Minggu, 30 Juni 2013

Mengkonversikan CINTA : Kelemahan Yang Menguatkan

Tiada yang lebih menderita daripada orang yang dimabuk cinta, sekalipun hawa nafsu merasakan kenikmatannya. Bila berjauhan dia menangis karena rindu, bila berdampingan diapun menangis juga karena takut berpisah.”
(Ibnu Qayyim Al-Jauziyah – Ighatsatul Lahfan)

        Sungguh tak ada masa yang lebih indah daripada masa muda, masa disaat kita memiliki puncak keemasan dalam hidup dengan segala potensi yang termaksimalkan dari dalam diri kita. Tak ada gairah yang lebih membara kecuali gairah masa muda, fisik yang kuat, mental yang sehat, jiwa yang perkasa, subhanallah luar biasa dahsyatnya. Tak ada semangat yang paling membara kecuali semangat darah juang para pemuda. Dan tak ada yang paling menggelisahkan kecuali cinta di masa muda.
        Tulisan ini saya persembahkan untuk para pemuda yang berani berjuang melawan hati yang tertawan sebelum saatnya, para pemuda yang berani merelakan kesenangan nafsu dan menjaga hati hingga saatnya tiba, para pemuda yang berani mencintai Tuhan-Nya daripada orang yang ia cinta, para pemuda yang berani bangkit dari keterpurukan dan kegelisahan batinnya, serta para pemuda yang senantiasa berjuang di jalan-Nya.
         Bolehkah kita jatuh cinta? Bolehkah hati kita tertawan rindu? Bolehkah kita melabuhkan hati padanya? Serta berjuta pertanyaan lain yang sudah barang tentu jawabannya amat sangat retoris. Tentu saja boleh!!! Namun kebanyakan dari kita salah menanggapinya, salah memanajemennya, salah mengambil tindakan atasnya, dan salah persepsi dengan yang namanya cinta. Sungguh manajemen cinta yang salah adalah sesuatu yang paling menggelisahkan jiwa-jiwa muda ini, meruntuhkan benteng hati ini, dan tentu saja melubangi iman kita tanpa terasa. Tapi dengan cinta sesungguhnya kau bisa menggulingkan dunia, menguras lautan asin dan menggantinya dengan air gula, meruntuhkan gunung dan meluluh lantahkannya dengan cinta, namun dengan manajemen cinta yang luar biasa.

Wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk wanita yang baik...” (Q.S. An-Nuur : 26)

        Bukan saya orang yang paling suci disini sehingga dengan berani menuliskan semua cerita ini, tapi disinilah saya belajar, disinilah saya diuji, dan disinilah saya mendapatkan pemahaman mengapa saya harus memanaje cinta dengan luar biasa. Beberapa dari kita mungkin tipe orang yang mudah jatuh cinta, dan kadang merasa gairah hidup lebih membara ketika hape berkedip dengan pesan singkat yang masuk, meski hanya kata-kata sederhana namun efeknya luar biasa, mungkin sebagian dari kita juga pernah atau mungkin juga sedang merasakannya “jangan lupa belajar ya”, “sholat tepat waktu ya”, “hati-hati di jalan dan jangan lupa berdoa”, “besok hari senin jangan lupa puasa”, “ayo bangun tahajud udah jam 3 lho”, “semangat belajar buat ujiannya” , dan berbagai macam hal lain tentang pengingatan-pengingatan fana tersebut. Sungguh luar biasa sekali hati ini tergerakkan untuk menuruti semua kata-kata semu tersebut, semua pengingatan-pengingatan tersebut. Menulis kalimat-kalimat cinta di media sosial, menulis puisi-puisi rindu, dan segala macam maksiat yang harusnya kita sadari itu adalah kesalahan masa lalu yang tak seharusnya kita lakukan lagi. Dlu mungkin saya juga pernah yang seperti ini, namun alhamdulillah ini benar-benar tak pernah saya ulangi lagi. Dengan apa caranya? Next lanjutin bacanya ya.
         Ketakutan terbesar saya adalah ketika pemuda-pemuda islam semuanya melakukan yang seperti ini, mau dijadikan apa agama kita nanti. Lemahnya kekuatan kita dalam memanajemen cinta inilah yang akan meruntuhkan tiang-tiang agama ini, interaksi fisik yang tak seharusnya terjadi, kalaupun tak fisik boleh jadi kau juga harus membatasi interaksi hati. “Saya gak pacaran kok, saya tahu ini gak boleh, jadi saya juga membatasi interaksi fisik. Kami cuma hubungan lewat SMS aja, gak pernah ketemu kalau dikampus, gak pernah jalan bareng juga. Kita cuma bikin komitmen semoga nanti Allah mempertemukan kalau sudah saatnya. Toh kita saling ngetin sholat, puasa, belajar, tahajud, dan lain-lain ini biar kita sama-sama baik di mata Allah. Kan pria yang baik untuk wanita yang baik, jadi kita saling ngingetin buat kebaikan”, sering sekali saya bertemu dengan yang seperti ini atau bahkan saya juga pernah mengalaminya dulu. Udah salah masih saja mencari pembelaan. Inilah orang-orang yang berdiri diatas kemunafikan cinta. Rek, ayolah yang kayak gini itu juga sama aja. Kalau memang kau benar-benar mencintainya yasudah lepaskan ia, yakinlah Allah akan menjaganya, atau bahkan menggantinya dengan yang lebih baik. Cukup kau doakan saja dalam sepertiga malam akhirmu.
        “Sungguh aku sulit buat lepas dari dia, bikin galau banget, dan jadi sedih kalau keinget tentang dia. Kadang kepikiran dia lagi ngapain, atau sekedar hanya pengen nanya kabarnya aja, masa gitu aja gak boleh? Takut juga kalau ternyata nanti dia keduluan dikhithbah orang lain”. Atau mungkin kita juga pernah terlalu sibuk memendam perasaan untuk seseorang dan rasa memendam itu sering membuncah dalam kegelisahan, sering menjadikan beban pikiran, dan terkadang membuat diri kita memilih untuk memikirkannya daripada mengambil aksi untuk memantaskan diri. Sungguh pemikiran ini yang melemahkan, cepat atau lambat kau hanya akan tampak semakin lemah, dan semakin banyak pemuda islam yang lemah semakin cepat pula keruntuhan ini akan segera terjadi. Saya juga pernah merasakan yang seperti ini, tapi justru disinilah titik lemah yang bisa saya jadikan kekuatan. Saya percaya dan amat sangat percaya wanita yang baik hanya untuk pria yang baik. Ketika disepertiga malam mata ini berat sekali untuk terbuka, saya coba membayangkan apa jadinya kalau saya tidak bangun tahajud malam ini, bisa jadi jodoh saya juga gak akan bangun tahajud. Hari ini harusnya puasa, aduh tapi males banget buat bangun sahur dan menjaga lapar-dahaga seharian padahal banyak praktikum dan ujian hari ini, tapi kalau aku gak puasa sunnah hari ini boleh jadi jodohku juga gak puasa. Pemikiran saya tentang dia yang tadinya melemahkan, bisa saya konversikan menjadi sebuah kekuatan besar untuk mengubah hidup saya, menjadikan diri saya untuk terus berbenah. Cinta akan syahwat disini ibaratkan energi yang luar biasa, masih ingat dengan hukum kekekalan energi? Kali ini saya kan mengganti energi itu dengan hukum kekekalan cinta. “Cinta tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan, tapi cinta bisa konversikan dari bentuk satu ke bentuk yang lain”. Maka sudah saatnyalah ketika cinta itu melemahkan kita harus segera kita ubah untuk menjadi hal yang menguatkan kita. Disinilah pointnya, mungkin pembaca punya cara masing-masing juga untuk mengkonversikan itu semua, percayalah bahwa cinta itu tak melemahkan jiwa-jiwa yang kuat, tapi menguatkan jiwa-jiwa yang lemah. Jika dengan perasaan cinta itu justru kita terbuai dengan kegelisahan, sudah saatnya kita curiga bahwa ini bukanlah cinta, mungkin ini hanyalah nafsu belaka.
          Didunia ini segalanya hanya akan berkutat dengan dua hal yang akan selalu berlawanan, senang-sedih, kaya-miskin, lapang-sempit, tua-muda, kuat-lemah, baik-buruk, dan berbagai macam kosa kata perlawanan lainnya. Dan kita hanya bisa melakukan satu hal dari dua hal yang berlawanan tersebut, jika kita tak disibukkan dengan melakukan kebaikan nisacahya kita akan disibukkan dengan keburukan, semua yang berlawanan itu akan selalu ada, tinggal kita pilih mau yang mana. Ketika energi yang datang itu mulai menggelisahkan kita, segeralah kita lampiaskan untuk kegiatan yang lebih bermanfaat, menyibukkan diri untuk menjadikan jiwa yang lebih baik, dan yang pasti menguatkan hati kita ini.
          Cukuplah Allah yang tahu seberapa besar rasa cinta kita untuk si dia, cukuplah Allah yang tahu bahwa kita berpeluh dalam doa di sepertiga malam menyebut namanya, cukuplah Allah yang tahu seberapa besar usaha kita memantaskan diri untuknya. Tak inginkah kau memiliki cinta mulia? Nikmat berbuka hanya akan dirasakan bagi orang yang berpuasa. Pilihannya adalah kau mau berbuka sekarang atau berbuka disaat ijab qabul telah mengumandang?

Minggu, 23 Juni 2013

Kurikulum Berbasis Kompetensi, Tepatkah?

Sebuah refleksi sistem Pendidikan Tinggi di Indonesia menurut salah seorang Guru Besar Psikologi UI. Tulisan ini layak untuk dibaca seluruh mahasiswa yang saat ini sedang menuntut ilmu. Terkhusus untuk calon sejawatku dimanapun kalian berada.

Waktu saya kuliah di UI dulu (saya masuk UI tahun 1961), Fakultas Psikologi baru setahun berdiri. Nomor mahasiswa saya 117, berarti saya adalah mahasiswa psikologi ke-117 saat itu. Sebelumnya ada juga mahasiswa-mahasiswa psikologi di UI, tetapi mereka adalah bagian dari Fakultas Kedokteran UI. Malah pada ijasah lulusan psikologi pertama dari UI, Fuad Hassan (almarhum, Prof. Dr, terakhir Mendikbud) masih tertulis gelar Doktorandus dari Jurusan Psikologi, FKUI. 
Karena Psikologi didirikan oleh seorang dokter, psikiater, yaitu Prof. Dr. Slamet Iman Santoso dan berawal dari fakultas kedokteran pula, tak heran bahwa kurikulum psikologi pada waktu itu dipadati dengan pelajaran-pelajaran kedokteran seperti anatomi (termasuk bedah mayat), ilmu faal (menghafalkan nomor, nama dan fungsi setiap syaraf, dan kelenjar), Sitologi atau Ilmu Sel (mengenali aneka sel melalui mikroskop), biologi dsb. Kuliahnya juga masih campur dengan mahasiswa kedokteran. Entah apa maksudnya pelajaran-pelajaran kedokteran itu, karena sekarang nyatanya hampir tak pernah digunakan dalam praktik, tetapi psikolog angkatan saya (para senior dan adik kelas beberapa tahun sesudah saya) tidak bengong ketika harus berkomunikasi dengan para dokter.
Ketika saya menjadi dosen, salah satu mata kuliah yang saya ajarkan adalah Psikologi Umum dan Sejarah Psikologi. Malah saya sampai menulis beberapa buku tentang kedua mata kuliah yang saling bersambung itu. Menurut para pembuat kurikulum di waktu itu, setiap psikolog harus menguasai berbagai teori generik dalam psikologi dan bagaimana saling keterkaitan dan perkembangan teori-teori itu dari waktu ke waktu. Ketika nantinya psikolog itu memilih sendiri aliran, metode atau teknik yang akan dipakainya, dia tetap bisa melihatnya dari berbagai sudut teori yang lain. Itulah basis kompetensi yang diperlukan oleh seorang psikolog pada waktu itu.
Saya memerlukan waktu 6 tahun untuk menyelesaikan kuliah saya untuk menjadi psikolog (sementara teman-teman dan senior saya ada yang memerlukan waktu sampai 7-10 tahun). Mahasiswa saya ketika itu (kurikulum lama) membutuhkan 5,5 tahun, tetapi sarjana psikologi sekarang hanya diberi waktu 4 tahun, plus 2 tahun lagi kalau dia mau lanjut ke master atau psrofesi psikologi. Dapat dipahami bahwa untuk memenuhi kurikulum baru yang hanya 4 tahun, banyak pelajaran yang harus dipangkas, termasuk ilmu-ilmu kedokteran (disisakan unutk Biologi saja, 2 SKS), bahkan juga ilmu filsafat (tinggal 4 SKS), yang buat saya merupakan kompetensi yang sangat mendasar yang harus dikuasai oleh psikolog. Inilah hasil didikan sekarang yang disesuaikan dengan arahan Dirjen Pendidikan Tinggi tentang KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi).
Saat ini saya sedang di Singapura, mengikuti Asian Conference of Criminal and Operations Psychology (ACCOP) selama 3 hari. Yang hadir adalah para pakar psikologi kriminal dan psikologi kepolisian (termasuk sipir penjara, Pemadam kebakaran dan petugas imigrasi, karena di Singapura mereka di bawah satu kementrian Home Affairs).
           Walaupun namanya Asian Conferene, tetapi banyak psikolog dari seluruh dunia yang hadir, termasuk dari AS, Inggris dan Australia. Banyak yang sudah senior seperti saya, tetapi tidak kurang yang masih baru saja diwisuda (tetapi sudah jadi pegawai). Mereka yang muda-muda ini bercampur dengan yang tua-tua dan tidak peduli tua-muda, semuanya bertugas memaparkan makalah.
           Saya terkagum-kagum dengan paparan para psikolog yang muda-muda ini. Dengan PD-nya mereka tampil saja ke panggung, menyampaikan namanya kepada hadirin, membawakan makalahnya dan melayani tanya-jawab. Saya lihat mereka sangat terrampil dalam membuat makalah dan menggunakan rumus-rumus statisika.
Tetapi pada malam harinya, pada acara dinner (bahasa Indonesia biasa: makan malam), saya duduk semeja dengan psikolog-psikolog muda itu, yang kebanyakan Singaporean. Yang cewek-cewek lumayan cantik-cantik (untuk ukuran Singapura; kalau di Indonesia, kalah jauh dengan wajah-wajah infotainment). Di situ salah satu dari mereka menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang masih sangat muda. Ketika itulah saya bertanya (untuk menguji, tetapi jangan sampai kentara), “Oh ya? Mulai kapan ya psikologi berdiri?”. Nona psikolog itu, dibantu teman-teman nonik-nonik lainnya tidak bisa menjawab atau menjawab ngawur. Kemudian saya beritahu, tahun 1879! Tahu siapa yang mendirikan? Tanya saya lagi. “Freud?”, jawab salah satu nonik muda cantik (versi Singapur) itu. “Bukan,” sanggah saya. “Pendiri psikologi adalah Wllhelm Wundt. Pernah dengar teori Wilhelm Wundt?”. Tidak ada yag bisa menjawab saya, malah mereka mulai saling ngobrol sendiri. Mungkin sambil berpikir, “Ngapain sih, kakek tua itu nanya-nanya yang gak penting?”. 
Buat saya juga gak penting apakah mereka menguasai psikologi secara keseluruhan atau hanya pandai di statistika saja. Yang penting saya lanjutkan makan udang besar-besar di piring saya yang sudah sekian lama tak tersentuh.
Dari pengalaman saya tersebut di atas, saya berkesimpulan bahwa pendidikan psikologi sedunia, sudah direduksi sedemikian rupa sehingga seorang psikolog mahir menghitung statistik dalam penelitian (sebagai basis kompetensi), tetapi kurang memahami teori-teori yang bersifat holistik.
           Pengalaman saya dengan teman-teman dokter juga kira-kira sama. Bahkan saya pernah mendengar sorang dokter yang berceritera bahwa kelak untuk menjadi seorang kardiolog (spesialis penyakit jantung), tidak usah mahasiswa belajar dari dokter umum dulu, bisa langsung belajar penyakit jantung saja dari awal.
Kalau semua ilmu sudah direduksi seperti itu, apalagi di ilmu-ilmu sosial, pantaslah bahwa pragmatisme yang mecuat sekarang. Pragmatisme inilah yang sekarang sedang mengikis pelan-pelan nilai-nilai kemanusian yang selama ini mengawal perilaku manusia sehingga sekarang di mana-mana terjadi terorisme, perang, narkotika, perdagangan manusia, pedagangan sapi dan pergaulan berbasis Honda Jazz.

Sarlito Wirawan Sarwono
Singapura, 23 Mei 2013
 

Sabtu, 22 Juni 2013

BEM FK UNS : Bangkit Setelah Mati Suri Dalam Aksi

Sejarah sebuah bangsa adalah sejarah milik para pemudanya, jika pemudanya mati rasa maka matilah sejarah bangsa tersebut.


       Hari ini mungkin terasa biasa bagi orang-orang yang biasa saja, tapi beda untuk kami yang berpikir luar biasa. Mahasiswa yang terkenal idealis kembali turun kejalanan dengan almamater, iya almamater “telur asin” itu. Kami lebih bangga warna “telur asin” ini membanjiri jalanan, terhempas debu, dihitamkan asap ban yang dibakar, daripada dinistakan hanya untuk masuk acara TV dan numpang tepuk tangan.
         Siang ini pukul 13.30 aku meluncur bersama kawanku, Asaduddien Faras, menteri dalam negeri BEM FK UNS. Kemana? Kejalanan tempat mahasiswa didewasakan. Sore ini teriakan aksi dari BEM Se-Solo Raya dan KAMMI  bersua padu memecah langit Sriwedari atas nama Aliansi Rakyat dan Mahasiswa (ALARM). Niatnya cuma nyobain “main-main”, katanya sih anak FK jarang “main-main” bareng dijalanan.
          Dan kali ini aku atas nama BEM FK UNS berani menjawab tantangan kawan-kawan. Ada beberapa nama dari FK yang aku lihat, mulai dari yang tua : Norma Mukti Bima Cahya (2006), Ni Nyoman Indirawati (2008), An Nisaa Nur Citra (2008), Mustafa Mahmud Al-Jufri (2009), Asaduddien Faras (2010), M. Syukri Kurnia (2011), Rizqa Febriliany (2011), Yasyfie Asykari (2012), Pisma Putra Ghirby Aseptama (2012), Syayma Karimah (2012), Pramitha Yustia (2012), Latifa Zulfa (2012), dan mungkin beberapa nama yang tak tertangkap oleh mataku. Terlepas dari bendera organisasi masing-masing tapi kami atas nama mahasiswa Fakultas Kedokteran berani menyuarakan teriakan hati rakyat.
       Aksi Long March mahasiswa dikondusifkan mulai dari Sriwedari, dibuka dengan orasi singkat dari beberapa Presiden BEM untuk membakar semangat juang mahasiswa sebelum menjejakkan kaki menapaki jalanan Slamet Riyadi Solo. Nyanyian dan teriakan mahasiswa berdentum dalam telinga-telinga yang tadinya tuli dan membuka mata-mata yang tadinya buta. HIDUP MAHASISWA!!! HIDUP MAHASISWA!!! HIDUP RAKYAT INDONESIA!!! Tak pernah berhenti kami pekikkan sepanjang nafas ini masih bisa berhembus, selama jantung ini masih bisa berdebar, sebanyak tetesan keringat ini masih bisa bercucuran. Ini aksi pertamaku turun menyusur aspal sejak terakhir kali kelas 11 SMA dulu, dan sungguh mata ini tak dapat menahan peluh ketika Mars Mahasiswa yang biasanya cuma dinyanyikan mahasiswa FK didalam ruangan dan kini menggemuruhkan jalanan Slamet Riyadi kota Solo. Aku memegang panji bendera BEM FK UNS yang selama ini tertidur pulas dan hanya bangun ketika jadi dekorasi foto saja, namun kini bendera itu bangun mengiringi tetes-tetes peluhku dan tak menyiakan peluang untuk mengambil posisi di garda depan bersama panji-panji yang lain. Sepanjang perjalanan ini hatiku bergetar dan mataku berpeluh mendengarkan Mars Mahasiswa yang biasanya hanya kunyanyikan saat rapat dan sidang, namun kini mengiringi dan meretas langkahku. Tangis ini cukuplah tercucur dalam hati.
        Awal mulanya kita nyamperin kantor Pengadilan Negeri Solo, mau nurunin foto Presiden RI “tercinta”. Didepan udah rada curiga sih kok tiba-tiba para pria berseragam coklat itu memperbolehkan kami masuk dengan mudahnya, ah ternyata fotonya udah diturunin. Mahasiswa cuma bisa teriak sambil nyindir “Pengadilan Negeri sepakat sama kita buat nurunin Presiden SBY”. Kami keluar dan menuntut diturunkannya sang saka merah putih beberapa ratus sentimeter saja dari ujung tiang tertingginya, namun barisan kami sedikit berjibaku dengan para pria berseragam coklat yang ketat melingkari pondasi beton tiang sang saka di depan pengadilan negeri. Satu hal konyol yang sempat tertangkap mata dan telingaku ketika satu tali sang saka putus, salah seorang pria berseragam coklat itu menjawab dengan polos “talinya putus sendiri”.
       Lanjut arak-arak keranda mayat berfotokan presiden dan wakil presiden ini menyusur aspalan Slamet Riyadi dan berhenti sejenak. Tangan-tangan kami bertautan membentuk border yang kokoh padu dalam kekuatan persaudaraan, tak putus dan tak boleh putus. Tangan kananku bertaut dengan seorang bapak tua yang bahkan aku tak tahu siapa namanya, tak tahu asal-muasalnya, tak tahu pula mengapa dia bertaut pada tangan kananku. Tangan kiriku bertaut dengan sahabatku, Mohammad Syukri Kurnia, yang insyaAllah kami dipersahabatkan oleh Allah sejak awal berjuang dalam naungan kampus Sebelas Maret ini. Tangan kami berdua sama-sama memegang bendera, meski kami beda bendera, meski kami beda harakah, namun perjuangan untuk Allah yang menguatkan tangan kami saling bertaut dalam border ini. Di sisi lain border aku melihat beberapa pria sejati dari kami adu kaki dengan petugas, kasar, beringas, dan berani. Itu saja kesan singkatku tentang mahasiswa Teknik diseberangku. Di tengah tepi border para pria sejati ini, barisan para calon ummahat juga tak kalah kuatnya, meski mereka akhwat, berjilbab besar, memakai rok lebar, tapi mereka tak gentar dan tak terbataskan hanya karena kain-kain lebar yang menjuntai menutupi mereka. Mereka tak diam dan tetap berjuang lewat lisan. Bergeser beberapa meter dari mereka, tepatnya ditengah pusara border, satu ban hitam besar dibumihanguskan dengan iringan teriakan yang tak kenal habisnya.
        Perjalanan  berlanjut menuju perempatan gladak, tempat klimaks dari serangkaian aksi kami. Dalam perjalanan menuju gladak ini satu persatu dari para pemuncak Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dipersilakan melontarkan beberapa potong pekik orasi singkat. Dimulai dari presiden BEM UNS, Toma Patriot Tama. Yang kedua presiden BEM FKIP UNS, Arif Fauzi. Yang ketiga presiden BEM FT UNS, Hendra. Yang keempat presiden BEM FP UNS, Bimo. Dan tibalah undian nomor lima, giliran aku sebagai pemegang tonggak estafet presiden BEM FK UNS sebelum-sebelumnya. “Datang dari barat, datang dari timur, mahasiswa.” Mengiringi langkahku memanjat podium mobil tempat orasi. Sejujurnya hari ini adalah hari pertamaku berorasi di bangku kuliah, di jalanan terbuka, di depan lautan mahasiswa. Tapi ini yang aku sebut “Break The Silence”, yang diam akan selamanya diam apabila tak belajar bicara. Sepenggal kata-kata yang spontan keluar dari mulutku “Hidup mahasiswa! Hidup mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia! Hampir 70 tahun Indonesia merdeka, hampir 70 tahun merah putih berkibar di bumi ini, namun tak pernah kami merasakan sejahtera seperti nenek moyang kami dulu. Saat semuanya terkoordinasi dalam naungan Islam, bukan naungan tirani. Dan hari ini kita sebagai mahasiswa yang bertugas mengubahnya, dan tak banyak mahasiswa yang mau meninggalkan belajar untuk berada disini, turun dijalan ini. Kita tak akan pernah merasakan penderitaan rakyat jika kita tak mau turun dan aksi seperti ini. Sudah bukan lagi waktunya kita apatis dan sudah saatnya kita peduli pada bangsa ini. Hidup mahasiswa! Hidup mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia!”. Aku turun dan aku puas.
        Setelah serangkaian orasi tadi long march pun tak lepas dari noda para wartawan para pencari berita itu layaknya adalah provokator ulung dalam cari keuntungan dalam keributan, yang aku tahu mereka juga butuh makan. Tapi yang aku tak habis pikir mereka mencari makan dari kebohongan dan pluntiran kata-kata yang menimbulkan friksi dan distorsi makna dari kenyataan. Mati ajalah bang ente kalau cuma cari makan dengan cara yang seperti itu. Mereka memanas-manasi kami yang sudah panas terpapar terik hanya cuma karena tak boleh masuk border, ah benar-benar amit-amit jabang bayi sama wartawan macam ginian.
     Namun derap langkah kaki kami para pejuang masih belum berhenti, masih terus melangkah hingga ujung perempatan gladak yang menyambut ditemani para pria dan wanita berseragam coklat. Inilah puncak klimaks dari untaian kereta panjang kami, orasi penutupan yang diakhirkan dengan pembakaran keranda jenazah berfotokan presiden dan wakil presiden negeri di ujung tanduk ini yang berisi ban bekas yang mengepulkan asap hitam yang membumbung menutup langit cerah kota Solo. Tak lupa karangan bunga artifisial untuk 2 wakil rakyat tadi dihanguskan oleh api merah membara, semembara semangat darah juang kami.
        Banyak sekali testimoni usai rangkaian panjang polemik dua jam perjalanan ini, “Rekor FK ikut aksi dan orasi”, “Pertama kali dalam sejarah presiden BEM FK orasi”, “Nah gitu donk, siapa yang ngajarin orasi?” dan berbagai macam komentar-komentar tentang BEM FK UNS. Aku tak pernah tahu sejarah pasti organisasiku tercinta ini, aku tak tau sua para penyejarahku di BEM FK UNS dulu, aku tak pernah mengerti eksistensi mereka dalam kegiatan seperti ini. Kalaupun memang selama ini BEM FK hanya tertidur pulas dalam kolam susu yang menenangkan, namun saat ini sudah saatnya kita keluar dari pemandian susu ini, bangun, berhanduk, berpakaian, dan beraktivitas layaknya yang lain. Bendera BEM FK yang selama ini tidur syahdu, hari ini berdebu. Gambaran ying-yang merah putih itu bersua padu dengan bendera-bendera lain, panji kebanggan kami, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.


        Sedikit sedih memang aku tak pernah diajarkan yang seperti ini oleh pendahuluku dulu, BEM FK yang layaknya lebih terlihat sebagai Event Organizer ini sudah saatnya kembali menjemput takdir sejarah seperti para pendahulunya yang gugur dalam aksi, dr. Ciptomangunkusumo, dr. Wahidin Sudirohusodo, dr. Sutomo, dan siapapun dokter-dokter pendahulu kami. Beruntunglah adik-adikku yang bisa belajar lebih awal dari segala serangkaian aksi hari ini. Mari kita ubah paradigma mahasiswa FK, tunjukkan bahwa kita pernah peduli, masih peduli, dan akan terus peduli pada negeri ini. Bangun dan bangkitlah sekarang, karena kesempatan tak akan pernah datang dua kali. Apapun stigma orang tentang kita, yang negatif berarti mengingatkan kita untuk berbenah, yang positif mengingatkan kita untuk lebih berbenah. Apapun judgement orang tentang BEM FK kami, yang pasti aku pribadi menikmati aksi hari ini. Semoga masa depan senantiasa menyambut kami dengan lebih baik lagi. HIDUP MAHASISWA!!!

Kamis, 13 Juni 2013

Harusnya, Kita Memilih Ketidakpastian

----Tapi itulah mereka. Mereka tergerakkan oleh ruh. Mereka bekerja dengan ruh-ruh di dalam jasadnya. Kegagahan mereka bukan karena bidangnya dada yang mereka punya. Kerja-kerja besarnya tak pernah tersandarkan pada kuatnya fisik mereka. Maka selemah apapun mereka di mata manusia, dunia akan tetap menuliskan namanya diantara jajaran orang hebat. Karena dunia hanya melihat kerja besar yang dia selesaiakn, bukan dengan apa dia melakukannya.----


Inilah kehebatan tuhan kita. Dia pasti selalu mempunyai cara sendiri untuk mengatakan bahwa memang hanya Dia lah tuhan yang berhak disembah. Maka kemudian Dia tiupkan ruh ke dalam jasad kita. Ruh yang -sebenarnya- adalah milik kita, namun pada akhirnya kita sadari bahwa kita tak kuasa mengendalikannya. Ruh yang –kata sebagian orang sok tahu- adalah sesuatu yang bisa kita atur seenak jidat kita, lalu mereka namakan sebagai the power of mind.
Padahal harusnya ketika dia telah mengatakan hal itu, kematian pun bukanlah hal yang sulit untuk mereka undurkan. Tapi nyatanya, they cant.
Maka islam hadir. Di tengah-tengah rumitnya kehidupan manusia. Menawarkan sebuah kearifan. Menawarrkan sebuah kerendahan hati.  Apa yang salah dengan cara para motivator-motivator itu, yang mengatakan “jika anda menginginkan mobil mewah, cari gambar mobil yang anda idamkan. Lalu tempel gambar itu di tempat yang selalu anda lihat. Maka fikiran anda akan mengarahkan anda pada pancapaian itu. Dan kurang dari satu tahun, saya yakin, anda akan menjadi pemilik mobil itu. Itulah kekuatan fikiran! Kita harus yakin, inilah hidup kita! Dan kita berhak mengaturnya sendiri!”. Well, ada yang salah? I think no. Its fine to do. Tapi coba bandingkan dengan ini.
“Ketika anda menginginkan sesuatu, fikirkan hal itu. Fikirkan. Bertekadlah untuk mendapatkannya, dengan tekad sekuat-kuatnya. Lalu bawa keinginan itu kehadapan Tuhan anda. Letakkan impian anda diatas sajadah anda. Didalam sujud panjang anda. Didalam syahdunya doa-doa anda. Maka anda akan lihat bahwa Dia yang menguasai dunia dan seisinya, akan berada disamping anda dan mengiringi langkah-langkah anda. Percayalah, karena orang yang mencari tanpa menghadirkan Allah saja, dia mampu mendapatkannya. Apalagi anda!”
Bicara tentang keyakinan, motivator-motivator itu mengajarkan pada kita untuk mencapai level keyakinan tertinggi dari yang kita bisa. Kita dilatih untuk mengerdilkan image looser kita, lalu menghadirkan jiwa pemenang dalam diri kita. Mereka mengajari kita sebuah keyakinan yang harus kita optimalkan. Dan itu bagus. Tapi coba sejenak kita bandingkan dengan statement kedua. Islam memperkenalkan kita pada keyakinan yang lebih tinggi. Yakin pada keinginan kita, dan yakin pada Allah yang memberikan keinginan itu. Ada dua keyakinan yang berpadu disana. Dan kalau anda saja percaya bahwa sebuah keyakinan kuat mampu mewujudkan impian anda, lalu bagaimana dengan dua keyakinan?
Sepakat atau tidak, orang-orang besar yang pernah terlahirkan adalah orang-orang yang menempatkan keyakinan diawal kerja-kerja mereka. Dan inilah yang membedakan mereka dengan orang-orang biasa. Orang-orang biasa tak pernah berhasil melewati titik ini, saat mereka diharuskan yakin pada keberhasilan mereka, sedangkan mereka belum mengambil sebuah langkah pun. Steve jobs. Saat Apple.inc masih dia rintis dari sebuah garasi mobil milik mertuanya, dengan modal keyakinan ia jual mobil satu-satunya. Sore itu dia jalan-jalan dengan mobilnya, lalu pulang tanpa mobil, namun dengan tentengan mesin-mesin untuk keperluan tokonya. Dan itu terjadi begitu cepat. Dia berhasil melewati keadaan dimana keyakinan mengharuskannya melakukan keputusan besar diawal kerja-kerjanya, sebelum segalanya dia mulai.
Thariq bin ziyad. Bahkan kedua pasukan itu belum pernah bertemu. Dan dia belum tahu apakah kekuatan yang dimiliki pasukan muslim dibawah komandonya mampu mengalahkan sekian banyak pasukan Andalusia. Tapi dengan gagahnya, di selat Gibraltar itu dia bakar semua kapal perangnya. Selat itulah yang menjadi saksi betapa thariq berhasil melewati titik itu dengan cemerlang. Sebuah titik yang menjadi bukti bahwa dirinya pantas disebut sebagai panglima. Sebuah titik, dimana keyakinan memaksanya menjadi seorang pemenang bahkan sebelum perang digaungkan.
Lihatlah  mereka. Bukankah sebuah kewajaran, jika thariq bin ziyad mengurungkan niatnya dan mengatakan bahwa keputusan itu diambil untuk keselamatan pasukannya? Dan saya yakin orang-orang disekitarnya pasti akan memakluminya. Tapi dia memilih ketidakpastian. Dia berani mengambil resiko atas keputusannya.  Dia biarkan keyakinannya menembus segala batas-batas yang menghalanginya untuk bertindak. Maka dia mendapatkannya. Andalusia dihadiahkan Allah kepada orang-orang muslim melalui kepemimpinannya. Melalui keyakinan yang dia tancapkan, bahkan sebelum kerja besar itu dia lakukan.
Dan di contoh ketiga, saya memilih orang yang paling pantas menjadi guru kita dalam memahami teori ini. Lihatlah di sudut kota itu. Kota yang tak lama lagi dikepung oleh pasukan gabungan, yang memang bersatu untuk meluluhlantakkan Muhammad beserta ajaran yang dibawanya, serta menguasai kota yang semakin hari semakin menunjukkan kekuatan di segala sektor peradaban. Yatsrib. Maka rosul dan para sahabat memilih bertahan, dengan membuat parit lebar yang mengitari seluruh kota madinah. Karena dengan parit itu pasukan musuh dipaksa untuk berhadapan dengan dua kondisi. Pertama, mereka tidak mungkin bisa masuk ke madinah dengan parit yang begitu lebar untuk dilalui. Kedua, jika mereka memaksa melewatinya, pasukan muslim telah menanti diatas sana untuk menghujani mereka dengan anak panah. Sungguh ide yang cerdas dari sahabat cerdas bernama salaman al-farisi. Namun sejarah tidak hanya mencatat hal itu. Ada hal lain yang tidak boleh lepas dari rangkaian preistiwa besar ini.
Ketika proses penggalian parit, di tengah teriknya matahari madinah dan dibarengi minimnya pasokan makanan untuk tenaga para sahabat, ada sebuah batu besar yang tak mampu dihancurkan seorang sahabt pun. Dan rosulullah tampil. Dengan peluh bercucuran di pipinya, beliau hantam batu besar itu.           Dengan perkasanya, beliau bungkam mulut-mulut munafiqin yang dengan sinis mengatakan “jangankan menaklukan romawi, melawan musuh saja harus berlindung di madinah”. “Bismillah…” dipukulnya batu itu oleh pria yang saat itu berumur 58 tahun, hingga muncul percikan api di sana. Sahabat bertakbir, dan Rasul berkata, “Allahu Akbar! Kunci Syam telah diberikan padaku. Demi Allah aku tengah melihat istana-istananya yang berwarna kemerahan”. Batu itu belum goyah. Maka di ayunan kedua, percikan api itu kembali muncul, “Allahu Akbar! Kunci-kunci Persia telah diberikan kepadaku. Demi Allah aku tengah melihat istana-istana kota Mada’in berwarna putih”. Pukulan terakhir, Allah izinkan batu itu luluhlantak, dan rosul kembali mengatakan sesuatu yang membakar semangat para sahabat “Allahu Akbar! Kunci-kunci Yaman telah diberikan pula kepadaku. Demi Allah kini aku tengah melihat pintu-pintu kota Shan’a dari tempatku ini. Mungkin sangat tidak rasional, ketika musuh “kecil” yang ada di depan mata belum mampu dibereskan, rosul menjanjikan bahwa peradaban besar itu akan dikuasai oleh muslimin. Sangat-sangat tidak realistis. Namun kemudian dunia benar-benar menjadi saksi atas apa yang diucapkan Muhammad. Kota-kota itu takluk di tangan muslimin. Satu per satu. Dan bahkan dua pertiga dunia menjadi milik kita. Itulah mimpi, dia selalu melampaui realitas pemikiran kita. Maka jangan biarkan realitas yang kita hadapi saat ini memaksa kita mengerdilkan mimpi-mimpi itu, yang memang diciptakan untuk mengalahakan keterbatasan kita.
Itulah rosul. Beliau berani mengatakan tentang mimpi besar yang sepertinya mustahil untuk dilakukan. Jangankan menaklukan kota-kota besar yang menguasai dunia saat itu, menghadapi pasukan musuh di sekitar jazirah arab saja pasukan muslim harus susah payah membuat parit. Tapi sekali lagi itulah rosul, beliau berani beradu dengan mimpi-mimpi besarnya. Beliau berani berlari dengan ketidakpastian. Dan beliau ajarkan pada kita bahwa yang membuat kita berani berlari bersama ketidakpastian masa depan adalah keyakinan itu sendiri. Orang-orang yang tidak yakin akan keberhasilan, tak kan pernah mau melakukannya, karena memang mereka tak pernah yakin bahwa di depannya keberhasilan itu sedang menantinya. Akhirnya mereka mundur, memilih hidup dalam kepastian. Dan mereka mendapatkannya, hidup di tengah kepastian bahwa mereka tak akan mendapatkan sesuatu yang lebih besar.  
Mereka yang pada akhirnya gagal menjadi pemenang selalu menutup kemungkinan-kemungkinan diawal kerja mereka. Sebelum kaki mereka melangkah, fikiran mereka telah menutup kemungkinan-kemungkinan itu. Banyak pegawai yang mengatakan “mau buka usaha pake modal siapa, mas. Orang gaji sebulan aja kurang buat makan anak istri”. “mau jadi dokter spesialis gimana, mas. Orang tua petani gini.”. Orang-orang seperti itu, saya yakin, pasti pernah memimpikan hal-hal yang besar. Pasti. Tapi mungkin, impian-impian itu terlalu dia “fikirkan” sebelum dia melangkah. Mimpi jadi dokter, lalu ngelihat nilai-nilai SMA jelek mulu, akhirnya mikir, ntar kalo masuk kedokteran nggak bisa ngikuti gimana. Ntar kalo ndaftar kedokteran nggak ketrima gimana. Akhirnya nggak jadi. Apa kemudian salah ketika kita merencanakan mimpi kita sebelum bergerak? Enggak. Justru itu harus. Tapi jangan lama-lama. Mengapa? Oke, jadi gini. Dalam sebuah bisnis, cara paling baik dalam membuat sistem yang paten dan bisa berjalan meskipun tanpa peran kita adalah, dengan segera memulai bisnis tersebut, lalu setelah itu pasti timbul kesalahan-kesalahan. Nah, catat kesalahan-kesalahan itu dan buat evaluasi dari setiap kesalahan. Tak akan lama setelah itu, dari evaluasi-evaluasi itu anda sudah memiliki sistem tersendiri bagi keberlangsungan bisnis anda. Dan jika kita bicara agama, Allah justru menyukai orang yang “gak banyak pertimbangan”. Tentunya ini terkait dengan bagaiman memulai kerja-kerja besar kita dalam kebaikan, bukan dalam hal memutuskan sebuah perkara fiqih. Coba kita lihat, dengan janji yang begitu indah Allah mengatakan melalui rosulNya, cukup kalian berniat berbuat baik,dan lakukan niat itu. Maka Aku, Yuwaffa ilaykum, akan menemani perjalanan kesuksesan kalian semua.
Bawa segala keinginan kita ke atas sajadah kita, di tengah sayup dedaunan pagi, di tengah kegagahan kita melawan rasa kantuk di awal bermulanya hari. Dan akan anda saksikan, bahwa dengan gagahnya Allah menurunkan malaikat-malaikatnyaNya, menjadi pendamping kesuksesan kita. tatanazzalul 'alayhimul malaaikatu.”.
Orang-orang yang berani berperang dengan ketidakpastian hidup mereka dan mampu mengalahkannya, hadiah bagi mereka tak lain adalah kepastian bahwa mereka akan mendapatkan kebahagiaan. Hadiah karena mereka berani berlari bersama ketidakpastian di masa depan.

Rabu, 12 Juni 2013

B16 : Sejawat Tak Akan Tamat


Roda kehidupan akan senantiasa teristiqomahkan berputar
Perpisahan bukan hal yang luar biasa, karena yang ada suatu saat pasti tiada
Air mata yang merambat berderai ini tak dapat lagi diseka
Semua itu sudah diujung mata, diujung lidah yang tak dapat basah lagi
Jiwa-jiwa yang pernah berhimpun ini layaknya akan segera berpisah
Tapi qolbu ini akan tetap menyeru pada satu tujuan yang padu
Perjuangan untuk gelar dokter dan pengabdian pada bumi pertiwi
Itu semua yang akan terus menyatukan kita, salam garuda untuk sejawat tercinta!

Sudah tak ada kata2 lagi yang sanggup aku ucapkan untuk kalian duhai para sejawat seperjuangan. Cerita ksah-kasih kita di kelompok B6 akan berujung, tapi sungguh Allah tak akan pernah rela hati kita berujung. Dia yang akan menghimpunkan kita kelak, entah dalam kondisi apapun itu yang pasti aku memohonkan bisa bertemu kalian dalam bentuk kita masing2, dalam bentuk kita yang paling luar biasa. Semua cerita semester 3 & 4 nan kelam semoga termaafkan dan terkubur dan bersemayam syahdu dalam tumpukan tanah usang. Cerita-cerita penuh warna layaknya selalu menghiasi hari-hari kita kedepannya. Sudah cukup, tak ada lagi yang sanggup aku ucapkan untuk kalian selain “KALIAN LUAR BIASA”. Kalaupun dunia tak rela mempertemukan kita lagi, semoga akhirat adalam sebaik-baik tempat berkumpul kita nanti dalam naungan syurga dimana dibawahnya mengalir air susu yang putih jernih. Seputih jas dokter yang mewarnai pengabdian kita nanti.

Sheilla : Iya sejujurnya dulu canggung banget waktu pertama kali tutorial sebelahan sama sheilla, semseter 1 & 2 rasa-rasanya belum pernah kenal aja. Mana tampangnya Sheilla kelihatan kutu buku banget dan jarang ketemu orang kece macem aku kali ya, haha. Tapi lama-kelamaan ketahuan juga aslinya kalau ternyata juga asik, apalagi masalah laporan kayaknya kamu sama Ata yang paling update dan jadi sasaran empuk copas. Oh ya lebih pede lagi aja ya, kamu luar biasa kok cuma terkadang kamu masih malu aja mengeluarkan segenap potensi yang ada di dalam dirimu. Belajar buat all out kalau misal kamu dapet kesempatan buat berkembang, insyaAllah jalanmu buat sukses bakal lebih terbuka.
Dina : Kalau yang satu ini sejujurnya udah kenal banget, ya mau gimana lagi 2 tahun setutorial. Seneng banget pokoknya 2 tahun ini setutorial sama Dina. Apalagi kalau macem mau jalan2 dan karaokean, nampaknya kita berdua yang paling semangat deh Din, haha. Oh ya dan kayaknya kamu pertner yang bisa saling menguatkan kalau pas lagi ujian-ujian, hehe. Over all makasih lah, semoga saling menguatkannya bisa terus berlanjut, wkwk. Semoga terus langgeng dah sama Gilang, asal gak lupa aja sma temen tutorialmu yang paling ganteng ini buat diundang. Meskipun ntar undangannya di Jakarta siap dijabanin dah.
Arifa :  Kalau Arifa mah jujur aja, dikelompok ini kelihatannya kita partner in crime. Dua orang yang selalu ngerusak dan ngrecokin kelompok dengan mulut yang ngawur ngalor ngidul kemana2. Kamu orangnya asik banget, super asik bahkan. Tapi terkadang kamu susah kalau diajak asik bareng2, hehe. Keep active aja dan coba menyatu dengan banyak orang, kamu bakal nemuin berjuta dunia baru dalam berjuta jiwa orang yang kamu temui. Everyone is unique, dan sayang banget kalau kamu tidak bisa menemukan keunikan dari tiap orang. Dan satu2nya cara untuk menemukan keunikan itu adalah menyatu dengan orang tersebut, atau bahkan mencoba menjalani hidup dengan caranya. Dan bakat asikmu itu sebenernya membuatmu kliatan supel dan mudah menyatu sama banyak orang, cuma kamu tak mau mencobanya saja.
Desy : Hmm desy ini kalau boleh aku bilang adalah penipu, dan sesungguhnya aku adalah korban tipu yang paling sering kena. Dulu waktu belum kenal aku kira dia angkatan 2010, abis kelihatan sekilas dewasa dan keibuan gitu sih, hehe. Trus juga dulu aku kira orangnya pendiem banget, ternyata  kayak pengelola pasar malem, wkwk kidding. Tapi jujur kamu sama Ata adalah manusia paling rajin kalau masalah ngurusin kelompok nampaknya, paling peka dan paling cepet tanggep, cepat kaki ringan tangan, suka membantu, baik hati, tidak sombong, tapi tidak rajin menabung, hahahaha. Semangat selalu Des, suatu saat ketekunan dan kesabaranmu yang akan membawamu dalam suatu kesuksesan besar.
Gaby : Aku bingung waktu pertama kali daftar ulang SNMPTN tulis, heran aja kenapa bisa ada anak SMP masuk Fakultas Kedokteran. Eh nggak nyangka juga ternyata akhirnya tahun kedua harus sekelompok sama anak SMP. Eh ini yang bilang anak SMP bukan aku lhoh ya, tapi adek-adek SMP pas kita penyuluhan, haha. Dan sejarah membuktikan bahwa kamu adalah orang yang suka nyindir dengan tampang polos Gab, hehe. Kamu juga termasuk orang yang asik banget diajak ngbrol Gab, kalau boleh sih ta piara dirumah buat jadi temen crita. Kalau misal ada masalah sama orang lain langsung frontalin aja, jangan dipendem, itu yang aku suka dari kamu.
Naila : Hmm aku bingung nih mau komen apa buat orang paling cantik se-UNS, haha kadang kalau ngliat kamu tuh lucu banget nel kalau pas lagi di GR in mukanya langsung merah. Jangan terlalu ngerasa gak enakan sama orang, kamu juga perlu berani mengungkapkan kalau misal kamu ada uneg-uneg sama seseorang. Kelihatannya selama ini kamu lebih banyak menyimpan daripada mengungkapkan, bener gak? Hehe. Keep consistent dgn apa yang kamu jalani sekarang, karena konsistensi/istiqomah lah yang akan membawamu terus maju menuju gerbang kesuksesan. Lebih berani aja lah intinya.
Diva : Seenggaknya saya punya satu partner cowok disini, ya sebut saja Novian yang kalau malem ganti nama Diva. Pertama dulu ngiranya dikelompok ini anak serius banget, tampangnya sangar, badannya berotot tapi takut sambel, dan jarang ngomong. Eh tapi makin lama makin kenal Cuma ada satu katra buat Diva, “Koplak” hahaha. Dia tu ketua kelompok yang care banget sama anggotanya, mulai dari ngambilin kartu, BPP, cari mobil FL, tentiran, semuanya dia yang ngurus. Kapan lagi punya ketua kelompok yang bisa dimanfaatin kayak gini, wkwk. Kesan seriusnya dikit-dikit diilangin ye, lebih enak kalau kita bisa loss koplak-koplakan bareng. Sukses juga buat jalan dakwahnya pak Kabid.
Ata : Hmm Ata ini menurutku diantara para cewek dia yang paling keibuan (udah siap nikah soalnya), entahlah care banget kalau masalah keperluan-keperluan kelompok, apalagi kalau masalah nyiapin kue tart, hehe. Kerjanya paling set2 dan paling rajin kalau masalah nyicil laporan n’ belajar, jadi sasaran minjem laporan anat kalau sama dia. Tapi kadang kalau udah marah juga jadi rada serem, tampang keibuannya bisa berubah jadi nenek sihir *peace. Semoga langgeng ya sama pak sopirnya yang somplak banget, hehe. Awas aja kalau nikahannya gak undang-undang, oh ya tapi tetep kalau mau nikah jelas di B6 ini aku duluan lho gaboleh ada yang nglangkahin.
Sani : Nah ini juga salah satu cewek yang suka ricuh n’ ngramein kalau dikelompok. Sayang hatinya lagi gak rame, padahal udah diminta ibunya buat cari pasangan, hahaha. Oh ya ternyata baru sadar kalau Sani selama setahun sekelompok ini kalau kuliah gak pernah pake celana, hehe. Lanjutin ya, cewek kalau pake rok emang lebih anggun. Keep bermanfaat buat orang banyak, kamu tipe orang yang mudah menyatu sama orang banyak, dan itu bisa kamu manfaatin buat membangun jaringan yang lebih luas. Jangan pernah futur buat terus belajar, karena hakikatnya ada sesuatu yang besar dalam dirimu yang nampaknya belun dikeluarkan secara maksimal.

Aku pernah mengatakan ini pada seseorang yang aku cinta namun Allah mengajarkanku bagaimana mengikhlaskannya. Dan nampaknya aku harus mengulang perkataan yang sama untuk kelompokku yang paling kucinta ini, karena aku juga harus mengikhlaskan perpisahan kebersamaan kita ini.
“Kita bertemu karena Allah, kita berpisah karena Allah, dan apabila suatu saat kita bisa berbagi cerita lagi itu juga karena Allah”

Jumat, 07 Juni 2013

UNS : Kampus dengan rambu "DILARANG PACARAN"

Pernah lihat rambu-rambu kayak gini di dalam kampus?


        Di tempat-tempat umum kita sudah sering menjumpai papan-papan maupun rambu-rambu larangan merokok, larangan parkir, jagalah kebersihan, harap tenang, buanglah sampah pada tempatnya, dll. Ah, itu mah biasa banget dan sering kita jumpai sehari-hari. Tapi kalau rambu dilarang pacaran? Pernah tau? Nah kali ini saya ingin memamerkan profil kampus saya yang insyaAllah "islami".

Sabtu, 01 Juni 2013

Filsafat : Sebuah Seni Melihat Kehidupan Secara Lebih

Sebuah hasil renungan penulis yang telah cukup lama tersimpan
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.

Gatotkaca Gandrung #1


Aku takut. Sangat takut. Tatapan matanya seakan melucuti semua kekuatanku. Aku tak berdaya dihadapannya. Kenapa aku seperti ini. Aku sangat takut.


Tersebutlah kakak-adik Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati yang berjalan ke sana kemari mencari ayahnya, Raden Arjuna. Mereka diiringi oleh abdi setianya, Cantrik Janaloka. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan gerombolan perampok hutan. Cantrik Janaloka tak kuasa melawan kesaktian gerombolan perampok teresebut. Melihat pengawalnya kalah, Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati langsung menangis. Mereka merintih meminta tolong. Gatotkaca yang kebetulan sedang terbang di atasnya langsung menolong mereka. Dengan mudahnya dia mengalahkan gerombolan perampok hutan. Setelah tau maksud dari Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati, Gatotkaca mengantar mereka menemui Raden Arjuna.