Setengah 6 pagi. Saat tiba-tiba saya terjaga karena berisiknya teriakan seorang kawan. Masih sangat lelah saya rasakan. Semalaman saya melembur pekerjaan yang baru ditugaskan untuk periode setahun kedepan. Namun bagi saya, secapek apapun, harus ada tempat untuk seorang kawan. Karena ketika kita memberikan tempat untuk mereka, artinya kita memberi tempat untuk kebahagiaan.
Setengah
sadar saya beranjak dari mushola. Tempat ini memang paling nyaman untuk tidur
selepas subuh. Bagaimana dengan hotel berbintang 5? Saya fikir tak lebih nikmat
daripada tidur di mushola. Di satu sisi, itu yang saya yakini. Di sisi lain,
saya memang belum pernah tidur di hotel berbintang 5. Haha.
Agenda
pagi itu adalah main bola. Hampir dua kali seminggu saya main bola. Pertama
karena hobi, kedua karena berdasarkan ilmu yang saya pelajari, olahraga itu
meningkatkan hormon endorphin, hormon kebahagiaan. Lihat saja yang tidak pernah
olahraga, wajah nya pasti tak secerah pecinta olahraga.
Seperti
biasa, pekerjaan memeras keringat selalu menghabiskan banyak waktu. Satu
setengah jam sudah cukup membuat kami kehabisan nafas. Selesai satu pekerjaan,
maksimalkan pekerjaan berikutnya. Begitu kata Allah dalam kitabNya. Maka
selepas di lapangan, pertandingan kami lanjutkan ke warung makan. Dan ini tak
kalah seru. Karena yang pertama, kami pasti akan mengobral tawa. Kedua, kami
akan menjadi guru yang baik bagi si empunya warung. Dan materi yang kami
ajarkan adalah tentang kesabaran. “mas, teh anget 1, air putih 1”. Mas-mas yang
ramah ini pasti bilang “oke mas”. Tak lupa dia tersenyum, semanis mungkin. Satu
jam kemudian, masih dengan senyuman, mas-mas ini pasti bilang “sudah mas?”.
Namun bedanya, senyuman kedua ini tidak dicampur gula.
Tak
jelas siapa yang memulai, tema pembicaraan kami pagi itu adalah kebahagiaan.
Dimulai dari mensyukuri keberadaan kami di pondok, bercerita tentang
kekonyolan-kekonyolan yang kami lakukan bersama, dan tentunya, rasa kasihan
kami kepada saudara-saudara kami yang tidak pernah merasakan keadaan ‘senikmat’
kami. Kami memang tidak punya banyak mobil untuk dipakai bergantian ke kampus
tiap hari, bahkan ada sahabat kami yang tak punya kendaraan lain kecuali kedua
kakinya. Ada pula yang harus naik angkot ke kampus karena jarak memang cukup
jauh. Kami memang tak punya gadget mahal dengan Operating System yang selalu
baru.
Untuk
saat ini, kami memang tak punya itu semua. Tapi kami tahu bagaimana cara membuat
teman kami tersenyum. Kami tahu apa yang harus kami lakukan saat sahabat kami
bersedih. Pun kami tahu bagaimana cara tersenyum saat kami sedang bersedih.
Kami tahu apa itu bahagia. Kami tahu bagaimana mendapatkannya, dan bagaimana
memberikannya pada sahabat-sahabat kami.
Sampai
akhirnya, kami sampai pada sebuah kesimpulan.
Kebahagiaan,
adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk mempertahankan kebutuhan lain.
Kita punya banyak sekali kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan akan pujian,
kasih sayang, harta, kekayaan, dan kebutuhan duniawi lainnya. Semua harus
terpenuhi. Dan sesuai fitrah manusia, setelah terpenuhi, mereka akan menambah.
Setelah bertambah, mereka akan menumpuk. Begitu seterusnya. Kadar kepuasan
mereka akan bertambah seiring dengan banyaknya harta yang berhasil mereka
kumpulkan.
Namun
ketika semua ruang untuk kebutuhan dunia dalam dirinya telah terpenuhi, dan
mereka tersadar bahwa ruang kebahagiaan itu ternyata masih kosong, mereka hanya
akan mencari cara bagaimana menukar semua yang dia miliki untuk mengisi ruang
kosong dalam kehidupannya.
Kebahagiaan
adalah nilai tukar yang harus ada untuk menikmati kebutuhan lain yang telah terpenuhi.
Dalam hal harta misalnya. Saat uang kita banyak, hanya kebahagiaan yang bisa
membuat kita mengerti bahwa uang banyak itu adalah nikmat. Pun sebaliknya,
hanya kebahagiaan yang bisa membuat kita menyadari bahwa uang sedikit itu bukanlah
kiamat.
Suatu saat ketika kami juga punya
‘dunia’ semewah itu, kami tak perlu lagi mencari cara untuk mendapatkan
kebahagiaan. Karena saat ini, kami tahu bagaimana caranya.
bahasanya mengalir. keren!!
BalasHapus