Senin, 29 April 2013

Renungkan Wahai Aktivis : DImana Rumahmu Nak?

            Orang bilang anakku seorang aktivis. Kata mereka namanya tersohor dikampusnya sana. Orang bilang anakku seorang aktivis. Dengan segudang kesibukan yang disebutnya amanah umat. Orang bilang anakku seorang aktivis. Tapi bolehkah aku sampaikan padamu nak? Ibu bilang engkau hanya seorang putra kecil ibu yang lugu.
            Anakku,sejak mereka bilang engkau seorang aktivis ibu kembali mematut diri menjadi ibu seorang aktivis. Dengan segala kesibukkanmu, ibu berusaha mengerti betapa engkau ingin agar waktumu terisi dengan segala yang bermanfaat. Ibu sungguh mengerti itu nak, tapi apakah menghabiskan waktu dengan ibumu ini adalah sesuatu yang sia-sia nak? Sungguh setengah dari umur ibu telah ibu habiskan untuk membesarkan dan menghabiskan waktu bersamamu nak, tanpa pernah ibu berfikir bahwa itu adalah waktu yang sia-sia.

Serapi Rangkaian Puisi



Saya membayangkan. Entah kapan. Di suatu masa yang akan datang. Kita bisa berjajar. Dalam rapinya sebuah barisan. Kita bersandingan. Dengan senyum saling menghangatkan.  Menanti sebuah panggilan untuk kita sendiri. Dan dengan gagahnya kita penuhi. Mendekat, sambil berucap “Ya robb, masukkan hamba kedalam sana, bersama saudara saya. Yang karena mereka, kami teringat manisnya surga”.
            Dalam sebuah eclips yang mempesona, orang-orang yunani dengan Achilles-nya bertutur “jika kau tinggal di larissa, kau akan hidup dengan kedamaian. Kau punya keturunan, dan mereka akan menyayangimu. Saat kau pergi mereka akan mengingatmu. Namun ketika mereka mati, namamu juga akan hilang. Jika kau pergi berperang ke troya

Senin, 08 April 2013

Kekayaan = Kebaikan

                Jujur, saya sungguh miris melihat orang-orang muslim -saat ini- yang masih beranggapan bahwa kekayaan itu bukanlah hal penting dalam kehidupan kita. Oke, mungkin kita tak perlu kaya terlebih dulu untuk mendapatkan kebahagiaan. Kita tak perlu kaya terlebih dulu untuk beribadah dan mendapatkan ke-khusyu’an. Ada mungkin yang bilang. Saya miskin, tapi ibadah saya khusyu’. Saya miskin, tutur kata saya tetap baik. Saya miskin, sholat wajib saya nggak pernah bolong. Oke. Oke. Tapi pertanyaannya, apakah dengan kaya, lantas ibadah kita jadi nggak bisa khusyu’? tutur kata kita jadi bejat tak karuan? Well. Mau kaya mau miskin itu terserah anda. Tapi satu hal yang harus anda ingat.