Selasa, 01 April 2014

Sekuntum Mawar dan Sebuah Katarsis

      Sehari kita punya 24 jam yang boleh kita pilih mau apa kita hari ini dan apa yang akan kita lakukan untuk menghabiskan waktu tersebut. Mengutip sebuah pepatah Arab “Jika kita tidak disibukkan dengan kebaikan niscahya kita akan disibukkan dengan keburukan”. Maka kita punya pilihan yang pertama, memilih diam atau menyibukkan diri. Setelah itu kita punya pilihan yang kedua, memilih sibuk dengan kebaikan atau keburukan. Masing-masing membutuhkan persiapan dan mengandung konsekuensi. Tapi pribadi saya mengatakan untuk apa kita membuang waktu melakukan keburukan?

      Ada satu hal pula yang perlu kita pahami, sebanyak apapun pekerjaan baik yang kita lakukan pasti kita akan mengalami satu titik jenuh yang entah kapan mau tak mau harus kita hadapi. Dan inilah yang sering aku alami, terlalu sibuk dengan pekerjaan duniawi yang sangat menyibukkan dan terkadang kita lupa bahwa kita juga juga butuh melepaskan energi negatif dari dalam diri kita. Inilah yang sering kita sebut dengan katarsis, atau melakukan sebuah kegiatan untuk melepaskan dan membuang jauh kejenuhan batin yang kita alami.
      Setiap orang memiliki cara untuk melakukan katarsis, ada yang melakukannya dengan bercengkrama bersama alam, menikmati game, menyibukkan diri dengan social media, berkumpul dengan keluarga, menikmati kuliner, dan masih banyak lagi bentuk katarsis yang orang lakukan. Tentu saja sebagai seorang muslim kita juga tak boleh lupa bahwa kita punya sholat dan quran yang juga bisa kita gunakan sebagai media melepaskan energi negatif.
      Sedikit bercerita tentang kegiatan mengkatarsis emosi yang sering saya lakukan. Sedikit unik memang, bakan tak akan pernah terpikirkan oleh kebanyakan orang, apalagi pikiran seorang pria.











      Ya inilah memang kegiatan yang benar-benar bisa menjadi katarsis emosi saya ketika kegiatan akademik maupun non akademik yang sangat menyibukkan. Kuntum-kuntum mawar yang mekar, dedaunan yang menghijau subur, air-air yang menggericiknya seakan tak pernah bosan saya saksikan.
      Bahkan saya banyak belajar dari filosofi bunga mawar. Pernah suatu kali pohon mawar merah itu berbunga, sungguh benar-benar sesuatu hal yang saya nantikan. Mulai dari corollanya yang masih membentuk kuncup diujung tangkai, hingga coronanya mekar sempurna, saya tak pernah luput mendokumentasikan proses tumbuh dan kembangnya.
      Hingga di suatu masa ketika mawar itu sudah mekar sempurna dan mahkota manisnya mulai berguguran satu-persatu, begitupun hati yang mengiringi setiap helai yang jatuh. Kemudian hari demi hari, minggu demi minggu penantian saya atas bunga mekar yang kedua tak kunjung tiba. Hingga akhirnya dengan rasa tak tega saya potong tangkai bunga yang mulai kering tinggal tulang itu. Namun 2 hari kemudian tumbuh 3 tunas baru yang sangat cepat sekali. Sungguh tentu saja ini menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi saya pribadi.
      Saya belajar dari bunga mawar. Ia tak pernah sombong dan memamerkan baunya, tak seperti bunga-bunga lain. Ia cantik, tapi ia beduri, tak sembarang orang bisa menyentuhnya. Dan yang terakhir ketika ia disakiti ia justru makin tumbuh dan berkembang, tidak mati namun semakin mekar.


Kalau kelak batangmu patah dan daunmu layu
Jangan salahkan aku
Karena aku masih menunggu tunasmu
-menanti mawar

1 komentar: