Sabtu, 28 Desember 2013

Karena Kita Hanyalah Pemimpin Manusia


-..Mereka tidak akan sedikitpun menaruh respek kepada anda saat yang anda berikan kepadanya hanyalah kata “salah”. Seseorang hanya akan memberi respek kepada pribadi yang menarik bagi dirinya. Dan mengatakan “salah” pada orang lain, tidak akan membuat anda menarik dihadapan mereka..-


Tepat beberapa jam yang lalu, saya berbincang dengan seorang sahabat. Saya duduk di depannya sambil mebolak-balik buku motivasi ber-label national best seller. Saya tertarik pada halaman awal buku ini. Di lembar ucapan terimakasih, sepertinya penulis lupa mengucapkan terimaksih kepada istri tercintanya. Justru di baris paling awal, beliau menuliskan terimakasih pada para kliennya. Ah, bukanlah masalah besar saya fikir. Tapi saya tertarik untuk menceritakan hal ini pada orang di depan saya. Lucu juga sepertinya.

Diluar dugaan, sahabat saya malah mengajak saya untuk mendiskusikan sebuah hal. Kata dia “di satu sisi, orang-orang seperti itu terkadang tidak jauh beda dengan penjilat, bro. Dia ngomong hebat di depan orang banyak, tapi kesehariannya sendiri? Aku yakin dia tak sehebat omongannya”. Pupil saya melebar “maksudnya bro?”.

Lalu dia menceritakan sebuah kejadian. Kami punya seorang kakak tingkat yang sudah pantas disebut sebagai motivator. Jam terbangnya cukup tinggi. Mengisi disana-sini. Suatu saat, sahabat saya ini berada dalam sebuah forum bersama sang motivator. Ada masalah teknis, dimana forum tersebut memerlukan layar LCD. Dan sampai waktu dimulainya acara, layar LCD yang dicari belum ketemu. Ada usulan untuk memakai punggung almari. Karena warnanya coklat, sang motivator ini mengatakan bahwa tampilannya tidak akan terlihat dengan baik. Benar memang. Namun dia hanya usul. Dia hanya bicara, tanpa inisiatif untuk membantu. Itu dia masalahnya. Dan sahabat saya menyimpulkan “kebanyakan orang seperti itu, pribadi mereka tak semenarik omongannya.”

Hmm.. seru juga kata-katanya. Lalu saya mencoba menyampaikan pendapat saya terkait hal ini.

Ada sebuah kekeliruan yang seharusnya tidak dimiliki oleh para pemimpin. Saya katakan bahwa saat anda memilih menjadi orang biasa-biasa saja, hal ini mungkin tidaklah terlalu penting bagi anda. Namun saat anda memilih untuk menjadi pemimpin, perhatikanlah dengan baik satu hal ini. Bahwa anda tidak bisa -atau tidak boleh- mengharapkan kesempurnaan pada orang lain.
Mungkin anda bermasalah dengan cara berdandan sahabat anda yang kurang rapi. Mungkin anda jengkel dengan gaya bicara teman anda yang terlalu kasar. Anda tidak suka dengan sahabat anda yang terlalu banyak bercanda. Anda risih dengan cara berjalan teman anda yang terlalu lembek. Anda emosi dengan hal-hal kecil yang dilakukan orang lain yang tidak sesuai dengan “standart” hidup anda.

Sebagai pemimpin, anda tidak bisa –atau tidak boleh- berlaku demikian. Terimalah fakta bahwa sifat yang paling manusiawi dalam diri manusia adalah berbuat kesalahan. Kesalahan dalam bentuk apapun.

Itu pertama. Kedua, Jangan pernah membenci orang lain karena kebiasaan mereka yang tidak sama dengan kebiasaan kita. Terimalah kenyataan bahwa orang lain punya hak untuk berbeda. Kita boleh tidak sepakat dengan apa yang dilakukan orang lain. Namun kita tidak boleh membenci mereka karena hal itu.

Ketiga, anda harus memahami bahwa, saat anda tidak suka jika orang lain mengatakan “salah” kepada anda, orang lain pun demikian. Mereka tidak akan sedikitpun menaruh respek kepada anda saat yang anda berikan kepadanya hanyalah kata “salah”. Seseorang hanya akan memberi respek kepada pribadi yang menarik bagi dirinya. Dan mengatakan “salah” pada orang lain, tidak akan membuat anda menarik dihadapan mereka.

Begitulah. Jika kita membiarkan fikiran kita menilai orang lain dengan standart kesempurnaan kita sendiri, kita pasti akan menemukan keburukan pada semua orang yang kita temui. Pun sebaliknya, saat kita mengatur fikiran kita untuk berfikir baik tentang orang lain, kita akan menemukan sekian banyak hal menarik dari orang lain, dan itu akan membuat kita semakin dekat dengan mereka. Apa sih yang dibutuhkan pemimpin selain kedekatan dengan orang-orang yang dia pimpin?
Saya fikir, tidak ada. Karena kita bisa mencintai seseorang tanpa memimpinnya. Namun kita tidak bisa memimpin orang lain tanpa mendapatkan cintanya.

Tulisan ini saya dedikasikan untuk sahabat saya di pesantren. Saya belajar banyak dari anda, bro! mari sama-sama belajar

2 komentar: