Kamis, 13 Juni 2013

Harusnya, Kita Memilih Ketidakpastian

----Tapi itulah mereka. Mereka tergerakkan oleh ruh. Mereka bekerja dengan ruh-ruh di dalam jasadnya. Kegagahan mereka bukan karena bidangnya dada yang mereka punya. Kerja-kerja besarnya tak pernah tersandarkan pada kuatnya fisik mereka. Maka selemah apapun mereka di mata manusia, dunia akan tetap menuliskan namanya diantara jajaran orang hebat. Karena dunia hanya melihat kerja besar yang dia selesaiakn, bukan dengan apa dia melakukannya.----


Inilah kehebatan tuhan kita. Dia pasti selalu mempunyai cara sendiri untuk mengatakan bahwa memang hanya Dia lah tuhan yang berhak disembah. Maka kemudian Dia tiupkan ruh ke dalam jasad kita. Ruh yang -sebenarnya- adalah milik kita, namun pada akhirnya kita sadari bahwa kita tak kuasa mengendalikannya. Ruh yang –kata sebagian orang sok tahu- adalah sesuatu yang bisa kita atur seenak jidat kita, lalu mereka namakan sebagai the power of mind.
Padahal harusnya ketika dia telah mengatakan hal itu, kematian pun bukanlah hal yang sulit untuk mereka undurkan. Tapi nyatanya, they cant.
Maka islam hadir. Di tengah-tengah rumitnya kehidupan manusia. Menawarkan sebuah kearifan. Menawarrkan sebuah kerendahan hati.  Apa yang salah dengan cara para motivator-motivator itu, yang mengatakan “jika anda menginginkan mobil mewah, cari gambar mobil yang anda idamkan. Lalu tempel gambar itu di tempat yang selalu anda lihat. Maka fikiran anda akan mengarahkan anda pada pancapaian itu. Dan kurang dari satu tahun, saya yakin, anda akan menjadi pemilik mobil itu. Itulah kekuatan fikiran! Kita harus yakin, inilah hidup kita! Dan kita berhak mengaturnya sendiri!”. Well, ada yang salah? I think no. Its fine to do. Tapi coba bandingkan dengan ini.
“Ketika anda menginginkan sesuatu, fikirkan hal itu. Fikirkan. Bertekadlah untuk mendapatkannya, dengan tekad sekuat-kuatnya. Lalu bawa keinginan itu kehadapan Tuhan anda. Letakkan impian anda diatas sajadah anda. Didalam sujud panjang anda. Didalam syahdunya doa-doa anda. Maka anda akan lihat bahwa Dia yang menguasai dunia dan seisinya, akan berada disamping anda dan mengiringi langkah-langkah anda. Percayalah, karena orang yang mencari tanpa menghadirkan Allah saja, dia mampu mendapatkannya. Apalagi anda!”
Bicara tentang keyakinan, motivator-motivator itu mengajarkan pada kita untuk mencapai level keyakinan tertinggi dari yang kita bisa. Kita dilatih untuk mengerdilkan image looser kita, lalu menghadirkan jiwa pemenang dalam diri kita. Mereka mengajari kita sebuah keyakinan yang harus kita optimalkan. Dan itu bagus. Tapi coba sejenak kita bandingkan dengan statement kedua. Islam memperkenalkan kita pada keyakinan yang lebih tinggi. Yakin pada keinginan kita, dan yakin pada Allah yang memberikan keinginan itu. Ada dua keyakinan yang berpadu disana. Dan kalau anda saja percaya bahwa sebuah keyakinan kuat mampu mewujudkan impian anda, lalu bagaimana dengan dua keyakinan?
Sepakat atau tidak, orang-orang besar yang pernah terlahirkan adalah orang-orang yang menempatkan keyakinan diawal kerja-kerja mereka. Dan inilah yang membedakan mereka dengan orang-orang biasa. Orang-orang biasa tak pernah berhasil melewati titik ini, saat mereka diharuskan yakin pada keberhasilan mereka, sedangkan mereka belum mengambil sebuah langkah pun. Steve jobs. Saat Apple.inc masih dia rintis dari sebuah garasi mobil milik mertuanya, dengan modal keyakinan ia jual mobil satu-satunya. Sore itu dia jalan-jalan dengan mobilnya, lalu pulang tanpa mobil, namun dengan tentengan mesin-mesin untuk keperluan tokonya. Dan itu terjadi begitu cepat. Dia berhasil melewati keadaan dimana keyakinan mengharuskannya melakukan keputusan besar diawal kerja-kerjanya, sebelum segalanya dia mulai.
Thariq bin ziyad. Bahkan kedua pasukan itu belum pernah bertemu. Dan dia belum tahu apakah kekuatan yang dimiliki pasukan muslim dibawah komandonya mampu mengalahkan sekian banyak pasukan Andalusia. Tapi dengan gagahnya, di selat Gibraltar itu dia bakar semua kapal perangnya. Selat itulah yang menjadi saksi betapa thariq berhasil melewati titik itu dengan cemerlang. Sebuah titik yang menjadi bukti bahwa dirinya pantas disebut sebagai panglima. Sebuah titik, dimana keyakinan memaksanya menjadi seorang pemenang bahkan sebelum perang digaungkan.
Lihatlah  mereka. Bukankah sebuah kewajaran, jika thariq bin ziyad mengurungkan niatnya dan mengatakan bahwa keputusan itu diambil untuk keselamatan pasukannya? Dan saya yakin orang-orang disekitarnya pasti akan memakluminya. Tapi dia memilih ketidakpastian. Dia berani mengambil resiko atas keputusannya.  Dia biarkan keyakinannya menembus segala batas-batas yang menghalanginya untuk bertindak. Maka dia mendapatkannya. Andalusia dihadiahkan Allah kepada orang-orang muslim melalui kepemimpinannya. Melalui keyakinan yang dia tancapkan, bahkan sebelum kerja besar itu dia lakukan.
Dan di contoh ketiga, saya memilih orang yang paling pantas menjadi guru kita dalam memahami teori ini. Lihatlah di sudut kota itu. Kota yang tak lama lagi dikepung oleh pasukan gabungan, yang memang bersatu untuk meluluhlantakkan Muhammad beserta ajaran yang dibawanya, serta menguasai kota yang semakin hari semakin menunjukkan kekuatan di segala sektor peradaban. Yatsrib. Maka rosul dan para sahabat memilih bertahan, dengan membuat parit lebar yang mengitari seluruh kota madinah. Karena dengan parit itu pasukan musuh dipaksa untuk berhadapan dengan dua kondisi. Pertama, mereka tidak mungkin bisa masuk ke madinah dengan parit yang begitu lebar untuk dilalui. Kedua, jika mereka memaksa melewatinya, pasukan muslim telah menanti diatas sana untuk menghujani mereka dengan anak panah. Sungguh ide yang cerdas dari sahabat cerdas bernama salaman al-farisi. Namun sejarah tidak hanya mencatat hal itu. Ada hal lain yang tidak boleh lepas dari rangkaian preistiwa besar ini.
Ketika proses penggalian parit, di tengah teriknya matahari madinah dan dibarengi minimnya pasokan makanan untuk tenaga para sahabat, ada sebuah batu besar yang tak mampu dihancurkan seorang sahabt pun. Dan rosulullah tampil. Dengan peluh bercucuran di pipinya, beliau hantam batu besar itu.           Dengan perkasanya, beliau bungkam mulut-mulut munafiqin yang dengan sinis mengatakan “jangankan menaklukan romawi, melawan musuh saja harus berlindung di madinah”. “Bismillah…” dipukulnya batu itu oleh pria yang saat itu berumur 58 tahun, hingga muncul percikan api di sana. Sahabat bertakbir, dan Rasul berkata, “Allahu Akbar! Kunci Syam telah diberikan padaku. Demi Allah aku tengah melihat istana-istananya yang berwarna kemerahan”. Batu itu belum goyah. Maka di ayunan kedua, percikan api itu kembali muncul, “Allahu Akbar! Kunci-kunci Persia telah diberikan kepadaku. Demi Allah aku tengah melihat istana-istana kota Mada’in berwarna putih”. Pukulan terakhir, Allah izinkan batu itu luluhlantak, dan rosul kembali mengatakan sesuatu yang membakar semangat para sahabat “Allahu Akbar! Kunci-kunci Yaman telah diberikan pula kepadaku. Demi Allah kini aku tengah melihat pintu-pintu kota Shan’a dari tempatku ini. Mungkin sangat tidak rasional, ketika musuh “kecil” yang ada di depan mata belum mampu dibereskan, rosul menjanjikan bahwa peradaban besar itu akan dikuasai oleh muslimin. Sangat-sangat tidak realistis. Namun kemudian dunia benar-benar menjadi saksi atas apa yang diucapkan Muhammad. Kota-kota itu takluk di tangan muslimin. Satu per satu. Dan bahkan dua pertiga dunia menjadi milik kita. Itulah mimpi, dia selalu melampaui realitas pemikiran kita. Maka jangan biarkan realitas yang kita hadapi saat ini memaksa kita mengerdilkan mimpi-mimpi itu, yang memang diciptakan untuk mengalahakan keterbatasan kita.
Itulah rosul. Beliau berani mengatakan tentang mimpi besar yang sepertinya mustahil untuk dilakukan. Jangankan menaklukan kota-kota besar yang menguasai dunia saat itu, menghadapi pasukan musuh di sekitar jazirah arab saja pasukan muslim harus susah payah membuat parit. Tapi sekali lagi itulah rosul, beliau berani beradu dengan mimpi-mimpi besarnya. Beliau berani berlari dengan ketidakpastian. Dan beliau ajarkan pada kita bahwa yang membuat kita berani berlari bersama ketidakpastian masa depan adalah keyakinan itu sendiri. Orang-orang yang tidak yakin akan keberhasilan, tak kan pernah mau melakukannya, karena memang mereka tak pernah yakin bahwa di depannya keberhasilan itu sedang menantinya. Akhirnya mereka mundur, memilih hidup dalam kepastian. Dan mereka mendapatkannya, hidup di tengah kepastian bahwa mereka tak akan mendapatkan sesuatu yang lebih besar.  
Mereka yang pada akhirnya gagal menjadi pemenang selalu menutup kemungkinan-kemungkinan diawal kerja mereka. Sebelum kaki mereka melangkah, fikiran mereka telah menutup kemungkinan-kemungkinan itu. Banyak pegawai yang mengatakan “mau buka usaha pake modal siapa, mas. Orang gaji sebulan aja kurang buat makan anak istri”. “mau jadi dokter spesialis gimana, mas. Orang tua petani gini.”. Orang-orang seperti itu, saya yakin, pasti pernah memimpikan hal-hal yang besar. Pasti. Tapi mungkin, impian-impian itu terlalu dia “fikirkan” sebelum dia melangkah. Mimpi jadi dokter, lalu ngelihat nilai-nilai SMA jelek mulu, akhirnya mikir, ntar kalo masuk kedokteran nggak bisa ngikuti gimana. Ntar kalo ndaftar kedokteran nggak ketrima gimana. Akhirnya nggak jadi. Apa kemudian salah ketika kita merencanakan mimpi kita sebelum bergerak? Enggak. Justru itu harus. Tapi jangan lama-lama. Mengapa? Oke, jadi gini. Dalam sebuah bisnis, cara paling baik dalam membuat sistem yang paten dan bisa berjalan meskipun tanpa peran kita adalah, dengan segera memulai bisnis tersebut, lalu setelah itu pasti timbul kesalahan-kesalahan. Nah, catat kesalahan-kesalahan itu dan buat evaluasi dari setiap kesalahan. Tak akan lama setelah itu, dari evaluasi-evaluasi itu anda sudah memiliki sistem tersendiri bagi keberlangsungan bisnis anda. Dan jika kita bicara agama, Allah justru menyukai orang yang “gak banyak pertimbangan”. Tentunya ini terkait dengan bagaiman memulai kerja-kerja besar kita dalam kebaikan, bukan dalam hal memutuskan sebuah perkara fiqih. Coba kita lihat, dengan janji yang begitu indah Allah mengatakan melalui rosulNya, cukup kalian berniat berbuat baik,dan lakukan niat itu. Maka Aku, Yuwaffa ilaykum, akan menemani perjalanan kesuksesan kalian semua.
Bawa segala keinginan kita ke atas sajadah kita, di tengah sayup dedaunan pagi, di tengah kegagahan kita melawan rasa kantuk di awal bermulanya hari. Dan akan anda saksikan, bahwa dengan gagahnya Allah menurunkan malaikat-malaikatnyaNya, menjadi pendamping kesuksesan kita. tatanazzalul 'alayhimul malaaikatu.”.
Orang-orang yang berani berperang dengan ketidakpastian hidup mereka dan mampu mengalahkannya, hadiah bagi mereka tak lain adalah kepastian bahwa mereka akan mendapatkan kebahagiaan. Hadiah karena mereka berani berlari bersama ketidakpastian di masa depan.

2 komentar:

  1. Luarbiasa membahana,,, rasa-rasanya tak asing dengan gaya bahasa ini. :) (y)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe matur nuwun, kapan2 monggo main lagi :)

      Hapus