Senin, 18 Maret 2013

Andai Semua Mahasiswa Kedokteran Mau Jadi Aktivis

          Semua orang memiliki waktu yang sama 24 jam sehari, 168 jam seminggu, 672 jam sebulan, dan seterusnya. Namun setiap orang memanfaatkan waktunya dengan cara yang berbeda-beda, entah itu untuk hal yang bermanfaat maupun yang tak bermanfaat. Mereka semua punya caranya masing-masing, begitu pula aktivis, orang-orang yang punya waktu lebih untuk bermanfaat untuk orang lain, mengabdi untuk negaranya, dan mempersembahkan yang terbaik untuk agamanya. Entah ia berkecimpung dalam aktivitas politik, dakwah, pengabdian masyarakat, dan apapun itu yang pasti aktivis selalu mencoba melakukan yang terbaik dalam hal baik serta berusaha bermanfaat untuk semuanya, begitupun aku.
         Terlepas dari kegiatan akademis di Fakultas Kedokteran yang sudah sangat cukup melelahkan, rasanya tubuh ini tak patut berdiam dan termangu menatapi segala carut-marut masalah kampus yang tak akan pernah selesai tanpa suatu pemikiran dan tindakan. Problem yang di hadapi pergerakan mahasiswa Fakultas Kedokteran setiap tahun selalu sama, sedikit orang yang mau mencucurkan keringatnya untuk suatu perubahan yang bisa dinikmati bersama, dan banyak orang yang rela pikirannya dibebani hanya untuk hal-hal akademis tanpa mau berpikir kemaslahatan umat.
Miris sekali melihat ketimpangan ini, malu rasanya kalau-kalu di akhirat nanti ketemu Mas Elang Mulia Lesmana dkk. yang tak hanya berkorban keringat, tapi hingga nyawa. Malu nggak sih kalau Mas Elang nanya ke kita, “Aku dulu tak pernah berniat mati dalam aksi, tapi Tuhan menakdirkan nyawaku menjadi bukti keberanian dan loyalitas mahasiswa untuk negeri ini. Tak adakah sesuatu yang bisa kau lakukan selain diam mendengar sejarah tentang namaku dan kawan-kawanku?”.
          Seketika itulah aku terbangun dari mimpi semu tentang kemajuan tanpa adanya usaha, aku hanya mahasiswa tingkat 2 yang belum mengerti carut-marut birokrasi kampus, usiaku masih terlalu muda untuk mengerti dan memahami semua itu. Tak terbersit keinginan sedikit pun untuk menjadi mahasiswa aktivis FK, dan aku ingin pemilu benar-benar menjadi salah satu  tonggak demokrasi di fakultasku agar semua berjalan sebagaimana mestinya, aku tak mau aklamasi calon tunggal terjadi yang imbasnya tak ada pemilihan umum dan apatisnya mahasiswa FK akan menjadi semakin apatis. Tapi nampaknya Tuhan berkehendak lain, nampaknya memang benar  apa kata salah satu kawanku, “Amanah adalah urusan antara kita dengan Allah, bukan apakah kita pantas atau tidak karena sepantas apapun engkau mengemban amanah tersebut, apabila Allah tidak berkehendak, maka Dia tidak akan memberikaannya”. Namaku keluar dari hasil pemilu, apakah aku bangga? Tentu saja tidak, karena pasti banyak sekali tanggung jawab yang harus aku pegang kedepannya, aku di akselerasikan, dan aku dituntut lebih dari apa yang aku rencanakan sebelumnya. Shock therapy untuk seluruh civitas akademika, mereka berpikir bahwa ini semua di luar skenario, tapi aku percaya bahwa ini semua telah dibingkai indah dalam skenario-Nya yang tak berjudul.
          Kini hari-hariku berubah, mau tak mau aku harus mencurahkan pikiran, tenaga, dan segala yang aku miliki untuk organisasiku tercinta, BEM FK. Aku selalu percaya bahwa malaikat di pundak kananku mencatat semua kebaikan dalam setiap tetes keringatku, setiap hembusan nafasku, dan setiap degup jantungku. Dan Dia yang memberiku amanah ini pasti tak akan tinggal diam ketika aku terseok-seok atau terkapar dalam lautan permasalahan.
           Banyak orang yang menyorotiku dari segi usia dan kematangan berpikir, kebanyakan berpikir bahwa aku hanyalah anak ingusan kemarin sore yang sok ingin jadi pahlawan kesiangan. Kawan, negara ini memang negara demokratis, ratusan atau bahkan ribuan mahasiswa FK yang menyuarakan aspirasinya tersebuat tak sebanding dengan kekuasaan Tuhan ketika Dia sudah mengangkat suara dan menentukan “kun fayakun”, manusia tak bisa apa-apa. Seberapapun orang yang mau menghujatku tak akan pernah bisa ketika Tuhan memang menakdirkanku berdiri dalam posisi ini, Dia yang meneguhkan kedudukanku dan Dia pula yang akan menjatuhkanku ketika aku tak bisa menjalankan amanahku dengan baik. Kini aku wajib menjawab semua hujatan dan tantangan tersebut, aku memang anak kecil tapi aku berhak berpikir dan bersuara layaknya orang-orang dewasa dengan kematangan organisasi yang aku miliki. Duniaku sebagai seorang aktivis kampus aku mulai disini.
          Banyak hal yang perlu aku evaluasi, banyak hal yang perlu aku perbaiki, dan banyak hal pula yang menunggu aksiku. Aku memang hanya manusia udik yang mencoba merubah segala hal layaknya orang yang punya kuasa, tapi seberapa burukpun orang memandang, itu hanyalah kerikil kecil yang tak terlalu penting untuk digubris, yang paling penting disini adalah aku harus bisa menyingkirkan batu karang yang menghalangi setiap orang menjadi aktivis, agar lebih banyak lagi orang yang mampu meringankan bebanku. Bayangkan jika semua mahasiswa mau mencoba membuka pikirannya untuk saling bermanfaat satu sama lain, berinisiatif untuk perubahan, dan punya rasa empati yang besar untuk bangsa ini. Tak akan ada cerita aktivis itu kerjanya berat dan kurang kerjaan, aktivis itu mereka yg bisanya cuma demo, aktivis itu mereka yang sering bolos kegiatan akademik, tau nggak sih para aktivis melakukan itu semua untuk kalian para orang-orang apatis??? Coba kau bayangkan kawan ketika semua orang apatis seperti dirimu dan tak ada mahasiswa yang mau berkorban nyawa seperti Mas Elang, apa mungkin negeri ini bisa keluar dari diktatorisme pemerintahan orde baru?
          Ayolah kawan, seberapa tak mampunya dirimu mengalahkan pemikiranmu sendiri untuk tak apatis, pasti kau mampu melakukan hal kecil untuk negeri ini. Kalau kata Aa’ Gym, “Perubahan itu dimulai dari diri kita sendiri, mulai dari sekarang, dan mulai dari hal-hal yang kecil”. Ayo kita bersama-sama mulai peka dan mengktifkan diri kita masing-masing, aktivis itu bukan orang yang suka demo, bolos kuliah, dan membuang waktu dengan percuma, tapi lebih ke orang-orang yang punya inisiatif untuk perubahan lebih baik. Kalau kau tak suka cara-cara tadi dan tak mampu bersuara, kau mungkin bisa menyampaikannya lewat tulisan tanganmu, lewat perhatianmu, atau bahkan lewat doa-doamu untuk kawan-kawanmu yang berjuang untuk bangsa ini.
            Aku ingin 1 tahun kedepan, atu mungkin 5 tahun kedepan, kalau masih tak bisa ya 10 tahun kedepan lah, atau bahkan seratus tahun lagi, semua orang bisa menjadi aktivis. Dalam hal apapun itu, dan dengan jalan apapun ia menempuhnya yang pasti aku ingin semua orang bisa jadi aktivis, seberapapun kecil hal yang ia lakukan paling tidak itu meringankan kinerja aktivis-aktivis yang sekarang ini masih dirasa terlalu berat.
̴ Aku masih ingin bermimpi seandainya semua orang mau jadi aktivis  ̴
“Sesungguhnya di tangan para pemudalah urusan-urusan umat, dan di derap langkah kakinya lah hidupnya umat”

0 komentar:

Posting Komentar