Ada ungkapan
bahwa anak adalah harta yang paling berharga. Bagi sebuah keluarga, anak akan
menjadi penerus darah keturunan dan tulang punggung ekonomi keluarga. Kepada
anak pula, nilai-nilai moral dan kebaikan seseorang akan diwariskan untuk
dilanggengkan.
Tak beda
dengan keluarga, bagi sebuah bangsa anak-anak adalah segalanya. Mereka bakal
menjadi generasi yang menentukan arah, kemajuan, kekuatan bahkan keberadaan
sebuah bangsa di muka bumi ini. Jika menyadari betapa penting peran anak, kita
akan miris melihat banyaknya anak-anak yang kehilangan haknya untuk tumbuh
normal karena dipaksa bertahan hidup di jalanan. Padahal agar anak mampu
melaksanakan tugas-tugas melanjutkan estafet kepemimpinan dan pembangunan dari
generasi pendahulunya, anak-anak perlu mendapatkan kesempatan yang
seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara wajar baik rohaniah,
jasmaniah maupun sosial.
Yang
dimaksud dengan anak dalam Pasal 1 Konvensi Hak-Hak Anak PBB yang disahkan
tanggak 20 September 1989 , anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18
tahun kecuali berdasarkan Undang-Undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa
usia dewasa dicapai lebih awal. Negara menjamin dan harus memenuhi hak-hak anak
yang meliputi:
1. Hak untuk hidup, meliputi hak untuk mencapai
status kesehatan setinggitingginya serta mendapatkan perawatan
sebaik-baiknya;
2. Hak untuk berkembang, meliputi segala bentuk
pendidikan (formal dan non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup
yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial;
3. Hak atas perlindungan, meliputi perlindungan
dan diskriminasi, tindak kekerasan dan ketelantaran terhadap anak; dan
4. Hak untuk berpartisipasi, meliputi hak anak
untuk menyatakan pendapat dalam segala hal mempengaruhi anak.
Di dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 10 disebutkan
bahwa “setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya
demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan”.
Berangkat dari
kesadaran akan potensi strategis anak untuk sebuah bangsa, pemerintah mencoba
menjadikan seluruh kota di Indonesia sebagai kota yang peduli terhadap anak. Hal
ini direalisasikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan
Anak pada 2006 yang menjadikan Kota
Surakarta, Malang, Jambi, Padang, Manado dan Kupang sebagai pilot project pengembangan Kota Layak
Anak (KLA).
KLA adalah kabupaten/kota yang mempunyai sistem
pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya
pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan
berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya
hak anak (Permen PP dan PA No. 11 Tahun 2011)
Untuk
mempercepat terwujudnya Kabupaten/Kota Layak Anak di seluruh Indonesia,
Kementerian Pembedayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menerbitkan empat
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Empat
peraturan dimaksud ialah
1. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang
Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak.
2. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak
3. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Panduan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak
4. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang
Panduan Evaluasi Kabupaten/Kota Layak Anak.
Semenjak
ditetapkan sebagai Kota Layak Anak pada Tahun 2006 oleh Kementerian Negara
Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Pemerintah Kota Surakarta
kemudian melakukan banyak agenda terkait dengan penyiapan dan pengembangan
Kota Surakarta sebagai Kota Layak Anak.
Badan
Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga
Berencana Kota Surakarta (Bapermas P3KB) membagi menjadi tiga tahapan. Tahap
pertama tahun 2006-2007 adalah pengembangan model Kota Layak Anak. Dalam
tataran yang paling awal ini, pemerintah kota menyusun grand design yang akan jadi patokan untuk pengembangan selanjutnya.
Tahap berikutnya 2008-2015 adalah pengembangan kelurahan hingga kecamatan layak
anak. Pada tahun 2016, ditargetkan semua kelurahan dan kecamatan selesai dan
Surakarta benar-benar menjadi Kota Layak Anak. Agar tak sekadar menjadi gerakan
simbolis, Bapermas P3KB membuat MoU yang ditandatangani oleh 53 elemen dari
muspida, perusahaan swasta dan LSM anak.
Kota Surakarta
telah membentuk Gugus Tugas Kota Layak Anak dengan SK Walikota
No.130.05/68-F/1/2011 tentang Pembentukan Gugus Tugas Pengembangan Kota Layak
Anak. Dengan diterbitkanya SK Walikota maka dipandang perlu untuk menyampaikan
dan melakukan komunikasi kepada masyarakat Kota Surakarta mulai dari Kelurahan,
kecamatan hingga Kota terkait apa, siapa, bagaimana, dan untuk apa Gugus tugas
tersebut dan segala sesuatu terkait Gugus Tugas KLA yang wajib untuk diketahui
oleh seluruh pemangku kepentingan Kota Layak Anak .
Salah satu
data yang menjadi bagian dari dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah
(RKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) adalah
Analisis Situasi Ibu dan Anak (ASIA). ASIA membantu mempertajam penilaian
situasi yang berorientasi tidak hanya mengumpulkan situasi ibu dan anak
tetapi oleh ibu dan anak sehingga akan tergambar secara menyeluruh dan
tajam permasalahan sesungguhnya, penyebab masalah, dampak dan kemungkinan
solusi kebijakan yang tepat
Wujud
kebijakan tiap SKPD yang lebih ramah anak sudah mulai bisa dirasakan hasilnya.
Di bidang kesehatan sudah mulai ada beberapa puskesmas ramah anak. Pusekemas
ini dilengkapi dengan ruang tunggu khusus anak lengkap dengan alat bermainnya.
Selain itu layanan-layanan untuk anak seperti taman gizi, pojok ASI, dokter spesialis
anak, layanan konseling anak dan tempat pelayanan korban kekerasan terhadap
anak juga terus dilengkapi.
Di bidang
pendidikan, ada pencanangan Gerakan Wajib Jam Belajar (GWJB). Setiap hari
aktif, antara pukul 18.30-20.30 anak-anak diarahkan untuk belajar. Kelurahan
Jebres menjadi percontohan pelaksanaa GWJB ini. Secara mandiri masyarakat
membentuk semacam satgas yang mengawasi pelaksanaan GWJB. Mereka akan
berkeliling kampung sambil melakukan sosialisasi, mengarahkan anak-anak yang
masih berada di luar rumah untuk belajar dan
Selain GWJB masih ada sekolah plus, yakni sekolah yang membebaskan
seluruh biaya pendidikan untuk anak-anak dari keluarga miskin.
Di bidang
transportasi, Dishub sudah membangun zona selamat sekolah, car free day untuk
ruang ekspresi anak, Batik Solo Trans sebagai transportasi ramah anak serta
program pembagian helm untuk anak. Di bidang kependudukan, Dispendukcapil
meluncurkan kartu insentif anak (KIA). Kartu yang diluncurkan tepat pada
peringatan Hari Anak Nasional 26 Juli 2010 di Taman Balekambang ini merupakan
kartu diskon untuk belanja di toko buku, sarana olahraga di perhotelan, tempat
hiburan anak, rumah sakit, supermarket, bis sekolah dan lain sebagainya.
Ada 12
perusahaan yang mendukung KIA yakni PT Askes, Budi Sehat, Gramedia, Togamas,
Sekawan, Elti Gramedia, PDAM, Hotel Sunan, Hotel Sahid Jaya, Kusuma Sahid
Prince Hotel, THR Sriwedari dan Taman Satwa Taru Jurug. KIA ini juga menjadi
sarana untuk mendorong pemberian akta kelahiran untuk setiap anak di Surakarta.
Pemkot juga
telah membangun taman cerdas di Kelurahan Sumber, Kadipiro, Gandekan,
Joyontakan, Mojosongo dan Pajang. Taman ini menyediakan sarana bermain dan
berkreasi yang dilengkapi perpustakaan, multimedia, komputer dan akses internet
yang semuanya bisa digunakan secara gratis oleh anak-anak. Pengelolaan taman
cerdas nantinya akan diserahkan kepada masing-masing kelurahan agar lebih
maksimal dan sesuai dengan kebutuhan warga setempat.
Dalam
keberjalanan persiapan menuju Kota Layak Anak, beberapa kendala yang dihadapi
Bapermas P3KB yang disampaikan dalam diskusi publik “Menuju Kota Layak Anak
2016” pada tanggal 17 April 2013 di FISIP UNS ialah
·
Masih
rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi.
·
Masih
tingginya anak putus sekolah.
·
Masih
kurangnya fasilitas bermain untuk anak, sanggar kreativitas, dan sebagainya.
·
Masih
tingginya angka kekerasan pada anak, baik kekerasan fisik, seksual, maupun
penelantaran.
·
Masih
kurangnya perlindungan anak di media masa maupun di media maya (media sosial, game on line, pornografi, dll).
·
Masih
tingginya angka anak yang berkonflik dengan hukum, anak jalanan, pekerja anak,
dll.
·
Partisipasi
anak belum dioptimalkan.
Nampaknya
keluhan yang disampaikan oleh Bapermas P3KB sangatlah beralasan. Walaupun
program dari pemerintah sejak tahun 2006 ini sangat visioner tetapi penerapan
teknis lapangannya masih cukup sulit. Sebagai gambarannya ialah masih banyak
pengamen dan pengemis anak di jalanan Kota Surakarta. Selain itu, anak yang
bermain disaat jam wajib belajar juga masih cukup banyak.
Kalau dilihat
lebih dalam, salah satu faktor yang mempersulit terwujudnya KLA 2016 ialah
sistem up down dari pemerintah yang
belum diimbangi kesadaran bottom up
dari seluruh elemen masyarakatnya. Kesadaran bottom up ini sangat vital untuk mewujudkan sebuah Keluarga Ramah
Anak, lalu menjadi Kelurahan Layak Anak, lalu Kecamatan Layak anak. dan yang
terakhir menjadi Kota Layak Anak.
Sebagai
seorang mahasiswa yang berada ditengah-tengah antara pemerintah dan masyarakat,
hal yang bisa kita lakukan adalah menjembatani pola op down dan bottom up
agar bisa selaras. Sehingga program KLA 2016 tidak hanya menjadi impian
pemerintah tetapi juga menjadi keinginan dari seluruh masyarakat. Yang pada
akhirnya segala kegiatan pemerintah dalam rangka menuju KLA 2016 bisa dilaksanakan
oleh seluruh masyarakat secara efektif.
Salah satu
langkah nyatanya ialah dengan ikut berperan aktif dalam mengembangkan Forum
Anak Surakarta (FAS). FAS adalah sebuah wadah yang beranggotakan anak-anak di
Surakarta untuk berpartisipasi, menampung aspirasi serta memperjuangkan
hak-haknya. Forum ini didirikan pada
tanggal 3 Desember 2006. FAS yang merupakan mitra Pemkot Surakarta ini mempunyai
sebuah ikrar dalam rangka menuju Surakarta Kota layak Anak. Ikrar tersebut
bernama “Suara Anak Surakarta”, yang berisi
1. Kami anak-anak Surakarta menginginkan
terwujudkannya minimal pendidikan 12 tahun bagi semua anak di Kota Surakarta.
2. Kami anak-anak Surakarta menginginkan
jaminan pendidikan dan fasilitas sekolah ramah anak bagi anak jalanan, putus
sekolah, anak kebutuhan khusus, dan tidak mampu.
3. Kami anak-anak Surakarta menginginkan
jaminan kesehatan dan sarana kesehatan yang ramah bagi seluruh anak di Kota
Surakarta.
4. Kami anak-anak Surakarta menginginkan
adanya dorongan dan dukungan dari pemerintah Kota Surakarta baik berupa
fasilitas maupun berupa administrasi bagi Forum Anak di Kota Surakarta.
5. Kami anak-anak Surakarta menginginkan
suara anak Kota Surakarta lebih didengar dan direalisasikan dalam Musyawarah
Pembangunan.
6. Kami anak-anak Surakarta menginginkan
fasilitas untuk bermain dan berekreasi bagi semua anak terutama yang
berkebutuhan khusus.