Rabu, 25 September 2013

Kenapa Harus AAI?

Kemarin adalah hari pertama saya bertemu dengan adik-adik binaan AAI, pasti banyak yang berbenak dalam hati. Apaan sih AAI? AAI itu Asistensi Agama Islam, namanya khususon di kampus UNS. Di tempat-tempat lain juga pasti ada pembinaan yang semacam ini, hanya saja dikenal dengan nama yang berbeda-beda, atau lebih umum dikenal dengan mentoring. Nah sebelum kita mulai AAI untuk beberapa waktu kedepan, ada beberapa hal mendasar yang perlu kita pahami bersama, untuk adik-adik yang akan ikut AAI dan juga untuk asisten AAI yang bersangkutan juga. Beberapa contoh kasus saya pelajari dari tulisan orang-orang yang menginspirasi saya selama ini.

Kenapa mahasiswa harus AAI?
AAI adalah salah satu sarana akselerator belajar untuk para mahasiswa, bukan hanya mahasiswa baru, tapi juga mahasiswa yang senantiasa ingin terus belajar menjadi lebih luar biasa. Belajar disini sangatlah luas sekali, pada dasarnya tidak hanya terkungkung belajar tentang agama, namun juga percepatan belajar segala macam ilmu yang disesuaikan dengan kompetensinya. Utamanya juga adalah percepatan kedewasaan, kedewasaan berpikir, bertindak, dan bertanggungjawab.

Kenapa bisa belajar lebih cepat kalau kita AAI?
Pada dasarnya AAI adalah bentuk diskusi terfokus yang didalamnya terdapat inrteraksi-interaksi antar orang-orang yang ada didalamnya. Orang-orang disini tentu saja asisten dan adik mahasiswa yang saling melengkapi keilmuan satu sama lain dengan cara diskusi dan sharing. Melalui diskusi terbuka berbagai arah ini kita akan lebih bisa belajar dan meningkatkan tentang kapasitas berkomunitas. Dan komunitas terbuka inilah yang membuat kita belajar social cognitive melalui pengalaman-pengalaman orang lain dengan lebih cepat. Sudah jelas kan kenapa lebih cepat, karena disini kita memadukan pengetahuan pribadi kita dengan pengetahuan orang lain.

Apa AAI selalu dengan materi?
Pada dasarnya pula kita bisa mengemas bentuk pembelajaran serta muatan yang akan kita ajarkan kepada para adik binaan. Ranah belajar AAI ini ada aspek kognitif dimana kita belajar tentang keilmuan dan segala tentang kegiatan yang berhubungan dengan akademik. Kemudian belajar pula aspek afektif tentang bagaimana memanaje perasaan, bertindak sesuai etika, dan berinteraksi dengan orang lain. Lalu kita juga belajar aspek psikomotor melalui kegiatan olahraga atau rihlah bersama. Dan sebenarnya tidak hanya materi agama saja yang bisa kita tanamkan disini, tapi segala macam disiplin ilmu bisa kita selipkan sebagai suplemen tambahan. Bahkan jauh lebih penting kita bisa mengajarkan bagaimana pula cara belajar untuk adik-adik binaan, karena memberi materi saja ibarat kita hanya memberikan ikan yang kemudian mereka olah dan langsung disantap. Berbeda ketika kita bisa memberikan mereka kail dan mengajarkan cara memancing, itu jauh lebih mujarab menurut saya. Disinilah peran asisten sangat krusial agar keberjalanan AAI senantiasa dinamis dan tidak membosankan.

Emang AAI bisa bikin kita sukses?
Diskusi yang tersegmentasi mengajarkan kita fokus untuk mempelajari akan suatu disiplin ilmu dan otomatis akan saling melengkapi. Berbeda dengan kita belajar otodidak dengan kemampuan pribadi, karena hakikatnya dari interaksi-interaksi inilah kita belajar lebih cepat. Dengan belajar lebih cepat otomatis kita sampai pada titik kesuksesan lebih cepat pula. Apalagi di usia yang masih tergolong muda ini, diskusi kecil saja bisa membuat sejarah besar. Masih tidak percaya? Coba kita tengok masa muda orang-orang yang menyejarah.
HOS Cokroaminoto adalah salah satu asisten AAI tersukses pada zamannya dulu, dia mempunyai 5 orang binaan yang memang sangat luar biasa. Siapa tak kenal tokoh Partai Komunis Indonesia atas nama Semaoen, Alimin, dan Muso? Mereka bertiga adalah pelopor berdirinya PKI, Semaoen dengan basis masa besarnya di Madiun, Alimin dengan konsep-konsep besarnya sebagai project manager PKI, dan Muso sebagai proklamator “Republik Soviet Indonesia”. Kemudian Kartosuwiryo dengan pemikiran Negara Islam Indonesia (NII) yang bahkan sampai saat ini masih beberapa kali kita dengar kasusnya. Meski akhirnya mereka berempat tewas atas hukuman yang diperintahkan oleh kawannya sendiri Soekarno, sang nasionalis. Tak banyak tahu bahwa mereka berlima dahulu adalah binaan yang sekaligus tinggal di kost milik HOS Cokroaminoto. Meski akhirnya mereka memilih jalannya masing-masing, tapi paling tidak pendiri Sarikat Islam (SI) ini, telah menjadi asisten AAI yang baik dengan melahirkan pemikir-pemikir besar kala itu.
Bediuzzaman Said Nursi, pemimpin Harokah Islamiyah dari Turki yang dengan keras menentang sekulerisme Kemal Pasha, dengan jamaahnya, Jamaah Nur, dan risalahnya, Risalah Nuriyah, punya kader yang masih dalam mentoringnya langsung, yaitu Prof. Dr. Necmettin Erbakan. Erbakan adalah Perdana Menteri Turki tahun 1996-1997 dengan mobil politik Partai Refah. Namun dalam pertengahan masa emasnya di Pemerintahan ia harus digulingkan dan digantikan oleh Tanshu Ciller, dan hingga akhir hayatnya Erbakan dilarang terjun ke politik oleh mahkamah konstitusi. Namun, Erbakan ini punya 11 binaan yang dipersiapkan untuk terjun ke politik praktis untuk mengemban rencana strategisnya yang belum terwujud, dan 2 diantaranya adalah Abdullah Gul yang sejak tahun 2007 hingga sekarang menjabat sebagai Presiden Turki dan Recep Thayyip Erdogan yang kini menjabat sebagai Perdana Menteri Turki. Mereka berdualah yang membesarkan Partai Refah pasca Erbakan tak berdaya didunia politik. Kemudian beberapa tahun setelah Refah dibubarkan mereka burdua pula yang membentuk partai baru, Partai Keadilan dan Pembangunan yang kini merajai kursi parlemen Turki.
Lalu kita coba melompat ke kabinet ketujuh Presiden Soeharto, mungkin kita sudah tak asing lagi mendengar nama Faisal Tanjung (Menko Polkam), Haryono Suyono (Menko Kesra), Ginandjar Kartasasmita (Menko Ekuin/ Ketua Bappenas), dan Hartarto (Menko Pengawasan Pembangunan dan Penertiban Aparatur Negara). Mereka semua adalah kader-kader Golkar binaan Soeharto. Lalu coba kita tilik para binaan Ginandjar Kartasasmita yang lebih sering kita dengar “The Ginandjar Boys”, yang terdiri dari Pengusaha kaya raya Aburizal Bakrie, Pendiri Liga Premier Indonesia Arifin Panigoro, Pengusaha kaya serta pemrakarsa stasiun TV swasta Lativi atas nama Abdul Latief, dan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, serta beberapa nama besar yang amat sangat banyak sekali. Mereka adalah kader-kader partai Golkar yang memang sejak dari ITB telah digadang-gadang oleh Ginandjar bakal dipetakan di beberapa sektor riil Republik ini.
Itu tadi baru beberapa contoh interaksi dari kakak pembina dan adik binaan yang notabene mereka semua bukan orang-orang biasa. Sudah paham dengan yang saya maksud belajar lebih cepat disini? Atau mau contoh yang lebih konkret lagi kenapa AAI bisa bikin kita sukses?

Percepatan belajar yang lebih konkret dan kuantitatif ada gak?
Percepatan belajar “ilmu”. Disini kita bisa sharing dengan orang lain tentang bagaimana cara belajar, atau mungkin bagaimana membahas tentang problem-problem dunia akademik dan perkuliahan. Bisa mungkin kita berkunjung kerumah seorang dosen lalu mengajaknya berdiskusi, atau paling tidak ngobrol dengan senior kita yang sudah lebih jauh berpengalaman. Ambil dan curi semua ilmunya, disitulah kita belajar lebih cepat untuk berilmu.
Percepatan belajar “psikologis”. Melalui forum yang berisi banyak orang kita bisa belajar bagaimana untuk dewasa menyikapi heterogenitas siat-sifat orang lain, ada yang egois, agresi, introvert, dan berbagai macam sifat-sifat lainnya, kemudian belajar pula bagaimana menyikapi keberagaman karakter tiap orang tesebut. Dengan banyak berinteraksi pula relasi dan kedekatan kita dengan orang lain akan semakin luas, kesempatan berkembang pun juga akan semakin luas lagi.
Percepatan belajar “bisnis”. Kita juga bisa berdisksi tentang bisnis dilingkaran ini, berdiskusi bagaimana bermarketing, bagaimana mencari mangsa pasar, bagaimana mengelola manajemen. Tak jauh beda dengan yang saya ceritakan diatas tentang The Ginandjar Boys, mereka membangun percepatan bisnis juga melalui forum informal ini.
Percepatan belajar “Islam”. Tentu saja dalam AAI ini kita akan lebih paham dan mengerti tentang agama yang kita anut ini. Diskusi dan interaksi terbuka akan lebih mengajarkan kita betapa generalnya agama kita yang sangat luar bisa ini, jadi kita tidak terkungkung dalam kefanatikan. Islam adalah agama yang progresif dan selalu bisa menyesuaikan diri di berbagai zaman, untuk itulah kita juga dituntut belajar terus tentang perkembangan Islam.
Masih belum berminat ikut AAI? Sini boleh kok dateng dan diskusi sama saya, mari belajar bersama.

Rabu, 18 September 2013

Lebih Dari Sekedar Berkurangnya Usia

Hari ini bukan hari senin yang berbeda bagiku, masih dengan hari senin yang seperti biasanya dimana Skills Lab dan diskusi tutorial telah menanti beberapa jam lagi. Masih berkutat dengan BRK dan blog tutorial bekas pastinya. Mungkit ada sedikit pembeda karena sejak pukul 00.00 beberapa SMS bersahutan berebut masuk kedalam ponselku, dan juga tadi pagi sekitar pukul 03.40 keluargaku dirumah menelpon, beberapa ucap kata dari orang tuaku yang begitu mengharukan. Orang tua dimana-mana sama, sayang sekali terhadap anaknya dan berharap anaknya bisa memberikan yang terbaik untuk mereka kelak, begitupun orang tuaku dengan berjuta ekspektasi hidup yang menggantung dipundakku. Maklum, aku tahu aku satu-satunya harapan mereka, semua beban pembuktian ada di aku jadi tak heran beliau berdua begitu menyayangiku.
Sampai dikampus masih dengan ponsel yang terus bergetar, kadang bingung mau membalas seperti apa, bagitu mengharukan membaca puluhan SMS yang masuk pagi ini. Tak mau kalah ramai di media kicau 140 karakter burung-burung milik kawanku pun berkicau merdu di kolom mention, momen-momen seperi ini selalu membuatku haru. Belum lagi ucapan-ucapan langsung dari setiap orang yang lewat, dari para calon sejawatku di kampus. Ya pagi ini dimulai dengan Skills Lab pemeriksaan THT dan dilanjutkan dengan diskusi tutorial di ruang 7, seusai sesi diskusi aku diboyong keruang sebelah, ruang 6. Sejawat tutorialku tahun kedua sudah berbaris rapi menyusun semua kisah ini, Diva, Gaby, Desy, Sheila, Dina, Naila, dan Ata yang sudah menyiapkan hal baru hari ini untukku, Arifa, dan Sani. Kue tart coklat penuh krim dan kepingan coklat yang siap menggagalkan program dietku hari ini. Ditambah dengan angka 60 yang berarti penjumlahan usia kami bertiga. Mereka begitu baik, rela mengingat hari ini meski masih banyak materi akademik yang juga harus mereka ingat, padahal aku sendiri terkadang lupa hari jadi mereka kalau tak ditandai dengan brownies Amanda di meja tutorial mungkin aku tak pernah ingat hari itu hari bahagianya.

Sholat dhuhur siang ini di kampus pun terasa sedikit berbeda, masih dengan jabat tangan dan ucap doa ditempat wudhu, bahkan beberapa dari mereka aku tak tahu, namun tetap haru masih menyelimuti dan bertanya dalam hati, apakah sebegitu banyak orang yang menyayangiku?
Selain pengulangan ucap selamat dan doa hari ini banyak yang bertanya pula padaku,”eh ‘dia’ udah ngucapin belum?”. Pertanyaan yang sulit dijawab, bukan berarti aku tak mau menjawab hanya saja bingung siapa yang mereka maksud dengan ‘dia’. Begitulah namanya hari jadi, pasti ada saja momen yang dikaitkan dengan jodoh, itu yang kupahami. Pertanyaan yang muncul disekitar hari jadi juga tak pernah jauh dari masalah asmara, dulu waktu SMA selalu dengan pertanyaan ”Ciee yang lagi ultah, kapan punya pacar baru?” dan sekarang kuliahpun masih dengan pertanyaan yang hampir sama “Ciee yang lagi ultah, kapan nikah?”. Pertanyaan sesat di hari paling menyesatkan bagiku, selalu mikir kalau ditanya yang kayak begini. Ya boleh jadi mungkin aku menanti beberapa ucapan dari beberapa orang, tapi bagiku tak ada pun tak masalah sebenarnya.
Sore ini ada dua rapat besar, rapat besar baksos Scalleni dan rapat besar Osmaru Fakultas. Sejenak aku bergabung dengan kawan-kawan sejawat satu angkatan lalu berlanjut menuju kampus mesen untuk bergabung dengan keluargaku yang lain di BEM. Rapat sore ini sedikit tegang dengan posisi acara yang kurang dari 1 minggu lagi, sedikit tegang namun so far so good, BEM bagiku memang benar-benar super team organisasi disini. Eh tiba ada momen-momen aku maju kedepan di suguhi kue-kue unyil dengan lilin yang susah sekali dimatikan. Entah lilin apa yang dipakai ini, setelah mati nyala apinya bisa hidup lagi, ah jadi ingat kawan-kawan di BEM, padam sejenak namun selalu membara kembali, semangat juang mahasiswa yang tak pernah padam. Disini aku benar-benar dipaksa untuk menahan semua air mata tumpah, speechless dengan semua kejadia di ruang serba guna kampus mesen ini. Beberapa patah kata untuk keluarga harmonisku nampaknya hanya secuil ungkapan yang keluar dari hati, masih banyak yang mengganjal dan tak terungkapkan.

Masih belum puas membuatku menahan air mata yang akan keluar, ternyata mereka masih membedakiku dengan tepung dn air. Kulitku yang sudah putih ini jadi semakin putih yang tak berarti membuatku semakin terlihat cakep, terlihat tak karuan lebih tepatnya. Tapi bagiku ini adalah tepung cinta dan air kasih sayang dari mereka.

Malam ini aku ingin tidur sejenak menikmati segala lelah hari ini, senang sekali rasanya melihat momen-momen yang berarti dalam hidupku.
Pagi menjelang, seperti rutinitas biasanya hari selasa ini ada kuliah. Dan seperti biasanya di kamar mandi aku harus menghabiskan satu album lagu Afgan. Baru sempat menyanyikan dua lagu, terdengar ketuk pintu yang suaranya tak asing lagi bagiku, Bima, cowok paling macho nomor dua dikelompok tutorial setelah aku. Benar-benar menganggu sesi rekamanku pagi ini. Demi menuruti permintannya aku segera berganti pakaian dan keluar, sedikit curiga. Nah ternyata kecurigaanku benar, aku telah membuat kejutan untuk orang-orang yang akan mengejutkanku, tak lain dan tak bukan Bima sendiri lah otak dari semua skenario ini. Tapi bagiku mereka tetap manis dengan skenario miris pagi ini. Ingin menangis haru namun hanya bisa mringis melihat kekocakan pagi ini. Ah tapi terima kasih banyak untuk semua momen dan tumpeng nasi kuning yang telah kalian persiapkan, para rekan sejawat. Bima dengan skenario gagalnya, Indah dengan omelan-omelannya ke Bima pagi ini, Medita yang dengan polosnya, Omi yang paling kayak ibu-ibu, Dyon yang udah merelakan dateng kuliah telat, Ais dengan kesesatan obrolannya, Vici yang gak bisa berhenti ngomong kecuali udah ada nasi dimulutnya, Azah yang gak mau minum es teh pagi ini, Ayu yang udah makan banyak tapi tetap kurang gizi, dan Fika yang pagi ini masih ada kesibukan lain. Yang pasti kalian semua luar biasa, manis banget.

Terima kasih untuk orang-orang yang telah menyayangiku, bahkan aku disini tak pernah peduli dengan tanggal 9 September ini. Tapi kalian masih peduli, masih mau mengingat. Meski usia yang berkurang dan kematian yang makin dekat menghampiri, tapi kasih sayang kalian akan tetap terasa sampai aku mati.

Selasa, 03 September 2013

Dokter Cinta : Hari Pertama #1

      Mentari pagi ini nampaknya masih malu-malu keluar dari bali bukit seberang. Tapi sinar biasnya cerah, amat sangat cerah bahkan untuk seukuran bulan Januari yang dimana hujan biasanya jarang di-pause oleh Sang Vitae Auctor. Bahkan tak heran banyak orang bergumam bahwa bulan Januari adalah singkatan dari hujan setiap hari.
      Ah lupakan sejenak soal cuaca, hari ini hari ke-21 tertanggal setelah tahun baru 2020, ini adalah hari pertamaku di klinik pribadiku yang baru, karena kurasa klinikku yang sebelumnya kurang representatif sehingga hanya 3 bulan aku berada disana. Klinikku yang sekarang berada di sudut pertigaan kota di salah satu jalan protokol di kota Surakarta, Jawa Tengah. Sungguh benar-benar mencolok jika dibandingkan dengan bangunan sekitarnya yang notabene warisan keraton-keraton kasunanan Surakarta Hadiningrat. Klinik ini lumayan besar, menjulang tiga lantai, tentu sangat timpang kalau dibandingkan dengan klinik-klinik dokter biasanya. Cat temboknya warna merah jambu, mungkin pink lebih mudah untuk disebut, pintu dan jendelanya berwarnakan ungu muda. Kaca jendelanya one dirrection untuk menatap pemadangan lalu lalang kendaraan jalan protokol ini, karena dinamisasi ujung jalan bagiku adalah rereshing paling murah dan menyenangkan. Oh ya ada satu lagi komponen praktik dokter yang tak pernah terlewat, papan ijin praktik digital yang baru dipasang 2 hari lalu berwarna hitam dengan animasi tulisan warna merah yang bertuliskan dr. Habib Fii Qolbi, Sp.C-KH.
      Banyak orang bertanya tentang nama yang terpampang disitu, tak lain dan tak bukan namaku. Habib Fii Qolbi, nama persembahan dari orang tuaku. Berasal dari bahasa Arab, Habib berarti cinta, Fii berarti dalam, Qolbi berarti hati. Kemudian apabila ketiga kata itu dipersatukan dalam untaian nama, berarti cinta dalam hati. Kata orang tuaku, dulu mereka berdua adalah teman sejawat ketika sama-sama duduk di bangku kuliah, disalah satu Fakultas Kedokteran negeri di Surakarta. Sejak semester pertama ternyata beliau berdua saling memperhatikan, tapi hingga sumpah dokter mengumandang masih tetap saja tak ada satu ucap kata cinta pun diantara beliau berdua. Lalu mengapa sekarang beliau berdua bersatu? Nah ini cerita yang panjang, lain waktu aku akan bercerita tentang orang tuaku. Pada intinya cinta yang dipendam dalam hati dalam-dalam sejak awal kuliah itulah yang menginspirasi beliau untuk memberikan nama galau ini padaku. Aku senang, bahkan sangat bangga dengan ini.
      Oh ya usiaku kini 27 tahun, aku mengenyam bangku kuliah di usia 18 tahun dan menyelesaikannya pendidikan preklinik perkuliahan dan pendidikan klinik sebagai dokter muda dalam waktu 4 tahun saja. Padahal disela-sela kegiatan kuliah pun aku masih menyempatkan diri untuk mengikuti kegiatan organisasi dan penelitian di laboratorium kampus. Kemudian setelah itu aku mengambil spesialisasi sebagai dokter spesialis cinta, hanya kutempuh selama 8 semester, padahal normalnya 11 semester sama seperti masa yang ditempuh residen saraf, sekaligus setahun kemarin kuselesaikan pendidikan konsultan hati. PPDS cinta ini pun memang juga baru pertama kali diresmikan 5 tahun yang lalu, jadi tepat aku adalah lulusan pertama dan tercepat untuk program spesialisasi cinta ini.
      Muda, cerdas, ganteng, tegas, berwibawa, bijaksana, dan paham semua teori cinta namun satu hal aku masih belum memiliki kekasih. Bukan karena aku tak laku, mungkin karena terlalu berprinsip ketika masa pendidikan aku tak mau terlibat dulu dengan urusan hati dan harus benar-benar fokus pada studiku, disisi lain mungkin aku juga terlalu selektif untuk memilih calon. Sebenarnya ada satu gadis yang benar-benar bisa menggetarkan hatiku, dia adik tingkat setahun dibawahku. Sholihah, berbudi tinggi, lemah lembut, dan kalem. Fisikly jangan tanya dia cantik, putih, dan menggemaskan bagiku, bahkan tanpa melihatnya pun aku sudah bisa merasakan aura kehadirannya dan yang pasti dia bukan wanita biasa bagiku, mungkin bidadari yang turun dari surga lebih cocok untuk tersemat dalam pribadinya. Tapi apalah daya, terlalu banyak pula pria yang jatuh cinta padanya, dan mungkin nama Habib Fii Qolbi memang sangat cocok sekali dengan keadaanku saat ini. Sama seperti keadaan orang tuaku dulu, tak salah memang kalau banyak orang berkata nama adalah doa.
      Di klinik pribadiku ini aku menerima segala konsultasi permasalahan tentang cinta. Mulai dari kasus cinta monyet yang diderita anak taman kanak-kanak hingga cinta gorila yang diderita para lansia usia diatas 60 tahun, aku paham semua teorinya. Aku memang sudah sering menyelesaikan beberapa kasus-kasus tentang cinta, mulai dari pengalaman pribadiku hingga pengalaman teman-teman sejawat sesama dokter ketika masih menjadi mahasiswa dulu. Tak ada yang meragukan kemampuanku. Bahkan tingkat spesifitas dan sensitivitas penatalaksanaan yang aku berikan utuk keduanya mencapai 99%, ini bukan hasil kalkulasi pribadi, namun memang hasil kalkulasi statistik yang telah sesui dengan metodologi penelitian kedokteran. So jangan ragu untuk berkonsultasi di klinikku. Mulai dari kasus jatuh cinta, putus cinta, patah hati, perselingkuhan, long distance relationship, konsultasi pernikahan, malam pertama, membina keluarga, dan segala sesuatu tentang cinta bisa didapatkan solusinya disini.
      Oh ya satu lagi tentang klinikku yang belum aku sebutkan, disini ada tiga lantai dengan desain interior yang luar biasa menawan. Lantai pertama telah aku alokasikan untuk lobi, pendaftaran, dan pusat infomasi. Lantai kedua adalah ruang praktikku lengkap dengan fasilitas dan alat operasi cinta untuk skala minor. Dan dilantai ketiga adalah biro jodoh untuk mereka-mereka yang ingin mencari pasangan, tentu saja mulai dari anak taman kanak-kanak sampai lansia kami layani disini. Semua karyawanku yang ada disini adalah hasil boyongan dari klinik sebelumnya, mereka semua staff-staff yang terididik dan juga luar biasa. Disini aku juga menerima dokter muda dan residen cinta titipan beberapa rumah sakit pendidikan.
      Cukup sekian untuk hari pertama ini, mungkin kita bisa jumpa lagi esok dengan kasus-kasus yang aku hadapi. Tentu saja dengan tetap menjadi pembaca setia cerita bersambung “Dokter Cinta” di blog kesayanganmu ini.

Senin, 02 September 2013

Wayang Kulit, Kerumitan Cipta yang Indah

Pertunjukkan wayang kulit merupakan warisan seni dan budaya Indonesia yang indah dan harus dijaga kelesatariannya. Dari pertunjukkan wayang kulit, kita bisa mengahyati beragam kesenian di dalamnya, mulai dari seni rupa,seni gerak, seni suara, seni musik dan juga seni sastra. Wayang kulit yang sebagai media dalam sebuah pertunjukkan wayang kulit ternyata melalui proses pembuatan yang cukup rumit dan panjang. Mulai dari penyiapan bahan dasar pembuatanya, yaitu kulit yang biasanya dari kulit kerbau atau kulit sapi, sampai tahap pemasangan cempurit. Berikut ini tahapan-tahapannya.
1. Proses Persiapan Bahan/pengolahan Kulit
Kulit yang bagus untuk membuat wayang kulit adalah biasanya adalah kulit kerau atau sapi yang masih muda. Kulit yang masih muda memiliki serat-serat yang lebih halus sehingga akan lebih awet dan tidak mudah patah.
Gambar  Pemilihan Kulit
Proses pengolahan kulit adalah sebagai berikut:
  • Kulit direndam dalam air selama satu hari, agar kulit menjadi lunak sehingga akan mempermudah proses selanjutnya.
  • Setelah itu kulit dipentang kembali dan dijemur hingga kering.
  • Kulit yang telah kering kemudian ditipiskan yaitu dengan cara dikerok. Bagian yang dikerok adalah sisa-sisa daging yang masih melekat pada kulit (bagian dalam) dan bagian yang masih ada rambutnya. 
  • Kulit yang sudah dikerok, kemudian dibersihkani dengan kain halus yang telah dibasahi air, dan untuk menghaluskannya, kulit diamplas (bisa menggunakan daun jati kering sebagai amplas).
  • Kulit yang telah dikerok dan dihaluskan, lalu dijemur kembali hingga kering secara merata.

2. Proses Tatah Wayang
Tatahan adalah termasuk tahap yang penting dalam proses pembuatan wayang kulit. Diperlukan konsentrasi dan keterampilan serta rasa seni yang tinggi.  Namun sebelum proses tatah, lembaran kulit yang telah disipkan dibuat sketsa wayang yang akan dibuat. Proses ini disebut Nyorek (corek).
Gambar Proses Penatahan
Peralatan Yang Digunakan
  • Pandukan : Landasan tatah yang terbuat dari kayu samba, kayu trenggulun atau kayu sawo
  • Tindih: logam seberat sekitar 2,5 Kg, biasanya terbuat dari kuningan, namun terkadang juga ada yang terbuat dari besi.Tindih berfungsi untuk menekan atau memberati wayang kulit yang sedang ditatah. Sehingga kulit tidak bergeser kesana kemari sehingga hasilnya pun bagus.
  • Tatah :alat yang paling penting dalam proses tatah wayang kulit. Setidaknya harus tersedia 10 macam tatah dalam pembuatan wayang kulit ini. Namun pada dasarnya tatah bisa dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu tatah lantas atau tatah lugas, yakni tatah yang mata tatahnya berupa garis lurus, dan tatah kuku yang mata tatahnya berupa lengkungan.
  • Ganden : semacam palu besar yang terbuat dari kayu (biasanya dari kayu asem atau sawo).
Selain peralatan utama di atas, ada bebrapa peralatan tambahan yang digunakan diantaranya adalah kangka, paku corekan, pensil, mistar atau penggaris, penghapus dan batu asahan.

3. Jenis Tatahan
Setidaknya ada 16 macam jenis tatahan dalam seni kriya wayang kulit. Berikut ini adalah jenis-jenis tatahan pada Wayang Kulitgagrak Surakarta dan Yogyakarta.
             1. Tatahan Tratasan
Tatahan ini digunakan untuk membuat pola semacam garis, baik garis lurus maupun yang melengkung lebar dan menyudut. Tatahan tratasan hampir selalu diselang-seling dengan tatahan bubukan, dengan maksud agar kulit di bagian yang ditatah itu tidak mudah patah atau robek.
2. Tatahan Bubukan
Berupa lubang-lubang kecil berderet, yang digunakan untuk membuat kesan gambaran garis. Biasanya tatahan bubukan diseling dengan tatahan tratasan. Tatahan berseling antara tratasan dengan bubukan ini juga disebut tatahan lajuran atau tatahan lajur saja.
             3. Tatahan Untu Walang
Berupa garis-garis terputus. Alat yang digunakan untuk membuat tatahan untu walang adalah tatah trentenan. Tatahan untu walang disebut juga tatahan semut ulur.
4. Tatahan Bubuk Iring, atau Buk Iring
Berupa lubang-lubang yang membentuk deretan seperti huruf U. Biasanya tatahan ini digunakan untuk mengerjakan bagian wayang yang disebut ulur-ulur dan uncal kencana. Tatahan ini juga sering disebut bubuk ring atau bubukan iring.
              5. Tatahan Kawatan
Disebut juga tatahan gubahan biasanya digunakan untuk `mengisi' sumping, bagian praba, dan gruda mungkur.
6. Tatahan Mas-Masan
Berupa deretan selang-seling antara titik dan koma, yang biasanya digunakan untuk mengerjakan bagian uncal kencana, sumping, gruda mungkur, kalung dan jamang.
              7. Tatahan Sumbulan
Biasanya dikombinasikan dengan tatahan mas-masan, digunakan untuk mengerjakan bagian kalung, jamang, dan sebagainya.
8. Tatahan Intan-intan
Digunakan untuk mengisi bagaian sumping, berselang-seling dengan tatahan kawatan. Bentuk tatahan ini, yang juga disebut tatahan intan-intanan, seperti bunga mekar, tetapi hanya separuh.

4. Proses Sungging
Proses sungging adalah tahap finishing/penyelesaian dalam proses pembuatan wayang kulit. Proses sungging adalah proses pemberian warna pada wayang yang sudah selesai di tatah. Dalam hal ini, hal yang perlu diperhatikan adalah cara mencampur warna dengan baik, menghaluskan kulir sebelum didasari dan pembuatan ancur.
Gambar Proses Sungging
Wayang yang akan disungging terlebih dahulu harus dihaluskan dengan cara menggosok dengan mengunakan botol atau alat lain agar kulit licin dan bekas pahatan rata kembali. Hal ini agar warna yang akan dikuaskan akan melekat lebih kuat.
Pembuatan ancur yang baik adalah dengan cara merendam lempengan-lempengan ancur ke dalam cairan “Londho” (Soda). Lempengan yang sudah direndam ke dalam cairan “ Londho”, kemudian dipanaskan dan diaduk-aduk terus hingga rata dan tidak hangus, dan menjadi kental dan lekat. Tahapan proses sungging dalam seni kriya wayang kulit adalah sebagai berikut:
1. Andasari
Proses pemberian warna dasar pada kulit seluruh bagian wayang secara merata dan tipis. Warna yang digunakan biasanya adalah warna kuning gading (campuran dari warna kuning dan putih), atau warna putihan balung (warna putih dari abu tulang). Tujuan dari kegiatan in adalah untuk menutup pori-pori kulit agar permukaannya mejadi rata dan padat. Warna ini menjadi dasar untuk warna-warna selanjutnya.
2. Merna
Proses penerapan warna pada wayang. Secara berurutan pewarnaannya adalah sebagai berikut:
  • Nyemeng (hitam), yaitu memberikan warna hitam pada wayang dibagian-bagian yang harus diwarnai hitam seperti pada rambut, wajah/muka (wayang-wayang tertentu), dan sebagainya.
  • Amrada, yaitu memberikan warna emas pada bagian-bagian wayang yang harus diberi warna prada. Pewarnaan ini yaitu mewarnai dengan bahan emas yang dibuat piph seperti kertas. Kadar emas yang umum dipakai untuk bahan ini berkisar antara 18 sampai 22 karat. Prada diletakkan terlebih dahulu sebelum warna lainnya. Tetapi bila memakai warna emas yang bukan dari emas asli (biasa disebut Brom), dapat dilakukan setelah warna lainnya selesai.
  • Amepesi, yaitu mebetulkan bagian yang seharusnya tidak diprada dan juga menyepurnakan bentuk hiasan dengan menggunakan warna putih yang sekaligus menjadi warna dasar sari warna selanjutnya.diprada agar sesuai dengan keinginan kita dalam hal menggunakan warna putih.
  • Anjambon, yaitu menerapkan warna merah mudah pada bagian wayang yang pantas diberikan warna merah muda.
  • Anjene, yaitu memberi warna kuning pada bagian-bagian wayang yang seharusnya berwarna kuning seperti konca, ukiran patran dan bagian lain yang nantinya akan diberi warna orange dan hijau. Warna kuning yang digunakan ada dua macam, yaitu kuning enom yang nantinya untuk gradasi warna hijau, dan warna ktua (menyerupai warna kunyit), yang nantinya digradasi dengan warna kapurento dan jingga.
  • Ngijem Nem, yaitu memberi warna wayang dengan warna hijau muda. Diterapkan pada bagian yang sudah diwarnai kuning muda. 
  • Ambiru, yaitu memberikan warna biru muda pada bagian-bagian yang pantas diberi warna biru muda. Biasanya untuk menggambarkan inten-intenan ,penggambaran bebatuan yang biasa digunakan sebagai perhiasan.  
  • Anjingga, yaitu memberi warna jingga atau orange yang biasanya dikombinasikan dengan warna ungu. Diterapkan pada bagian yang telah diwarnai kuning tua.
  • Anyepuhi, yaitu member warna pada bagian yang telah diberi warna enom (muda) dan tua dengan warna-warna yang lebih tua atau gelap. Hal yang perlu diperhatikan adalah gradasi antara warna yang satu dengan warna yang lain jangan terlalu jauh. Tingkatan warna disesuaikan dengan bidang sungging, dan jumlah tingkatannya tidak dibatasi. Namunsemakin banyak tingkatannya. Akan semakin bagus. Untuk membuat warna menjadi lebih tua atau gelap, bisa ditambahkan dengan warna hitam, semakin banyak wrna hitam yang dicampurkan, maka warna yang dihasilkan akan semakin tua.
3. Isen-isen
Isen-isen adalah member variasi isian pada bidang kulit yang telah diwarnai. Proses ini bertujuan untuk memperindah sunggingan itu sendiri. Bentuk isian yang biasa digunakan antara lain cawen (cawi), drenjeman, waleran, isian caah gori (bempa garis silang), sisik dan sebagainya.
4. Angedus
Angedus atau ambadar merupakan tahap terakhir dalam proses sungging wayang kulit. Tujuan dari proses ini adalah memberikan lapisan penutup/pelindung terhadap warna agar lebih kuat, mengkilap dan tahan lama bagi permukaan kulit yang sudah diwarna dengan bahan transparant. Bahan yang biasa digunakan antara lain ancur lempeng, putih telur, vernis dan politer. Selain menggunakan bahan tradisional tersebut, pelapisan juga bisa menggunakan  bahan pelapis modern. Namun untuk pelapis modern biasanya tidak menggunakan kuas, melainkan alat semprot (spreyer). Bahan yang digunakan antar alain pisatif, varnish acrelic dan sebagainya.
Bahan penutup yang sudah disiapkan dioleskan secara merata, tipis dan diulangi hingga permukaan kulit mengkilap. Tetapi untuk prada , biasanya tidak dilapisi, karena bila terkena lapisan kilat emasnya akan hilang

Demikianlah proses pembuatan wayang kulit. Berbagai tahapan yang rumit dan panjang tetapi menghasilkan sebuah karya seni yang sangat indah.

Minggu, 01 September 2013

Apakah Pendidikan Afektif Memang Sudah Tak Lagi Penting?

Realita bangsa kita nampaknya dari masa ke masa terasa semakin getir, bahkan sungguh mata ini tak ingin menatap hiruk-pikuk negeri ini, lidah ini sudah kelu angkat bicara untuk perubahan, namun nurani ini masih ingin gelisah. Terlalunya banyak lini-lini bobrok yang butuh perubahan, atau bahkan yang bobrok itu akan semakin bobrok karena tak lain dan tak bukan “pengubahnya” juga mengalami kebobrokan. Kalau semua bertanya siapa yang paling bertanggung jawab atas semua ini? Saya acungkan mulut, ini tanggung jawab pemudanya!


      Mengutip perkataan salah seorang pemuda yang telah membuat perubahan besar pada masanya,“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Rasa-rasanya itu semua hanya menjadi sebuah omong kosong warisan zaman belaka, bukan masalah pada redakturnya, tapi coba lihat realitanya saat ini. Saya yakin kalau Bung Karno masih hidup pada zaman ini, pasti beliau hanya bisa menangis pilu melihat pemuda bangsanya yang semakin hitam pekat. Apa mungkin bisa 10 pemuda yang cangkruk di angkringan warung kopi itu mengguncangkan dunia dengan obrolan-obrolan payah? Apa mungkin bisa 10 pemuda geng motor itu mengguncangkan dunia dengan suara derum knalpot yang bikin pekak telinga? Apa mungkin bisa 10 pemuda yang tawuran itu mengguncangkan dunia dengan batu-batu dan pentungan kayunya? Apa mungkin bisa 10 pemuda pemakai narkoba mengguncangkan dunia dengan jarum suntik dan penghisap ganja? Apa mungkin bisa 10 pemuda-pemudi yang genap 5 pasang itu sedang pacaran di sudut hotel melati mengguncangkan dunia dengan melahirkan bayi-bayi penggedor bangsa yang orang tuanya saja tak menginginkannya? Maaf kalau pikiran saya terlalu terbelenggu dengan apa yang membungkam panca indera pribadi, tapi inilah realitanya. Mana mungkin ada 10 pemuda yang bisa mengguncangkan dunia kalau moral saja mereka tak punya? Miris!
Pendidikan di Indonesia saat ini
      Benyamin Bloom pada tahun 1956 mengemukakan teori tentang suatu konsep yang membagi ranah kemampuan manusia dalam belajar, atau konsepan ini lebih sering kita dengae sebagai Taksonomi Bloom yang terdiri dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sebenarnya tak jauh berbeda dengan yang dicetuskan oleh pendahulu bangsa ini, founding father pendidikan, sebut saja Ki Hajar Dewantara tentang konsepan pribadi beliau yang berbicara masalah “cipta, rasa, dan karsa” yang bahkan sudah muncul sebelum negeri kita merdeka, jauh sebelum tahun 1956 dimana Bloom mengungkapkan hasil pemikirannya. Namun harus kita akui bahwa Taksonomi Bloom ini lebih mendunia karena memang disertai basis data penelitian yang lebih valid. Dan ini menjadi kiblat pendidikan Indonesia saat ini, yakni bagaimana memanipulasi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor untuk menciptakan sumber daya manusia yang lebih baik melalui pendidikan formal.
      Ranah kognitif adalah ranah yang merujuk potensi subjek belajar menyangkut kecerdasan atau intelektualitasnya, seperti kemampuan yang dikuasai maupun cara berpikir. Dalam anah ini, Bloom membaginya ke dalam dua bagian besar, masing-masing adalah pengetahuan dan ketrampilan intelektual.
      Ranah afektif adalah ranah yang mencakup kemampuan menyangkut aspek perasaan dan emosi. Pada ranah ini juga terbagi dalam beberapa bagian yang meliputi aspek penerimaan terhadap lingkungannya, tanggapan atau respon terhadap lingkungan, penghargaan dalam bentuk ekspresi nilai terhadap sesuatu, mengorganisasikan berbagai nilai untuk menemukan pemecahan, serta karakteristik dari nilai-nilai yang menginternalisasi dalam diri.
      Ranah psikomotor adalah ranah yang mencakup kemampuan yang menyangkut ketrampilan fisik dalam mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu, seperti ketrampilan dalam bidang olah raga, penguasaan dalam menjalankan mesin, dan sebagainya.
Korban Sistem Pendidikan
      Saat ini sistem pendidikan negeri kita terlalu terfokus pada disiplin keilmuan yang berorientasi pada menciptakan sumber daya manusia yang pintar dan terampil bekerja. Tentu saja sistem ini juga berimbas pada kemampuan berpikir para manusianya yang terlanjur tertelan oleh sistem ini. Di bangku pendidikan formal kebanyakan guru/dosen tak layaknya hanya seorang pengajar, bukan seorang pendidik. Di sekolah maupun perguruan tinggi, yang saya rasakan adalah, mereka masuk ruang kelas untuk mengajarkan ilmu-ilmu yang mereka punya untuk para murid/mahasiswanya, memberikan beberapa tambahan melalui simulasi dan praktek, kemudian keluar. Mereka mengajar, digaji, dan pergi. Ya begitulah sistem modern pendidikan yang semakin lama semakin  menjadi sejak meninggalnya Ki Hajar Dewantara, tak heran kalau yang menancap pada anak didik hanyalah ranah kognitif dan psikomotor. Pun sistem penilaian ranah yang dua ini memang pencapainnya lebih mudah diukur dan dinilai. Tak heran makin lama semakin kesini hanya dua ranah itu yang menjadi fokus. Mereka kehilangan keafektifan diri mereka, mereka kehilangan “rasa”dalam batin mereka. Rindu rasanya akan seorang pendidik yang tak hanya mengajarkan ilmu dan praktek saja, namun juga mendidik bagaimana bersikap dan beretika yang baik. Mungkin hanya satu atau dua orang saja dari rasio seratus guru/dosen yang seperti ini, mengasihi anak didiknya seperti mengasihi dirinya sendiri. Mereka tak bersalah, mereka semua termasuk saya pribadi adalah korban sistem.
      Pelajaran agama, kewarganegaraan, dan seni yang mana sangat berpengaruh pada ranah afektif, layaknya mulai dikesampingkan dan ditindih oleh pelajaran exacta. Di pendidikan menengah porsinya hanya 2 atau 3 jam pelajaran per pekan, pelajaran exacta bisa 3-5 kali lebih lama. Di perguruan tinggi dibawah kementrian pendidikan (non-kementrian agama) pelajaran agama hanya dimasukkan dalam mata kuliah dasar yang hanya saya rasakan 2 jam kuliah selama semester pertama saja, selebihnya untuk disipilin keilmuan masing-masing. Dan tambahannya kita hanya bisa mendapat siraman rohani diluar jam kuliah, ini pun tergantung inisiatif individu masing-masing merasa butuh atau tidak. Saya mengakui bahwa DIKTI juga memfasilitasi pembelajaran afektif melalui organisasi kemahasiswaan, lembaga dakwah kampus, pengabdian masyarakat, dll. Namun nampaknya tak ada tolak ukur pencapaian untuk itu, seakan semua kegiatan yang mendukung ranah afektif itu hanya berhukum mubah, ikut silahkan tidak juga silahkan.

Disadari maupun tidak, sistem pendidikan Indonesia saat ini terlalu terfokus untuk menciptakan generasi robot yang hanya siap berpikir dan bekerja Mereka bukan manusia seutuhnya, karena manusia seharusnya punya etika dan perasaan. Pilihannya adalah mau tetap seperti ini atau mau diubah?

Apa kau akan tetap mencintaiku meski aku buta, tuli, dan mati rasa?

      Dinda lama rasanya aku tak menyapamu, atau bahkan sekedar menyapa langit sore ini sedang apa gerangan terjadi. Kalau kulihat-lihat memang sedikit berbeda langit sore ini dengan langit kemarin. Sinar biasnya sekejap membutakanku, menelisik tajam melewati lapisan korneaku, menghujam bintik kuning mataku, dan aku merasa buta sementara. Sedih rasanya melihat paradoks langit indah ini yang menciutkan segala perasaanku yang semakin kelu. Memandangmu lagi meresapi senyum ditengah lingkaran itu sore ini.
     Hati ini senyap sejenak, menenangkan pikir, menanti kejernihan datang memecah keheningan. Sholat ashar nampaknya adalah pilihan terbaik saat ini. Aku hanya khawatir qolbuku akan semakin rancu memandang jauh ke tepi lingkaran itu. Kubasuh wajah ini dalam-dalam, menghilangkan segala kerak yang sempat sejenak menutup indera penglihatanku, mengusap sampai hitungan ketiga, menjernihkannya, membuang semua kotorannya.
      Dinda aku sedih melihatmu sore ini, bukan karena dirimu yang terlalu suram untuk memunculkan bayang-bayang dibalik retina. Aku sedih, melihat langit cantik sore ini tak mampu memudarkan bayangan wajahmu, angin semilir yang berhembus pelan pun tak dapat mengalahkan kelembutan yang melekat pada ronamu. Aku sedih, aku merasa telah buta, aku tak mau buta seperti ini, atau memang Allah yang membutakanku. Ah tidak sungguh aku berdosa berpikir begitu, mata ini buta karena aku yang tak bisa merawatnya, aku yang tak seronok dalam menggunakannya. Tak bisa dipungkiri bahwa paras ayumu seakan menarik nyawa dari tiap tulang rawan diujung tenggorokanku, tapi sungguh aku takut aku telah buta.
      Aku tak bisa berbohong bahwa relung ini menjadi milikmu, tapi sungguh aku tak mau jatuh cinta karena mata ini, ini semu, dan ini cuma ilusi. Aku hanya tak mau kelak tua nanti meninggalkanmu dalam keriput yang melekati paras ayumu, aku tak mau jatuh hati karena mata yang tak terjaga ini, karena hakikatnya semua ini hanya membutakanku. Biarkan mata ini menangis daripada harus buta, aku hanya tak mau buta karenamu.
      Pernah sekali telinga ini juga terenyuh meredam getaran suara semiinfrasonik yang tenggelam dalam liang telingaku, syahdu, lembut, pelan, nadanya rendah, penuh pesona. Tapi aku juga takut, aku tak mau tuli, aku tak mau kau hadir dalam batin hanya karena lembutnya suara yang menggerogoti pikiranku. Semakin aku jatuh karena suaramu, semakin jelas hakikatnya bahwa aku tuli. Aku hanya tak mau tuli mendengar tutur wicaramu yang lemah lembut itu, hanya itu saja.
      Atau aku tak akan pernah mau jemariku yang tak lentik ini menua tanpa pahala hanya karena menyentuh ujung jilbabmu. Sedikitpun aku tak mau memati rasakan segala refleks sentuh disekujur tubuhku. Tak akan meski hanya sekali, biar ini kusimpan hanya untukmu kelak. Terkadang aku harus sedih ketika aku jatuh cinta padamu dinda. Aku malu jika aku harus jatuh karena parasmu, aku ingin menangis jika memang gendang telinga ini pernah mendengar suaramu, atau jangan sampai sekalipun aku menyentuhmu sebelum waktuku.
Sungguh terkadang aku ingin sejenak membutakan mataku, menulikan telingaku, mematirasakan peraba tanganku, hanya untuk merasakan kehadiranmu yang sebenarnya.