleh
pria yang saat itu berumur 58 tahun, hingga muncul percikan api di sana.
Sahabat bertakbir, dan Rasul berkata, “Allahu Akbar! Kunci Syam telah diberikan
padaku. Demi Allah aku tengah melihat istana-istananya yang berwarna
kemerahan”. Batu itu belum goyah. Maka di ayunan kedua, percikan api itu
kembali muncul, “Allahu Akbar! Kunci-kunci Persia telah diberikan kepadaku.
Demi Allah aku tengah melihat istana-istana kota Mada’in berwarna putih”.
Pukulan terakhir, Allah izinkan batu itu luluhlantak, dan rosul kembali
mengatakan sesuatu yang membakar semangat para sahabat “Allahu Akbar! Kunci-kunci
Yaman telah diberikan pula kepadaku. Demi Allah kini aku tengah melihat
pintu-pintu kota Shan’a dari tempatku ini”. Mungkin sangat tidak rasional, ketika musuh
“kecil” yang ada di depan mata belum mampu dibereskan, rosul menjanjikan bahwa
peradaban besar itu akan dikuasai oleh muslimin. Sangat-sangat tidak realistis.
Namun kemudian dunia benar-benar menjadi saksi atas apa yang diucapkan
Muhammad. Kota-kota itu takluk di tangan muslimin. Satu per satu. Dan bahkan
dua pertiga dunia menjadi milik kita. Itulah mimpi, dia selalu melampaui
realitas pemikiran kita. Maka jangan biarkan realitas yang kita hadapi saat ini
memaksa kita mengerdilkan mimpi-mimpi itu, yang memang diciptakan untuk
mengalahakan keterbatasan kita.
Itulah rosul.
Beliau berani mengatakan tentang mimpi besar yang sepertinya mustahil untuk
dilakukan. Jangankan menaklukan kota-kota besar yang menguasai dunia saat itu,
menghadapi pasukan musuh di sekitar jazirah arab saja pasukan muslim harus
susah payah membuat parit. Tapi sekali lagi itulah rosul, beliau berani beradu
dengan mimpi-mimpi besarnya. Beliau berani berlari dengan ketidakpastian. Dan
beliau ajarkan pada kita bahwa yang membuat kita berani berlari bersama
ketidakpastian masa depan adalah keyakinan itu sendiri. Orang-orang yang tidak
yakin akan keberhasilan, tak kan pernah mau melakukannya, karena memang mereka
tak pernah yakin bahwa di depannya keberhasilan itu sedang menantinya. Akhirnya
mereka mundur, memilih hidup dalam kepastian. Dan mereka mendapatkannya, hidup
di tengah kepastian bahwa mereka tak akan mendapatkan sesuatu yang lebih
besar.
Mereka yang pada
akhirnya gagal menjadi pemenang selalu menutup kemungkinan-kemungkinan diawal
kerja mereka. Sebelum kaki mereka melangkah, fikiran mereka telah menutup
kemungkinan-kemungkinan itu. Banyak pegawai yang mengatakan “mau buka usaha
pake modal siapa, mas. Orang gaji sebulan aja kurang buat makan anak istri”.
“mau jadi dokter spesialis gimana, mas. Orang tua petani gini.”. Orang-orang
seperti itu, saya yakin, pasti pernah memimpikan hal-hal yang besar. Pasti.
Tapi mungkin, impian-impian itu terlalu dia “fikirkan” sebelum dia melangkah.
Mimpi jadi dokter, lalu ngelihat nilai-nilai SMA jelek mulu, akhirnya mikir,
ntar kalo masuk kedokteran nggak bisa ngikuti gimana. Ntar kalo ndaftar
kedokteran nggak ketrima gimana. Akhirnya nggak jadi. Apa kemudian salah ketika
kita merencanakan mimpi kita sebelum bergerak? Enggak. Justru itu harus. Tapi
jangan lama-lama. Mengapa? Oke, jadi gini. Dalam sebuah bisnis, cara paling
baik dalam membuat sistem yang paten dan bisa berjalan meskipun tanpa peran
kita adalah, dengan segera memulai bisnis tersebut, lalu setelah itu pasti
timbul kesalahan-kesalahan. Nah, catat kesalahan-kesalahan itu dan buat evaluasi
dari setiap kesalahan. Tak akan lama setelah itu, dari evaluasi-evaluasi itu
anda sudah memiliki sistem tersendiri bagi keberlangsungan bisnis anda. Dan
jika kita bicara agama, Allah justru menyukai orang yang “gak banyak
pertimbangan”. Tentunya ini terkait dengan bagaiman memulai kerja-kerja besar kita
dalam kebaikan, bukan dalam hal memutuskan sebuah perkara fiqih. Coba kita
lihat, dengan janji yang begitu indah Allah mengatakan melalui rosulNya, cukup kalian berniat berbuat baik,dan lakukan niat itu. Maka
Aku, Yuwaffa ilaykum, akan menemani perjalanan kesuksesan kalian semua.
Bawa segala keinginan kita ke atas sajadah kita, di tengah sayup dedaunan pagi, di tengah kegagahan kita melawan rasa kantuk di awal bermulanya hari. Dan akan anda saksikan, bahwa dengan gagahnya Allah menurunkan malaikat-malaikatnyaNya, menjadi pendamping kesuksesan kita. tatanazzalul 'alayhimul malaaikatu.”.
Bawa segala keinginan kita ke atas sajadah kita, di tengah sayup dedaunan pagi, di tengah kegagahan kita melawan rasa kantuk di awal bermulanya hari. Dan akan anda saksikan, bahwa dengan gagahnya Allah menurunkan malaikat-malaikatnyaNya, menjadi pendamping kesuksesan kita. tatanazzalul 'alayhimul malaaikatu.”.
Orang-orang yang
berani berperang dengan ketidakpastian hidup mereka dan mampu mengalahkannya,
hadiah bagi mereka tak lain adalah kepastian bahwa mereka akan mendapatkan kebahagiaan.
Hadiah karena mereka berani berlari bersama ketidakpastian di masa depan.
Luarbiasa membahana,,, rasa-rasanya tak asing dengan gaya bahasa ini. :) (y)
BalasHapusHehe matur nuwun, kapan2 monggo main lagi :)
Hapus