Selasa, 16 Juli 2013

Biarkan Hati (Jantung) Berkata


“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.”

Qolbun, yang dalam bahasa Indonesia berarti hati. Harus disebut qolbun, bukan kalbun. Karena kalbun berarti *maaf anjing. Jadi kalau ada orang bergumam rintihan kalbu, berarti yang merintih siapa? Hehe. Sebenarnya ada kesenjangan asosiasi qolbun dengan hati. Qolbun dalam bahasa Inggris bermakna heart. Heart = hati. Padahal qolbun atau heart merujuk ke sebuah organ yang paling peka terhadap perubahan emosional si empunya. Organ tersebut ialah jantung, bukan hati. Secara medis, hati adalah organ yang berfungsi sebagai tempat penetralisir racun. Selain itu, jika ada remaja *ababil* bilang sakit hati, yang dia pegang bagian dada kiri atau pinggang kanan? Dada kiri kan. Karena disana adalah letak jantung. Sedangkan hati berada di pinggang  kanan. Kan ya lucu juga kalau ada remaja ababil bilang sakit hati sambil berkacak pinggang.
Jantung ibarat sebuah alaram yang selalu memberi tahu kondisi tubuh secara realtime. Ketika tubuh ini merasa emosional (takut, gelisah, panik, ataupun terancam), aktivasi saraf simpatis langsung mendominasi jantung. Hal ini berakibat pada jantung yang menjadi berdebar-debar. Hal ini juga berlaku pada tindakan yang berpotensi menyebabkan diri ini terancam di kemudian hari. Misalnya saat kita mencontek atau mencuri. Hayo, jantung berdetak kencang g? Upss. . Akan tetapi ada kalanya ketika tubuh mengalami kondisi terancam  tersebut, jantung ini biasa saja. Dia tidak menampakkan tanda alaram tubuh berupa detak kencangnya. Kenapa bisa demikian? Sebelum kita urai, ada baiknya kita memaknai kata indah berikut ini
“Hati (jantung) selalu berkata yang benar, tetapi kata hati lambat laun tidak terdengar oleh tubuh karena tertutup oleh dosa dan pembiasaan.”
Saat otak menangkap sinyal kalau tubuh sedang mangalami fase emosional dan cenderung mengarah ke kondisi terancam (sebagai contohnya adalah mencontek), serabut saraf simpatif langsung mempersarafi organ-organ dalam tubuh. Serabut post ganglioner saraf simpatis (yang dekat dengan organ) dipenuhi oleh neurotransmitter noradrenalin / norepinephrin. Zat inilah yang menstimulasi berbagai organ untuk menuju fase pertahanan diri. Sebagai contoh, berkurangnya produksi air ludah, hipomotilitas usus, relaksasi otot kandung kemih, vasodilatasi arteria coronaria, dan yang paling terlihat jelas adalah jantung yang berdetak kencang.
Tetapi, saat mencontek itu menjadi kebiasan. Jantung seakan tak memberi alaram pertahanan. Kenapa? Karena pembiasan akan dosa-dosa tersebut seakan menutupi jantung. Sehingga jantung menjadi tidak peka lagi terhadap rangsangan simpatis. Kita ambil contoh, jika dalam kondisi normal 1  saraf simpatis bisa membuat jantung kita berdetak kencang. Tetapi saat kondisi tersebut telah menjadi kebiasaan, dibutuhkan lebih dari 1 saraf simpatis. Padahal tubuh telah tersetting untuk menangapi kondisi terancam sesuai porsi normal. Sehingga bukan suatu keanehan jika orang yang biasa mencontek dan mencuri tidak merasa aneh dalam tubuhnya. Menganggap hal buruk tersebut sebagai kebiasaan yang tak akan memicu jantung untuk berdetak kencang.
Tetapi diluar semua proses mekanisme “pertahanan” tubuh kita tersebut, terdapat sebuah kekuatan abadi yang bisa mengatur jantung untuk jadi apapun yang Ia mau. Kenapa bisa begitu? Karena di jemariNya lah hati (jantung) kita ini berada. Tetap menajadi yang Ia suka agar qolbun ini selalu menuntun tuk jadi pribadi yang lebih baik. Sebagai contoh, saat kita mendengar firmanNya dibacakan, hati ini sudah bergetar belum? Getaran ini bukanlah suatu fase emosianal pertahanan. Getaran ini lebih tepat disebut sebagai fase emosional rasa syukur seorang hamba. Bagaimana caranya menggetarkan hati sebagai wujud syukur? Cukup dengan melakukan perintahNya dan menjauhi laranganNya.


“Tidak ada satu hati pun kecuali ia berada di antara dua jari dari Jari-Jemari Rabb semesta alam.”

2 komentar:

  1. yah wajar di Indonesia, penggunaan kata 'hati' lebih lazim daripada 'jantung' sih hehe

    BalasHapus