Jumat, 06 Februari 2015

Satu Langkah, Lalu Segalanya

Nilailah kualitas seseorang dari masalah yang pernah dia hadapi dan yang berhasil dia selesaikan.

Orang-orang yang hadir dalam kehidupan kita bukanlah sebuah kebetulan. Mereka mempunyai peran masing-masing untuk mengajari kita banyak hal. Jika terkadang sahabat kita tampak begitu menyeballkan, sesungguhnya dia sedang mengajari kita tentang makna sebuah kesabaran. Sepakat?

Lalu kenapa alloh menghadirkan mereka? Karena Alloh tahu, untuk membuat kita kuat, kita perlu sesuatu yang melemahkan kita.

Saat kita ingin menjadi pribadi penyabar, seringnya alloh justru hadirkan sosok-sosok yang membuat pintu kemarahan kita terbuka lebar.

Namun disinilah poinnya. Jika kita mampu menahan kemarahan itu untuk tidak keluar meski pintunya sudah terbuka lebar, kita baru bisa disebut penyabar. Lha kalau pintu belum kebuka, namanya bukan sabar. Karena orang sabar itu bukanlah dia yang tidak punya amarah, tapi dia yang bisa menahannya disaat sebenarnya dia bisa mengeluarkannya.

Kita kuat bukan karena kita tidak punya kelemahan. Kita kuat karena kita mampu mengatasi kelemahan kita.

Sudah. Cukup. Saatnya bercerita. Hehe.

Ceritanya. Ada seseorang. Orang ini sudah lama jadi pengangguran. Mau tidak mau dia harus bekerja. Apapun. Asal dia bisa makan dan dia menikmati pekerjaannya. Untuk syarat pertama mungkin gampang. Giliran syarat kedua, ini yang susah.

Selama ini, dia tidak benar-benar bisa menikmati pekerjaannya. Ada saja alasan yang membuat dia mundur dari pekerjaannya. Dan yang paling sering: “saya tidak nyaman”. Nah, repot kan.

Tapi sekarang masalahnya berbeda. Ini urusan perut. Kalau dia tidak bekerja, ya selamat tinggal kebahagiaan perut. Mau tidak mau, bisa tidak bisa, dia harus bekerja secepatnya. Jalan terakhir yang dia tempuh adalah, berdoa. Itu saja.

Dan benar, Alloh memang tidak pernah tidur. Nggak bakalan mungkin dia membiarkan hambaNya kelaparan. Yang tidak punya iman saja diizinkan berkenyang-kenyang, masak iya yang beriman mati kelaparan? Andaipun ada, tak lain itu memang kehendak Alloh untuk mengujinya dan memberikan kemuliaan selepas ujian itu. Nah orang ini, akhirnya dia dapet kerjaan baru. Tapi sekali lagi, alloh memang hebat. Dia berikan pekerjaan kepadanya, tepat di bidang yang tidak dia kuasai.

Dia selalu gugup bila bertemu orang baru. Dia tidak bisa menjaga obrolan dalam waktu yang cukup lama. Dia tidak mengerti bagaimana memulai percakapan dan kapan saat yang tepat untuk mengakhirinya. Dia benar-benar tidak mengerti bagaimana membuat orang lain tertarik dengan apa yang dia bawa. Dengan segala kelemahan itu, alloh berika dia pekerjaan: sales susu kedelai! Susu kedelai sachet!
Tepat! Ini jelas bukan pekerjaannya. Dia tidak mungkin bertahan di tempat ini. Tapi sampai kapan lagi perutnya dibiarkan kosong tanpa penghuni?

Akhirnya dia coba. Dengan penuh rasa terpaksa. Bukan karena mau. Tapi, mau tidak mau. Hehe.

Hari pertama. Pukul 6 pagi. Dia susuri jalanan. Jalan kaki sendirian. Dia beranikan masuk sebuah kampung. Ini tempat asing dengan orang-orang yang benar-benar asing. Dia dekati rumah pertama. Masih sepi. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Setengah jam dia menunggu di luar. Bukan untuk menunggu sang penghuni keluar, tapi hanya untuk menjawab pertanyaannya sendiri: jadi jualan nggak ya?

Setengah jam berlalu. Setelah menimang-nimang segala kemungkinan, ditambah keadaan perut yang semakin keroncongan, dia kumpulkan seluruh kebaranian. Oke, dia putuskan untuk berjuang. Dia masuk, bertemu si empunya rumah, berbasa-basi sebisanya, menawarkan dagangannya dengan gaya paling kaku sedunia, dan setelah itu, dagangannya terjual! Hebat! Walau hanya 3 sachet. Walau yang beli bilang “iya deh mas, saya coba aja nggak papa”.

Tapi ini hebat. Di hari pertamanya bekerja pada tempat yang sama sekali tidak dia minati, dia berhasil mengukir prestasi. Hehe.

Semangatnya meninggi. Sekarang dia yakin dengan kemampuan yang selama ini tersembunyi dalam dirinya. Dengan langkah kaki mantap, dia yakin bisa menaklukkan seisi kampung! Waktunya pembalasan!

Dua jam berlalu. Dia sudah berada di kampung berikutnya. Tapi eh tapi, setelah rumah pertama tadi, dia tidak berhasil menjual se-sachet pun! Persis dua jam berlalu, dia tidak menemukan pelanggan lagi.

Hampir putus asa, dia putuskan istirahat. Karena haus, dia jajal sendiri dagangannya. Ternyata enak! Dia jajal lagi dan jajal lagi sampai tiga kali. Jadi di pukul delapan pagi, dia berhasil “menghabiskan” 6 sachet. Tiga diujual, tiga diminum sendiri.

Dia menyadari satu hal. Produk yang dia jual ini berkualitas. Maka kalau nggak laku, berarti bukan salah produknya. Iya kan? Salah dia sendiri berarti. Makin putus asa lah dia. Sebenarnya dia mau pulang, karena instruksi dari atasan, tidak usah terlalu lama berada di jalanan. Tapi dengan dagangan yang baru laku tiga, masak iya dia berani pulang?

Dia putuskan berjalan lagi. Sampai jam sepuluh. Lebih dari empat kampung dia satroni. Selama dua jam tambahan itu, dia berhasil mengahabiskan 5 sachet. Dengan rincian: terjual dua, diminum sendiri tiga. Sehingga total hari itu, dia “menghabiskan” 11 sachet. Yang lima terjual, yang enam masuk perutnya sendiri. Karena sudah siang, sang atasan menyuruhnya untuk segera pulang. Kata dia, wajar, masih hari pertama.

Jadilah di hari pertama dia kerja, acaranya adalah blusukan.

Hari kedua, dia memantapkan hati untuk berhenti. Tapi dia pakewuh. Kontrak yang dia terima adalah, tidak berhenti dulu jika belum tiga hari.

Oke. Karena sungkan, dia berangkat lagi. Dan dia tahu konsekuensi apa yang akan dia terima. Dia harus kembali blusukan selama empat jam tanpa hasil. Yawislah, orapopo. Dengan modal pasrah dan bismillah, dia berangkat. Hari ini dia tidak punya beban, karena dia sadar akan apa yang akan dia alami. Dia pikirkan strategi sederhana dan memasrahkan apa yang akan terjadi setelahnya.

Dan anda tahu apa yang terjadi di hari kedua? Selama dua jam dia berjualan, mulai jam 6 sampai jam 8, seluruh dagangannya habis terjual. Benar-benar terjual. Bukan disikat sendiri kayak kemarin. Hehe.

Kuncinya apa? Kata dia, dia membuat peta kampung yang akan dia kunjungi. Jadi nggak asal masuk ke kampung. Itu pertama. Kedua, sebenarnya dia masih takut bertemu orang lain. Tapi “trial” empat jam di hari pertama itu membuat kepasarahnnya mengalahkan ketakutannya. Dia tampil tanpa beban. Dia masih takut, tapi tertutupi dengan kepasrahannya.

Dan di hari-hari setelah itu, pekerjaannya semakin baik dan semakin baik. Penjualannya semakin meningkat dan meningkat. Dalam sehari dia hanya perlu dua jam untuk mendapatkan penghasilan yang cukup besar. Karena pekerjaan yang cemerlang ini, dia naik pangkat. Tapi tahun lalu, karena alasan sekolah, dia keluar.

Yang menarik adalah, saat dia bercerita tentang “kesuksesannya” ini ke rekan-rekannya, banyak yang tertarik untuk bergabung. Ada sekitar 4 orang yang akhirnya ikut bergabung. Tentu karirnya dimulai dengan berjalan kaki seperti apa yang dulu dia lakukan. Dan hebatnya, rekan-rekan yang dia ajak ini, mereka bisa menjual rata-rata 25 sampai 30 sachet di hari pertama mereka. Bandingkan dengan dia yang hanya bisa menula 11 sachet. Itu saja yang 6 sachet dia makan sendiri. Hehe.

Dia memprediksi bahwa pencapaian rekan-rekannya akan melebihi pencapaiannya dulu. Tapi ternyata dia salah. Justru semakin hari, penjualan mereka semakin menurun, menurun, dan akhirnya mereka berhenti.

Dimana kesalahannya? “mungkin mereka terlalu mudah mendapat keberhasilan, mas.” Itu kata dia. Dan mungkin itulah pelajarannya yang paling berharga.

Berapa banyak tokoh hebat yang terlahir dari Rahim keterbatasan dan kegagalan. Yusuf Mansur yang berangkat dari balik jeruji besi karena lilitan utang, kini justru sukses luar biasa. Abraham Lincoln yang harus 12 kali merasakan kegagalan sebelum menjadi presiden, kini namanya menjadi legenda kebijaksanaan dunia. Rosulullah yang harus rela dilempari batu sampai berdarah-darah di thaif, yang harus rela meninggalkan kampung halamannya demi sebuah kebenaran, yang dicaci maki dengan cacian tak manusiawi, kini justru disanjung oleh  penduduk langit dan bumi. Bahkan hingga yaumul akhir nanti.

Mereka, orang-orang hebat itu, mereka berangkat dari kegagalan. Dan mereka besar karena itu.

Memang benar, kita tidak harus gagal dulu untuk merasakan sukses. Maka bersyukurlah jika anda memang seperti itu. Tapi setiap orang punya jalan ceritanya masing-masing. Dan selalu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Maka kalau anda saat ini merasa gagal, yakinlah, satu langkah lagi. Paksakan kaki untuk membuat satu langkah lagi. Jangan berhenti dengan alasan apapun. Lalu saksikanlah, satu langkah itulah yang akan menjawab segalanya.

Masalah tidak datang sendirinya. Ada Alloh yang menghadirkannya untuk kita. Maka saat kita menemui masalah besar, itu artinya Alloh memilih kita untuk menjadi solusi atas permasalahan itu dan Dia ingin kita mengukirnya diatas prasasti sejarah.

Dan jika orang lain membutuhkan solusi atas masalah yang sama, mereka hanya tinggal melihat apa yang telah kita ukir sebelumnya. Hebat, bukan?

Sesungguhnya bersama dengan kesulitan ada kemudahan.. bersama dengan kesulitan ada kemudahan.. (Al-Insyirah : 6-7)

The best way to escape from a problem is by solve it