Rabu, 24 Juli 2013

Percayalah Dinda, Perpisahan Ini Akan Mempertemukan Kita Kembali

Wahai wanita, jika datang salah seorang pria diantaramu kemudian ia mengucap rindu lalu merengkuh dan menggenggamu erat padahal hijab dintara kalian masih tegak berdiri maka pertanyakanlah. Masih pantaskah kau sebut ia pangeran? Justru lelaki sejati adalah ia yang melepaskanmu dan membiarkan waktu yang menjawab, apakah rindu itu akan menghilang atau semakin mengental


      Dinda, sudah hampir seperlima abad ini aku menginjakkan kaki di punggung bumi. Namun sekalipun aku tak pernah bisa membayangkan apalagi bertemu denganmu. Gurat takdir selalu menjaga batasku denganmu, hijab hati selalu mencegahku menemukanmu, bahkan matakupun dibungkam tak dapat melihatmu. Kalaupun kau masih menunggu termangu, kenapa kau tak coba berlari ke arahku. Ah ya aku lupa bahwa dirimupun juga tak dapat melihatku. Kita tak saling kenal sampai ujung waktu yang menantikan.
      Pernah beberapa kali aku merasakan getaranmu Dinda, namun ternyata semua getaran itu semu. Pernah bahkan ada getaran yang mengelukan lidahku, mengoyak batinku, membuat doa syahdu terbaitkan untukmu. Namun ternyata itu bukan engkau Dinda. Dan hingga getaran yang terakhir kemarin aku sudah tak mau percaya lagi, aku sudah tak mau memikirkanmu lagi. Aku berhenti dalam semua kegelisahan ini. Aku tahu memikirkanmu hanya menjadikanku semakin menggunungkan dosa, memandangmu hanya akan membuat pandanganku terhadap yang lain makin buta, mendengarmu hanya akan membuatku tuli pada seruan-seruan yang lebih indah. Maafkan aku Dinda, aku tak mau mengingatmu lagi. Meski batin ini semakin keras memberontak memasukanmu dalam ingatanku. Aku akan tetap bersikeras menolak jiwamu yang menyeruak masuk batinku.
      Kegelisahanku terhadapmu hanya akan memurahkanku, dan aku tak terima ketika derajatku turun hanya karena pikiran nafsu dalam otak ini. Aku tahu kau kini terus memantaskan diri untuk pangeranmu. Sesekali aku berharap itu aku, namun kini biarlah itu hanya meresap dalam dinding hati dan tak lebih. Aku lebih punya ekspektasi besar untuk diriku, dan tak layak ketika aku harus memikirkan ekspektasi atas dirimu. Kau belum menjadi hakku, dan kau bebas menentukan arah hidupmu Dinda. Aku akan melanjutkan perjalananku menuju barat laut, tempat yang mungkin berlawanan arah denganmu yang kini aku tahu kau memilih tenggara sebagai peraduanmu. Andaikan kau tahu arah berlawanan ini justru yang akan membuat kita bertemu padu. Allah yang menggerakkan hati kita melangkah, tak akan pernah meleset satu derajatpun dari garis khayal astronomis yang dibuat manusia. Aku masih percaya dan harusnya kau pun masih percaya pada-Nya.
      Dinda, banyak orang bilang jodoh itu di tangan Tuhan. Bolehkah kalau aku tak setuju? Justru jodoh itu ada ditanganku dan ditanganmu, bukankah begitu? Aku tahu tangan Tuhan tak akan merandom begitu saja terhadap pilihanku, itu yang kupahami. Dan bukankah itu lebih nyaman ketika ketika kita bebas menetukan langkah masing-masing. Kenapa aku percaya engkau ada ditanganku, karena tangankulah yang menentukan bertemu tidaknya aku denganmu, besar usahakulah yang nanti bertaut dengan dirimu. Tanganku ini yang akan membawaku dalam naungan kebaikan, tanganku lah yang menentukan dengan siapa aku nantinya bergandengan, bukan Tangan Tuhan yang menentukan. Lalu jika kau bertanya apa aku tak percaya tangan Tuhan, aku sangat percaya Dinda, karena tangan-Nya lah yang nanti mencarikan dirimu yang sekufu dengan tanganku. Disinilah baru tangan Tuhan berperan Dinda, berperan untuk mengokohkan pegangan kita agar tak lepas, agar aku senantiasa disandingmu, agar aku senantiasa bisa memelukmu, agar pundak ini senantiasa membantu kepalamu tersandar  dalam belaianku.
      Tahukah engkau Dinda bahwa Rasulullah pernah berwasiat padaku, bahwa dirimu adalah fitnah yang paling Beliau takutkan menimpaku diantara fitnah-fitnah dunia. Ini membuat dirimu ibarat dua mata koin yang saling menindih gambarnya satu sama lain. Satu sisi dari dirimu memupuk dosa namun di sisi yang lain membawakan nikmat dan pahala. Maaf sebelumnya bukannya aku ingin mengatakan kau yang menyebabkan dosaku menggunung, namun aku yang lebih bersalah jika harus menimbun dosaku dan dosamu atas kesalahan kita. Untuk saat ini memandangmu, menyentuhmu, dan memelukmu adalah bagian dari dosa meski aku hanya mencumbumu dalam bayang-bayang semu. Tapi tahukah engkau Dinda aku masih menggantungkan mimpi yang tinggi itu, mimpi ketika pandangan, sentuhan, pelukan, atau bahkan cumbuan itu terkonversi menjadi amal-amal kita kelak kalau halal sudah terucap diatas keharaman yang sekarang ini belum tertangguhkan.
      Maaf kalau hingga saat ini kau masih menungguku, ini tak lebih karena sekarang aku masih belum sanggup jika harus menjatuhkan khithbah atasmu Dinda. Semoga kau memaafkanku yang belum bisa berbuat lebih ini. Tapi percayalah aku tak akan pernah mempertaruhkan pandanganku pada wanita lain Dinda, siapapun dia atau bahkan tanpa kusadari ternyata wanita itu adalah dirimu sendiri. Dan aku juga percaya bahwa kau akan menjagakan dirimu pula untukku meski berjuta pria melirikmu, aku masih yakin bahwa Adindaku tak akan pernah tertukar. Bukan begitu Dinda?
      Maafkan aku Dinda kalau akhirnya aku memeras dendam, bukan karena aku membencimu, aku hanya ingin Allah lebih mencintaiku. Itu saja, tak kurang tak lebih. Kau tahu dendam apa yang paling kusimpan untukmu? Dendam besar untuk memaafkan dan mengikhlaskan kepergianmu. Aku tak akan pernah mendendam hitam meski perih menghujam qalbu, aku  tak akan pernah berniat jahat padamu, karena aku tahu suatu saat nanti kau juga akhirnya menemaniku di penghujung hidupku.
      Jadi untuk itulah aku tak pernah mau lagi memikirkanmu, toh ujung-ujungnya aku pasti akan bertemu denganmu. Oleh karena itu, bolehkah aku sejenak pergi meninggalkanmu Dinda? Menggenggamu erat justru malah menyakitimu bukan? Sejenak aku ingin sekarang kita berpisah Dinda, berpisah sejenak menikmati kesendirian kita masing-masing. Bukankah jelas "Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah maka Allah akan menggantikan untuknya yang lebih baik darinya. Barangsiapa yang menundukkan pandangannya maka Allah akan menjadikan mata hatinya kembali bersinar". Oleh karena aku ingin bertemu denganmu dalam keadaan kita yang jauh lebih baik, dan pastinya kau pun begitu, jadi untuk saat ini ikhlaskan perpisahan kita ini. Berjanjilah jangan terlalu memikirkanku, pun aku juga tak mau terlalu memikirkanmu, pikirkanlah bagaimana agar kita bertemu dalam bentuk kita yang paling baik. Bukan begitu Adindaku?

“Aku sadar bahwa Dinda adalah makhluk selembut pasir, menggenggamu erat justru akan membuatmu menjadi serpihan-serpihan debu yang beruraian. Namun aku akan membiarkan Dinda tertiup angin, bebas terbang. Hingga nanti kita akan bertemu dalam kerinduan yang mengental jadi debu”

2 komentar: