Aku takut. Sangat takut. Tatapan matanya seakan melucuti semua kekuatanku. Aku tak berdaya dihadapannya. Kenapa aku seperti ini. Aku sangat takut.
Tersebutlah kakak-adik Endang Pregiwa dan
Endang Pregiwati yang berjalan ke sana kemari mencari ayahnya, Raden Arjuna.
Mereka diiringi oleh abdi setianya, Cantrik Janaloka. Di tengah perjalanan,
mereka bertemu dengan gerombolan perampok hutan. Cantrik Janaloka tak kuasa
melawan kesaktian gerombolan perampok teresebut. Melihat pengawalnya kalah,
Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati langsung menangis. Mereka merintih meminta
tolong. Gatotkaca yang kebetulan sedang terbang di atasnya langsung menolong
mereka. Dengan mudahnya dia mengalahkan gerombolan perampok hutan. Setelah tau
maksud dari Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati, Gatotkaca mengantar mereka
menemui Raden Arjuna.
Ditengah perjalanan menuju kediaman Raden
Arjuna, Gatotkaca hanya diam membisu. Dia memilih untuk terbang diatas kereta
mereka. Dia hanya mau berbicara dengan Cantrik Janaloka. Saat Endang Pregiwa
memanggilnya untuk mengucapkan terima kasih dan berbagi bekal perjalanan, Gatotkaca
tak menoleh sedikitpun. Konsentrasinya seakan hanya tertuju pada gumpalan awan
biru didepannya. Endang Pregiwa dan
Endang Pregiwati salin pandang, mereka kebingungan melihat sikap penolong
mereka.
Pregiwa :
Gatotkaca itu kenapa ya. Dari tadi hanya diam saja. Apa dia marah pada kita?
Lantas kenapa tadi dia menolong kita.
Pregiwati :
Entahlah kak, aku juga bingung.
Pregiwa : Apa mungkin dia lelaki yang
tidak punya perasaan ya, dia tadi menghajar para penjahat itu dengan membabi
buta. Sekarang dengan kitapun cueknya minta ampun. Dasar lelaki aneh. Sok
misterius.
Janaloka :
Ndoro, sudah. Jangan bergunjing tentang ndoro Gatotkaca. Mungkin dia capai.
Untung tadi ada dia, kalau tidak ada kan mungkin kita sudah tamat.
Janaloka hanya tersenyum kecil
mendengarkan celoteh majikannya. Instingnya mengatakan bahwa ada sesuatu yang
lain dari pahlawan mereka. Dan sesuatu itu tidak dipahami oleh kedua
majikannya.
Akhirnya mereka sampai ke Madukara,
kediaman Arjuna. Setelah menyampaikan kejadian yang telah terjadi ke Arjuna, Gatotkaca
langsung pamit undur diri. Dia hanya tersenyum saat melewati Janaloka. Tetapi
dia malah membuang muka dihadapan kedua anak Arjuna. Arjuna yang mengetahui ini
hanya tersenyum. Dia paham watak Gatotkaca. Dalam pikirannya, Gatotkaca adalah
sosok pendiam, keras kepala, kaku, tetapi selalu jujur dan berbuat kebajikan.
Sesampainya dirumah, Gatotkaca langsung
menuju kekamarnya. Dia urung diri dari dunia luar. Arimbi, ibunda Gatotkaca
jadi khawatir terhadap kondisi putra semata wayangnya. Saat dia mengintip Gatotkaca
dari celah jendela kamarnya, alangkah kagetnya Arimbi melihat kelakuan
putranya. 21 tahun sudah dia melahirkan dan membesarkan Gatotkaca, tetapi belum
pernah sekalipun melihat Gatotkaca seperti ini.
Sejak kecil Gatotkaca tak suka memakai
pakaian yang berlebihan. Dia juga tak suka untuk merawat diri serta berhias.
Tetapi akhir-akhir ini Gatotkaca terlihat sering menyisir rambutnya. Bahkan
Arimbi beberapa kali memergoki Gatotkaca sedang membuka lemari pakaian ayahnya
dan mecoba pakaian-pakaian yang bagus.
Gatotkaca yang biasanya rakus dan melahap
apa saja makanan di hadapannya, sekarang jadi jarang makan. Dia lebih sering
mengurung diri di kamarnya sambil melihat atap. Dia tampak tersiksa dalam
lamunan. Beberapa kali dia juga bicara sendiri dan tertawa sendiri. Gatotkaca,
ksatria otot kawat tulang besi yang ditakuti oleh semua raksasa kini terlihat
seperti orang gila.
Akhirnya, Arimbi memberanikan diri untuk
mengajak bicara anaknya. Arimbi paham betul kalau Gatotkaca adalah orang yang
sangat pendiam dan tertutup. Dalam hati dia berdoa supaya Gatotkaca mau
bercerita. Arimbi lantas mengetok pintu kamar putra tercintanya.
Gatotkaca :
Siapa
Arimbi : Ibu nak.
Gatotkaca :
Ada apa dhuh ibunda? Aku sedang ingin sendiri.
Arimbi : Bolehkah ibu masuk?
Gatotkaca hanya bergumam. Arimbi lantas
masuk dan duduk disamping Gatotkaca. Arimbi bertanya panjang lebar tentang
kondisi Gatotkaca. Tetapi Gatotkaca hanya membisu tak mau cerita. Lalu Arimbi
mendekat ke Gatotkaca dan membelai penuh kasih rambut anaknya yang gondrong
tersisir rapi. Padahal biasanya Gatotkaca paling anti untuk sisiran.
Tanpa diduga, Gatotkaca langsung memeluk
kaki ibundanya. Dia menangi merengek seperti anak kecil. Bagi Arimbi ini adalah
kali kedua dia melihat Gatotkaca Menangis setelah kelahirannya 21 tahun yang
lalu. Arimbi tambah bingung
Gatotkaca :
Ibunda, aku takut. Sangat takut. Aku tak berani.
Arimbi :
Loh, takut kenapa ngger? Bukannya di dunia ini tak ada yang kuasa melawan
kesaktianmu?
Gatotkaca :
Iya ibunda. Tapi saat ini aku takut. Aku takut akan tatapan matanya yang
bening. Jangankan untuk menyapanya. Memandangnya pun aku tak kuasa.
Akhirnya Arimbi paham apa yang dialami
putranya. Untuk kali pertama, Gatotkaca mau bercerita tentang perasaan pribadinya. Dan
akhirnya rasa ketakutan Gatotkaca, ksatria yang tak terkalahkan tertuju pada 1 nama, Dewi Endang Pregiwa. Gatotkaca telah jatuh hati. Gatotkaca gandrung.
0 komentar:
Posting Komentar